Gayatri, Putri Cantik Kerajaan Singasari di Balik Kejayaan Majapahit
loading...
A
A
A
GAYATRI dipinang Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309). Putri cantik dari Kerajaan Singasari itu menyandang status istri keempat yang bergelar Rajapatni atau pendamping raja.
Selain cantik, Gayatri memiliki kecerdasan dan ketangguhannya hingga Raden Wijaya mampu mendirikan Majapahit hingga mencapai kejayaan.
Dari pernikahan itulah lahir generasi-generasi terbaik Majapahit, salah satunya adalah Hayam Wuruk yang merupakan cucu dari Gayatri. Hayam Wuruk juga yang menciptakan legasi untuk mendiang neneknya karena keluhuran jasanya bagi berdiri hingga kesuksesan Majapahit.
Nagarakretagama menuliskan, Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanagara, raja terakhir Singasari, yaitu Tribhuwana bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni.
Raden Wijaya juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari. Dari kelima istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri. Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi. Tribhuwanotunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya.
Sosok Gayatri Rajapatni dalam sejarah kerajaan Majapahit disebutkan dalam buku “Gayatri Rajapatni; Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit” karya Earl Drake. Dijelaskan, Gayatri adalah putri bungsu Kertanegara, Raja Singhasari.
Serbuan Kerajaan Kediri meruntuhkan Kerajaan Singasari hingga menewaskan ayahnya, Kertanegara, Raja Singhasari. Sejak saat itu, Gayatri memiliki tekad untuk membangun kembali Kerajaan Singasari yang luluh lantak oleh serangan Jayakatwang, Raja Kediri.
Bersama dengan Raden Wijaya, Gayatri menyusun strategi untuk membangun sebuah tatanan pemerintahan di atas sisa kejayaan kerajaan Singasari. Putri yang digambarkan sebagai sosok Prajnaparamita atau Dewi Kebijaksanaan Tertinggi ini berhasil melahirkan pemimpin, bukan saja yang lahir dari rahimnya, tapi juga dari kebijaksanaan dan akal budinya.
Diakui sejarah atau tidak, Gayatri adalah sosok di belakang nama besar Raden Wijaya, suaminya, Gadjah Mada, mahapatihnya, Ratu Tribhuwana, putri sulungnya, dan cucunya, Raja Hayam Wuruk.
Dalam buku ini, digambarkan Gayatri Rajapatni lebih memilih untuk tidak menjadi raja Majapahit saat Jayanegara wafat, alih-alih menjadikan putrinya, Tribhuwana Tunggadewi, untuk menjadi raja. Langkah bijak tersebut diambil karena berbagai alasan, salah satunya karena Gayatri tidak ingin sengketa internal di masa lalu berlanjut, mengingat ia adalah putri raja Singasari.
Alasan lainnya adalah karena Gayatri telah memasuki masa bhiksuka. Gayatri dengan kearifannya lebih memilih menjadi “ibu suri” dan memastikan kerajaan Majapahit dijalankan oleh orang-orang yang tepat. Seperti bagaimana ia menjadikan seorang Gadjah Mada, seorang rakyat biasa menjadi Mahapatih.
Ia tidak hanya menuruti kehendak egonya semata untuk menjadi pemimpin, tetapi ia memikirkan masa depan kerajaan Majapahit. Gayatri dengan lelaku hidupnya sungguh telah memberikan inspirasi nyata bagi perempuan bahkan di masa kini.
Peranan Gayatri dalam Perjuangan Kitab Pararaton menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri. Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, ia menikahi Mahadewi dan Jayendradewi pula.
Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi. Pada saat Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri. Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali.
Pararaton menyebutkan, Raden Wijaya bersekutu dengan bangsa Tatar (Mongol) untuk dapat mengalahkan Jayakatwang. Konon raja Tatar bersedia membantu Majapahit karena Arya Wiraraja menawarkan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah. Kisah tersebut hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena tujuan utama pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese ke Tanah Jawa adalah untuk menaklukkan Kertanagara. Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja berbalik menyerang pasukan Tatar.
Dikisahkan dalam Pararaton bahwa, kedua putri siap untuk diserahkan dengan syarat tentara Tatar harus menyembunyikan senjata masing-masing, karena kedua putri tersebut ngeri melihat senjata dan darah. Maka, ketika pasukan Tatar, tanpa senjata, datang menjemput kedua putri, pasukan Raden Wijaya segera membantai mereka.
Gayatri Sepeninggal Jayanagara Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit sejak tahun 1293. Ia meninggal tahun 1309 dan digantikan putranya, yaitu Jayanagara. Pada tahun 1328 Jayanagara mati dibunuh Ra Tanca tanpa memiliki keturunan.
