Ritual Pencucian Benda Pusaka Kerajaan Talaga Manggung di Majalengka
loading...
A
A
A
MAJALENGKA - Jika pada umumnya pencucian pusaka peninggalan kerajaan dilakukan pada bulan Maulid atau Robiul Awal (hitungan bulan dalam tahun Hijriyah), tidak demikian dengan yang dilakukan keluarga Kerajaan Talaga Manggung, di Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka.
Di sini, keturunan kerajaan tersebut melakukan pencucian atau dalam bahasa lokal disebut nyiramkeun pusaka satu bulan lebih cepat, yakni bulan safar. Ratusan peninggalan masa kerajaan tempo dulu itu, dicuci dengan menggunakan air dari sumber 'khusus.'
Salah satu leluarga besar keturunan dari Kerajaan Talaga, Teten Wilman mengatakan, pihak keluarga sudah rutin menggelar tradisi tersebut secara turun temurun.
"Waktunya (nyiramkeun pusaka) itu pasti hari Senin, bulan Safar. Tanggalnya, tanggal belasan yang terakhir, di antara tanggal 13 atau 19. Waktunya pasti itu," kata Wilman seusai menggelar nyiramkeun pusaka, di museum Talaga Manggung, Senin (12/9/2022).
Ada beberapa tujuan dari dilaksanakannya nyiramkeun pusaka itu. Menjaga silaturahmi antar keluarga menjadi salah satu dari aktivitas itu.
"Intinya tujuan ini adalah silaturahmi sesama keturunan (Talaga Manggung). Tujuannya silaturahmi aja. Itung-itung memperingati leluhur kita," ungkap dia.
Di luar itu, nyiramkeun pusaka juga sebagai bentuk edukasi kepada generasi penerus. Sehingga, mereka bisa mengetahui sekaligus menggali nilai-nilai yang dipegang oleh kerajaan Talaga Manggung tempo dulu.
"Kita juga ingin memberi pengetahuan kepada masyarakat, bahwa di sini teh pernah ada sebuah kerajaan dan inilah bukti-buktinya," jelas dia
Tidak melulu senjata yang dicuci pada moment itu. Beberapa pusaka di antaranya juga berupa uang kuno.
"Benda pusaka banyak, ratusan, dengan berbagai jenis barang, dari mulai yang kuno, alat-alat senjata pribadi (seperti) keris, pedang dan lain sebagainya. Kemudian Goong renteng masih tersimpan cuma kondisinya udah tua sekali, pas ditabuh teh suaranya udah fals," beber dia.
Keluarga keturunan Kerajaan Talaga lainnya, TB Hasanuddin menilai, Kerajaan Talaga menjadi awal dari berdirinya Kabupaten Majalengka. "Tidak ada Majalengka kalau tidak ada Talaga Manggung," kata TB dalam sambutannya.
Ditegaskannya, ritual pencucian pusaka semata-mata untuk menjaga kondisi dari benda peninggalan itu.
"Pusaka-pusaka itu bukan kami sembah, tapi kami jaga, kami siramkan untuk disimpan baik untuk anak-cucu kita mengenal sejarah," jelas Hasanuddin yang juga anggota DPR RI itu.
"Kita akan perbesar lagi museum. Saya yakin pusaka Talaga Manggung tersebar di mana-mana. Sudah siap dikumpulkan kembali. Ini bukan tempatnya bermain politik. Ini tempat bersama," tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Bupati Majalengka Karna Sobahi berjanji, pemerintah akan memberi perhatian terhadap warisan leluhur yang memiliki nilai-nilai sejarah.
"Jaga terus nilai-nilai budaya. Dipelihara. Menjadi penting juga nilai-nilai yang terkandung. Ini tempat sangat netral. Sebagai edukasi bagi generasi muda. Membantu mendorong agar tempat ini jadi tempat yang nyaman," papar dia.
