Parah! Jual Beli Kursi SMA Negeri di Jabar, Satu Siswa Dipatok Rp30 Juta
loading...
A
A
A
BANDUNG - Praktik jual beli kursi sekolah tingkat SMA/SMK negeri di Jawa Barat, diduga masih terjadi. Tarif jual beli kursi tersebut diduga melibatkan oknum sekolah dengan harga Rp10 hingga 30 juta per kursi.
Menurut Koordinator Gerakan Masyarakat Pemantau Pendidikan untuk Reformasi (Gempur) Iwan Hermawan, berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, pada PPDB 2022 lalu diduga masih terjadi praktik jual beli bangku sekolah di tingkat SMA/SMK negeri favorite.
"Ada indikasi jual beli bangku. (Modusnya) ada kesengajaan dari tiap sekolah negeri mengurangi jumlah kuota siswanya. Namun pada akhirnya, setelah masuk sekolah, ternyata kuotanya penuh terisi, " jelas Iwan Hermawan, Selasa (20/9/2022).
Menurut laporan yang dia terima, kuota kosong yang tidak ada dalam PPDB kemudian diisi dan dijual belikan. Satu kursi diduga dipatok antara Rp10 hingga 30 juta. Dana tersebut kemudian masuk lewat oknum sekolah dengan praktik yang rapi dan tak diketahui publik.
Gempur, kata dia, mengaku sangat prihatin atas kondisi yang saat ini terjadi. Di mana mereka yang memiliki kelebihan financial memiliki kemampuan masuk ke sekolah manapun. Sedangkan siswa lainnya harus bersaing berdasarkan prestasi dan zonasi.
"Kami merasa prihatin dengan kondisi saat ini, dengan maraknya dugaan permintaan sumbangan untuk sekolah di tingkat SMA/SMK di Jabar, " pungkasnya.
Lihat Juga: Sejarah SMAN 21 Surabaya, Sekolahnya Marselino Ferdinan yang Lulus Meski Hanya Masuk 2 Kali
Menurut Koordinator Gerakan Masyarakat Pemantau Pendidikan untuk Reformasi (Gempur) Iwan Hermawan, berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, pada PPDB 2022 lalu diduga masih terjadi praktik jual beli bangku sekolah di tingkat SMA/SMK negeri favorite.
"Ada indikasi jual beli bangku. (Modusnya) ada kesengajaan dari tiap sekolah negeri mengurangi jumlah kuota siswanya. Namun pada akhirnya, setelah masuk sekolah, ternyata kuotanya penuh terisi, " jelas Iwan Hermawan, Selasa (20/9/2022).
Menurut laporan yang dia terima, kuota kosong yang tidak ada dalam PPDB kemudian diisi dan dijual belikan. Satu kursi diduga dipatok antara Rp10 hingga 30 juta. Dana tersebut kemudian masuk lewat oknum sekolah dengan praktik yang rapi dan tak diketahui publik.
Gempur, kata dia, mengaku sangat prihatin atas kondisi yang saat ini terjadi. Di mana mereka yang memiliki kelebihan financial memiliki kemampuan masuk ke sekolah manapun. Sedangkan siswa lainnya harus bersaing berdasarkan prestasi dan zonasi.
"Kami merasa prihatin dengan kondisi saat ini, dengan maraknya dugaan permintaan sumbangan untuk sekolah di tingkat SMA/SMK di Jabar, " pungkasnya.
Lihat Juga: Sejarah SMAN 21 Surabaya, Sekolahnya Marselino Ferdinan yang Lulus Meski Hanya Masuk 2 Kali
(san)