Kisah Eyang Bintulu Aji, Pelarian Majapahit yang Menjaga Wahyu Kelapa Gagak Emprit Kerajaan Mataram
loading...
A
A
A
SOSOK Eyang Bintulu Aji menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Keraton Mataram. Dialah yang tekun merawat kelapa gagak emprit sampai berbuah sebutir dan diminum oleh Ki Ageng Pamanahan hingga melahirkan raja-raja Mataram.
Pohon kelapa istimewa yang ditanam oleh Ki Ageng Giring atas wasiat Sunan Kalijaga itu konon hanya berbuah satu butir saja.
Saat merawat pohon kelapa gagak emprit, tiba-tiba Eyang Bintulu Aji mendapati sejumlah keanehan. Selain itu, dia mendapat bisikan gaib mengenai wahyu kerajaan Mataram di Pulau Jawa.
Eyang Bintulu Aji selanjutnya dengan tekun merawat kelapa istimewa yang memancarkan sinar berwarna putih cukup kuat. Hingga akhirnya Eyang Bintulu Aji memanggil Ki Ageng Giring untuk memetik kelapa tersebut.
Setelah melihat ada yang aneh dan mendapatkan bisikan sebagai wahyu kerajaan di Jawa (Mataram), kelapa yang memancarkan sinar putih itu akhirnya dipetik Ki Ageng Giring dan dibawa ke rumahnya.
Buah kelapa itu disimpan di rumah Ki Ageng Giring dengan harapan dapat meminumnya agar kelak anak cucunya menjadi raja di kerajaan di Jawa yang nantinya disebut Kerajaan Mataram.
Namun takdir berkata lain. Saudara seperguruan Ki Ageng Giring, yakni Ki Ageng Pemanahan yang bertapa di Kembang Lampir daerah Giri Sekar Panggang, Gunungkidul tiba-tida datang di rumah Ki Ageng Giring di Desa Giring, Paliyan.
Ki Ageng Pamanahan kemudian minum kelapa gagak emprit yang sebenarnya akan diminum Ki Ageng Giring sepulang dari sawah.
Akhirnya Ki Ageng Giring yang sama-sama menerima bisikan gaib atau isaroh harus menerima kenyataan kalah dengan Ki Ageng Pemanahan yang juga saudara seperguruannya.
Ki Ageng Pemanahan yang meminum kepala gagak emprit kemudian menahbiskan anak kandungnya, Danang Sutowijoyo sebagai raja pertama Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati.
Saat ini, makam Eyang Bintulu Aji dan juga petilasannya berada di Dusun Jamburejo, Kalurahan Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Lokasi ini berada sekitar 1 Km sisi timur makam Ki Ageng Giring.
"Eyang Bintulu Aji adalah tokoh besar yang menjaga wahyu gagak emprit," tutur sesepuh Kalurahan Sodo, Paliyan, Gunungkidul, mbah Wir Ngatiman beberapa waktu lalu.
Mbah Wir Ngatiman menuturkan bahwa Eyang Bintulu Aji merupakan salah satu bangsawan asal Majapahit yang ikut pelarian Brawijaya V dan tiba di Gunungkidul. Kemudian Eyang Bintulu Aji memeluk Islam.
Dia menjadi tokoh yang dipercaya untuk menjaga wahyu gagak emprit yang sebelumnya sudah diperkirakan oleh para bangsawan Majapahit yang melarikan diri di Gunungkidul. Sebagai pamomong, Eyang Bintulu Aji juga tinggal tidak jauh dari rumah Ki Ageng Giring.
"Beliau sangat khusuk beribadah dan seringkali menjalankan salat di atas lempengan batu di sudut rumahnya," lanjutnya.
Hingga kini lempengan batu itu menjadi saksi sejarah Bintulu Aji. Ada dua buah lempengan batu yang berada di bawah pohon beringin. Lempengan batu tersebut saat ini masih sering didatangi warga masyarakat.
Di dekatnya makam Eyang BintuluAji juga menjadi lokasi ziarah selain makam Ki Ageng Giring. "Biasanya makam dan petilasan ramai saat malam Selasa Kliwon dan malam Jumat banyak yang ziarah," lanjut Mbah Wir Ngatiman.
Suryanto salah satu pelaku spiritual mengaku sering berzikir di empat lokasi di sekitar Kalurahan Giring dan Sodo.
