Gugus Tugas Tinjau di Tempat Hiburan, Dinilai Belum Penuhi Protokol Kesehatan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Bandung meninjau simulasi penerapan protokol kesehatan di tempat hiburan, Jumat (3/7/2020).
Salah satu yang ditinjau adalah F3X Karaoke dan Klub, Jalan Braga, Kota Bandung. Hasil peninjauan, tempat hiburan tersebut belum memenuhi standar dalam penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). (BACA JUGA: Pemkot Bandung Belum Izinkan Tempat Hiburan Malam Beroperasi )
Peninjauan tersebut dipimpin oleh Ketua Harian Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Bandung Ema Sumarna. Hadir pula, petugas dari Dinas Budaya dan Pariwisata (Dispadbur), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, unsur Polri dan TNI. (BACA JUGA: Pelaku Usaha Protes Penutupan Tempat Hiburan di Surabaya )
Dalam peninjauan, Ema didampingi pemilik F3X Karaoke dan Klub berkeliling, melihat kesiapan manajemen dalam menerapkan protokol kesehatan. "Mereka (pengelola F3X Karaoke dan Klub) telah menyiapkan standar protap. Cuma belum lengkap," kata Ema sesuai peninjauan.
Jika ingin mendapatkan izin beroperasi, ujar Ema, pengelola tempat hiburan itu harus melengkapi sejumlah kekurangan. Seperti, tombol lift harus touchless (tanpa disentuh), sensor suhu tubuh pegawai dan pengunjung, serta melakukan rapid test kepada setiap pengunjung.
"Ada beberapa catatan. Pengelola berjanji menyediakan lift touchless. Tidak boleh ada bersentuhan antara pengunjung dan karyawan termasuk pemandu lagu (PL). Kemudian hand sanitizer pakai sensor, tidak ada sentuhan," ujar Ema yang juga menjabat sebagai Sekda Kota Bandung ini.
"Yang menjadi persoalan adalah, di ruang karaoke, apa ada yang bisa menjamin pengunjung dan pemandu lagu tidak ada kontak fisik? Itu yang belum bisa dijawab oleh pengelola," tegas Ema.
Bahkan, tutur Ema, identitas pengunjung harus dicatat sehingga diketahui. "Jika terjadi sesuatu, seperti terpapar Corona, kami mudah melacak. Orang-orang yang hadir harus bisa dilacak keberadaannya," tutur dia.
Ema mengkhawatirkan terjadi penularan COVID-19 akibat kerumunan yang terjadi saat di ruangan klub atau live musik. "Nah, live music itu yang dikhawatirkan. Karena ada orang joget-joget, jadi harus ada petugas yang mengawasi. Kalau orang hiburan, apakah nyaman kalau dijaga (diawasi)? Itu harus dipikirkan," ungkap Ema.
Salah satu yang ditinjau adalah F3X Karaoke dan Klub, Jalan Braga, Kota Bandung. Hasil peninjauan, tempat hiburan tersebut belum memenuhi standar dalam penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). (BACA JUGA: Pemkot Bandung Belum Izinkan Tempat Hiburan Malam Beroperasi )
Peninjauan tersebut dipimpin oleh Ketua Harian Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Bandung Ema Sumarna. Hadir pula, petugas dari Dinas Budaya dan Pariwisata (Dispadbur), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, unsur Polri dan TNI. (BACA JUGA: Pelaku Usaha Protes Penutupan Tempat Hiburan di Surabaya )
Dalam peninjauan, Ema didampingi pemilik F3X Karaoke dan Klub berkeliling, melihat kesiapan manajemen dalam menerapkan protokol kesehatan. "Mereka (pengelola F3X Karaoke dan Klub) telah menyiapkan standar protap. Cuma belum lengkap," kata Ema sesuai peninjauan.
Jika ingin mendapatkan izin beroperasi, ujar Ema, pengelola tempat hiburan itu harus melengkapi sejumlah kekurangan. Seperti, tombol lift harus touchless (tanpa disentuh), sensor suhu tubuh pegawai dan pengunjung, serta melakukan rapid test kepada setiap pengunjung.
"Ada beberapa catatan. Pengelola berjanji menyediakan lift touchless. Tidak boleh ada bersentuhan antara pengunjung dan karyawan termasuk pemandu lagu (PL). Kemudian hand sanitizer pakai sensor, tidak ada sentuhan," ujar Ema yang juga menjabat sebagai Sekda Kota Bandung ini.
"Yang menjadi persoalan adalah, di ruang karaoke, apa ada yang bisa menjamin pengunjung dan pemandu lagu tidak ada kontak fisik? Itu yang belum bisa dijawab oleh pengelola," tegas Ema.
Bahkan, tutur Ema, identitas pengunjung harus dicatat sehingga diketahui. "Jika terjadi sesuatu, seperti terpapar Corona, kami mudah melacak. Orang-orang yang hadir harus bisa dilacak keberadaannya," tutur dia.
Ema mengkhawatirkan terjadi penularan COVID-19 akibat kerumunan yang terjadi saat di ruangan klub atau live musik. "Nah, live music itu yang dikhawatirkan. Karena ada orang joget-joget, jadi harus ada petugas yang mengawasi. Kalau orang hiburan, apakah nyaman kalau dijaga (diawasi)? Itu harus dipikirkan," ungkap Ema.
(awd)