Adapun air yang digunakan untuk mencuci pusaka itu berasal dari 9 titik yang dinilai memiliki sejarah tersendiri. Ke 9 titik itu yakni Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari, Ciburuy, Cicamas dan Nunuk.
Di sini, keturunan kerajaan tersebut melakukan pencucian atau dalam bahasa lokal disebut nyiramkeun pusaka satu bulan lebih cepat, yakni bulan safar. Ratusan peninggalan masa kerajaan tempo dulu itu, dicuci dengan menggunakan air dari sumber 'khusus.'
Salah satu leluarga besar keturunan dari Kerajaan Talaga, Teten Wilman mengatakan, pihak keluarga sudah rutin menggelar tradisi tersebut secara turun temurun.
"Waktunya (nyiramkeun pusaka) itu pasti hari Senin, bulan Safar. Tanggalnya, tanggal belasan yang terakhir, di antara tanggal 13 atau 19. Waktunya pasti itu," kata Wilman seusai menggelar nyiramkeun pusaka, di museum Talaga Manggung, Senin (12/9/2022).
Ada beberapa tujuan dari dilaksanakannya nyiramkeun pusaka itu. Menjaga silaturahmi antar keluarga menjadi salah satu dari aktivitas itu.
"Intinya tujuan ini adalah silaturahmi sesama keturunan (Talaga Manggung). Tujuannya silaturahmi aja. Itung-itung memperingati leluhur kita," ungkap dia.
Di luar itu, nyiramkeun pusaka juga sebagai bentuk edukasi kepada generasi penerus. Sehingga, mereka bisa mengetahui sekaligus menggali nilai-nilai yang dipegang oleh kerajaan Talaga Manggung tempo dulu.
"Kita juga ingin memberi pengetahuan kepada masyarakat, bahwa di sini teh pernah ada sebuah kerajaan dan inilah bukti-buktinya," jelas dia
Tidak melulu senjata yang dicuci pada moment itu. Beberapa pusaka di antaranya juga berupa uang kuno.
"Benda pusaka banyak, ratusan, dengan berbagai jenis barang, dari mulai yang kuno, alat-alat senjata pribadi (seperti) keris, pedang dan lain sebagainya. Kemudian Goong renteng masih tersimpan cuma kondisinya udah tua sekali, pas ditabuh teh suaranya udah fals," beber dia.
Keluarga keturunan Kerajaan Talaga lainnya, TB Hasanuddin menilai, Kerajaan Talaga menjadi awal dari berdirinya Kabupaten Majalengka. "Tidak ada Majalengka kalau tidak ada Talaga Manggung," kata TB dalam sambutannya.
Ditegaskannya, ritual pencucian pusaka semata-mata untuk menjaga kondisi dari benda peninggalan itu.
"Pusaka-pusaka itu bukan kami sembah, tapi kami jaga, kami siramkan untuk disimpan baik untuk anak-cucu kita mengenal sejarah," jelas Hasanuddin yang juga anggota DPR RI itu.
"Kita akan perbesar lagi museum. Saya yakin pusaka Talaga Manggung tersebar di mana-mana. Sudah siap dikumpulkan kembali. Ini bukan tempatnya bermain politik. Ini tempat bersama," tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Bupati Majalengka Karna Sobahi berjanji, pemerintah akan memberi perhatian terhadap warisan leluhur yang memiliki nilai-nilai sejarah.
"Jaga terus nilai-nilai budaya. Dipelihara. Menjadi penting juga nilai-nilai yang terkandung. Ini tempat sangat netral. Sebagai edukasi bagi generasi muda. Membantu mendorong agar tempat ini jadi tempat yang nyaman," papar dia.
Adapun air yang digunakan untuk mencuci pusaka itu berasal dari 9 titik yang dinilai memiliki sejarah tersendiri. Ke 9 titik itu yakni Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari, Ciburuy, Cicamas dan Nunuk.
(san)