Pemancing Dilarang Masuk Pantai, Pembangunan Resor di Sumba Tengah Jadi Trending Topik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tagar #pantaimilikpublik mendadak jadi trending topik di Twitter. Tagar ini rupanya menyoroti seorang pemancing yang dilarang masuk pantai karena ada pembangunan resort mewah di Pantai Aili di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Resor premium itu berlokasi di Pantai Lima Bidadari atau Pantai Aili. Belakang diketahui pemiliknya adalah investor berkewarganegaraan Amerika Serikat. Resor yang mulai dibangun pada Maret 2021 itu adalah yang pertama di Sumba Tengah bagian Selatan.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan, privatisasi sempadan pantai adalah praktik pembangkangan terhadap peraturan. "Ini menunjukkan potret lemahnya pemerintah di depan para pemodal," katanya ketika dihubungi wartawan dari Jakarta.
Umbu lalu mengungkapkan temuan lembaganya bahwa lebih dari 90 persen investasi pariwisata di kawasan pesisir NTT yang menabrak aturan sempadan pantai. Beberapa lokasi tersebut antara lain di Labuan Bajo, Sumba, Kota Kupang.
Umbu mendesak pemerintah segera menindak Konda Maloba Abadi. "Pemerintah harus menegakkan aturan. Ini bentuk pengabaian pemerintah soal keadilan ruang penghidupan rakyat dan keadilan antar generasi," tegasnya.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi Parid Ridwanuddin mengungkapkan, privatisasi pantai dan pelanggaran sempadan oleh akomodasi pariwisata di Sumba sudah berlangsung lama. Parid menyebut salah satu hotel yang bahkan melarang nelayan sekitar melintasi perairan dekat hotel tersebut. “Itu terjadi tahun 2017 silam. Artinya, bukan hanya sempadan pantai, perairannya pun sudah diklaim sebagai bagian dari wilayah pariwisata mereka" ungkapnya.
Dia menyayangkan pembangunan gedung hotel, resort, restoran, industri di sekitar pantai justru membatasi ruang gerak masyarakat setempat, terutama nelayan yang sudah lama tinggal dan hidup di wilayah tersebut.
Padahal, lanjut dia, Perpres 51/2016 tentang Batas Sempadan Pantai menjelaskan bahwa penetapan batas sempadan pantai 100 meter bertujuan untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kehidupan masyarakat dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
"Sayang sekali, dalam praktiknya aturan tersebut lebih banyak dibunyikan untuk menakut-nakuti masyarakat tetapi tidak untuk investasi, khususnya sektor pariwisata," ujar Parid.
Sementara itu, Pemkab Sumba Tengah membantah adanya praktik privatisasi pantai dan pelanggaran sempadan oleh hotel di wilayahnya. "Di Sumba Tengah tidak ada," kata Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Kabupaten Sumba Tengah, Johanis Umbu Tagela dikonfirmasi wartawan dari Jakarta.
Baca: Artis Jessica Iskandar Datangi Polda Bali, Minta Penjual Mobilnya Ditangkap.
Menurutnya, Pemkab Sumba Tengah telah memberi penekanan kepada pengusaha atau investor agar tidak melarang atau menutup akses bagi siapapun yang ingin berkunjung ke setiap pantai. Meski demikian, Johanis mengakui soal pagar pembatas di area pembangunan Konda Maloba Abadi yang dipersoalkan masyarakat.
Menurut dia, pagar itu bukan membatasi akses atau melarang warga menikmati kawasan Pantai Aili. Ada akses yang telah disediakan di sebelah barat untuk sehingga siapa pun yang ingin menikmati kawasan pantai, pergi memancing, dan kegiatan lain. Lokasi gang tersebut tak jauh dari gerbang resort, berkisar 100-an meter. Letaknya juga masih di pinggir jalan raya.
Baca Juga: Polisi Gerebek Pengedar Sabu dan Ekstasi, Barang Bukti Ditimbun di Kebun Ubi.