"Di petilasan Eyang Bintulu Aji suasananya enak damai. Kami sering berzikir di situ," ujarnya.
Selain itu juga ada makam Ki Ageng Giring, Kali Goang, makam Ki Ageng Sukodono dan makam Eyang Bintulu Aji.
Pohon kelapa istimewa yang ditanam oleh Ki Ageng Giring atas wasiat Sunan Kalijaga itu konon hanya berbuah satu butir saja.
Saat merawat pohon kelapa gagak emprit, tiba-tiba Eyang Bintulu Aji mendapati sejumlah keanehan. Selain itu, dia mendapat bisikan gaib mengenai wahyu kerajaan Mataram di Pulau Jawa.
Eyang Bintulu Aji selanjutnya dengan tekun merawat kelapa istimewa yang memancarkan sinar berwarna putih cukup kuat. Hingga akhirnya Eyang Bintulu Aji memanggil Ki Ageng Giring untuk memetik kelapa tersebut.
Setelah melihat ada yang aneh dan mendapatkan bisikan sebagai wahyu kerajaan di Jawa (Mataram), kelapa yang memancarkan sinar putih itu akhirnya dipetik Ki Ageng Giring dan dibawa ke rumahnya.
Buah kelapa itu disimpan di rumah Ki Ageng Giring dengan harapan dapat meminumnya agar kelak anak cucunya menjadi raja di kerajaan di Jawa yang nantinya disebut Kerajaan Mataram.
Namun takdir berkata lain. Saudara seperguruan Ki Ageng Giring, yakni Ki Ageng Pemanahan yang bertapa di Kembang Lampir daerah Giri Sekar Panggang, Gunungkidul tiba-tida datang di rumah Ki Ageng Giring di Desa Giring, Paliyan.
Ki Ageng Pamanahan kemudian minum kelapa gagak emprit yang sebenarnya akan diminum Ki Ageng Giring sepulang dari sawah.
Akhirnya Ki Ageng Giring yang sama-sama menerima bisikan gaib atau isaroh harus menerima kenyataan kalah dengan Ki Ageng Pemanahan yang juga saudara seperguruannya.
Ki Ageng Pemanahan yang meminum kepala gagak emprit kemudian menahbiskan anak kandungnya, Danang Sutowijoyo sebagai raja pertama Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati.
Saat ini, makam Eyang Bintulu Aji dan juga petilasannya berada di Dusun Jamburejo, Kalurahan Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Lokasi ini berada sekitar 1 Km sisi timur makam Ki Ageng Giring.
"Eyang Bintulu Aji adalah tokoh besar yang menjaga wahyu gagak emprit," tutur sesepuh Kalurahan Sodo, Paliyan, Gunungkidul, mbah Wir Ngatiman beberapa waktu lalu.
Mbah Wir Ngatiman menuturkan bahwa Eyang Bintulu Aji merupakan salah satu bangsawan asal Majapahit yang ikut pelarian Brawijaya V dan tiba di Gunungkidul. Kemudian Eyang Bintulu Aji memeluk Islam.
Dia menjadi tokoh yang dipercaya untuk menjaga wahyu gagak emprit yang sebelumnya sudah diperkirakan oleh para bangsawan Majapahit yang melarikan diri di Gunungkidul. Sebagai pamomong, Eyang Bintulu Aji juga tinggal tidak jauh dari rumah Ki Ageng Giring.
"Beliau sangat khusuk beribadah dan seringkali menjalankan salat di atas lempengan batu di sudut rumahnya," lanjutnya.
Hingga kini lempengan batu itu menjadi saksi sejarah Bintulu Aji. Ada dua buah lempengan batu yang berada di bawah pohon beringin. Lempengan batu tersebut saat ini masih sering didatangi warga masyarakat.
Di dekatnya makam Eyang BintuluAji juga menjadi lokasi ziarah selain makam Ki Ageng Giring. "Biasanya makam dan petilasan ramai saat malam Selasa Kliwon dan malam Jumat banyak yang ziarah," lanjut Mbah Wir Ngatiman.
Suryanto salah satu pelaku spiritual mengaku sering berzikir di empat lokasi di sekitar Kalurahan Giring dan Sodo.
"Di petilasan Eyang Bintulu Aji suasananya enak damai. Kami sering berzikir di situ," ujarnya.
Selain itu juga ada makam Ki Ageng Giring, Kali Goang, makam Ki Ageng Sukodono dan makam Eyang Bintulu Aji.
(shf)