"Di sebelah baratnya itu sudah disediakan gang, jalur sekitar dua meter lebarnya. Kapan saja mau ke pantai, bisa lewat situ. Tapi kalau misalnya mau masuk ke resort, lihat-lihat ke dalam bisa minta izin ke satpam dan dipersilahkan," ujar Johanis.
Resor premium itu berlokasi di Pantai Lima Bidadari atau Pantai Aili. Belakang diketahui pemiliknya adalah investor berkewarganegaraan Amerika Serikat. Resor yang mulai dibangun pada Maret 2021 itu adalah yang pertama di Sumba Tengah bagian Selatan.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan, privatisasi sempadan pantai adalah praktik pembangkangan terhadap peraturan. "Ini menunjukkan potret lemahnya pemerintah di depan para pemodal," katanya ketika dihubungi wartawan dari Jakarta.
Umbu lalu mengungkapkan temuan lembaganya bahwa lebih dari 90 persen investasi pariwisata di kawasan pesisir NTT yang menabrak aturan sempadan pantai. Beberapa lokasi tersebut antara lain di Labuan Bajo, Sumba, Kota Kupang.
Umbu mendesak pemerintah segera menindak Konda Maloba Abadi. "Pemerintah harus menegakkan aturan. Ini bentuk pengabaian pemerintah soal keadilan ruang penghidupan rakyat dan keadilan antar generasi," tegasnya.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi Parid Ridwanuddin mengungkapkan, privatisasi pantai dan pelanggaran sempadan oleh akomodasi pariwisata di Sumba sudah berlangsung lama. Parid menyebut salah satu hotel yang bahkan melarang nelayan sekitar melintasi perairan dekat hotel tersebut. “Itu terjadi tahun 2017 silam. Artinya, bukan hanya sempadan pantai, perairannya pun sudah diklaim sebagai bagian dari wilayah pariwisata mereka" ungkapnya.
Dia menyayangkan pembangunan gedung hotel, resort, restoran, industri di sekitar pantai justru membatasi ruang gerak masyarakat setempat, terutama nelayan yang sudah lama tinggal dan hidup di wilayah tersebut.
Padahal, lanjut dia, Perpres 51/2016 tentang Batas Sempadan Pantai menjelaskan bahwa penetapan batas sempadan pantai 100 meter bertujuan untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kehidupan masyarakat dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
"Sayang sekali, dalam praktiknya aturan tersebut lebih banyak dibunyikan untuk menakut-nakuti masyarakat tetapi tidak untuk investasi, khususnya sektor pariwisata," ujar Parid.
Sementara itu, Pemkab Sumba Tengah membantah adanya praktik privatisasi pantai dan pelanggaran sempadan oleh hotel di wilayahnya. "Di Sumba Tengah tidak ada," kata Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Kabupaten Sumba Tengah, Johanis Umbu Tagela dikonfirmasi wartawan dari Jakarta.
Baca: Artis Jessica Iskandar Datangi Polda Bali, Minta Penjual Mobilnya Ditangkap.
Menurutnya, Pemkab Sumba Tengah telah memberi penekanan kepada pengusaha atau investor agar tidak melarang atau menutup akses bagi siapapun yang ingin berkunjung ke setiap pantai. Meski demikian, Johanis mengakui soal pagar pembatas di area pembangunan Konda Maloba Abadi yang dipersoalkan masyarakat.
Menurut dia, pagar itu bukan membatasi akses atau melarang warga menikmati kawasan Pantai Aili. Ada akses yang telah disediakan di sebelah barat untuk sehingga siapa pun yang ingin menikmati kawasan pantai, pergi memancing, dan kegiatan lain. Lokasi gang tersebut tak jauh dari gerbang resort, berkisar 100-an meter. Letaknya juga masih di pinggir jalan raya.
Baca Juga: Polisi Gerebek Pengedar Sabu dan Ekstasi, Barang Bukti Ditimbun di Kebun Ubi.
"Di sebelah baratnya itu sudah disediakan gang, jalur sekitar dua meter lebarnya. Kapan saja mau ke pantai, bisa lewat situ. Tapi kalau misalnya mau masuk ke resort, lihat-lihat ke dalam bisa minta izin ke satpam dan dipersilahkan," ujar Johanis.
(nag)