Menurut Nagarakretagama, sebagai sesepuh keluarga kerajaan yang masih hidup, Gayatri berhak atas tahta. Akan tetapi Gayatri saat itu sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dengan menjadi Bhiksuni (pendeta Buddha). Ia lalu memerintahkan putrinya, Tribhuwanotunggadewi naik tahta mewakilinya pada tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan.
Pada tahun 1350, Tribhuwanotunggadewi turun tahta bersamaan dengan meninggalnya Gayatri, walaupun ini diragukan kebenarannya karena menurut prasasti Singasari, Ratu Tribhuwana masih memerintah sampai tahun 1351.
Nagarakretagama seolah memberitakan kalau takhta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua dan garis keturunan yang masih tersisa adalah dari Gayatri.
Karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka pemerintahannya pun diwakili oleh puterinya, Tribhuwanotunggadewi yang diangkat sebagai Rajaputri (Raja perempuan), sebutan untuk membedakan dengan istilah "Ratu" dalam bahasa Jawa yang berarti "penguasa".
Sementara sejumlah pihak menganggap berita dalam Nagarakretagama tersebut kurang tepat, karena pada tahun 1351 Tribhuwanotunggadewi masih menjadi rajaputri, terbukti dengan ditemukannya prasasti Singasari.
Nagarakretagama dan Pararaton juga memberitakan pada tahun 1362 Hayam Wuruk (raja keempat) mengadakan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Gayatri Rajapatni. Meski tahun kelahiran dan usia Gayatri tidak diketahui secara pasti. Namun dia dipastikan meninggal dalam usia cukup tua berdasarkan tahun wafatnya.
Sumber:
Buku “Gayatri Rajapatni; Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit” karya Earl Drake, Dok/Sindonews
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Selain cantik, Gayatri memiliki kecerdasan dan ketangguhannya hingga Raden Wijaya mampu mendirikan Majapahit hingga mencapai kejayaan.
Dari pernikahan itulah lahir generasi-generasi terbaik Majapahit, salah satunya adalah Hayam Wuruk yang merupakan cucu dari Gayatri. Hayam Wuruk juga yang menciptakan legasi untuk mendiang neneknya karena keluhuran jasanya bagi berdiri hingga kesuksesan Majapahit.
Nagarakretagama menuliskan, Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanagara, raja terakhir Singasari, yaitu Tribhuwana bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni.
Raden Wijaya juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari. Dari kelima istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri. Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi. Tribhuwanotunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya.
Sosok Gayatri Rajapatni dalam sejarah kerajaan Majapahit disebutkan dalam buku “Gayatri Rajapatni; Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit” karya Earl Drake. Dijelaskan, Gayatri adalah putri bungsu Kertanegara, Raja Singhasari.
Serbuan Kerajaan Kediri meruntuhkan Kerajaan Singasari hingga menewaskan ayahnya, Kertanegara, Raja Singhasari. Sejak saat itu, Gayatri memiliki tekad untuk membangun kembali Kerajaan Singasari yang luluh lantak oleh serangan Jayakatwang, Raja Kediri.
Bersama dengan Raden Wijaya, Gayatri menyusun strategi untuk membangun sebuah tatanan pemerintahan di atas sisa kejayaan kerajaan Singasari. Putri yang digambarkan sebagai sosok Prajnaparamita atau Dewi Kebijaksanaan Tertinggi ini berhasil melahirkan pemimpin, bukan saja yang lahir dari rahimnya, tapi juga dari kebijaksanaan dan akal budinya.
Diakui sejarah atau tidak, Gayatri adalah sosok di belakang nama besar Raden Wijaya, suaminya, Gadjah Mada, mahapatihnya, Ratu Tribhuwana, putri sulungnya, dan cucunya, Raja Hayam Wuruk.
Dalam buku ini, digambarkan Gayatri Rajapatni lebih memilih untuk tidak menjadi raja Majapahit saat Jayanegara wafat, alih-alih menjadikan putrinya, Tribhuwana Tunggadewi, untuk menjadi raja. Langkah bijak tersebut diambil karena berbagai alasan, salah satunya karena Gayatri tidak ingin sengketa internal di masa lalu berlanjut, mengingat ia adalah putri raja Singasari.
Alasan lainnya adalah karena Gayatri telah memasuki masa bhiksuka. Gayatri dengan kearifannya lebih memilih menjadi “ibu suri” dan memastikan kerajaan Majapahit dijalankan oleh orang-orang yang tepat. Seperti bagaimana ia menjadikan seorang Gadjah Mada, seorang rakyat biasa menjadi Mahapatih.
Ia tidak hanya menuruti kehendak egonya semata untuk menjadi pemimpin, tetapi ia memikirkan masa depan kerajaan Majapahit. Gayatri dengan lelaku hidupnya sungguh telah memberikan inspirasi nyata bagi perempuan bahkan di masa kini.
Peranan Gayatri dalam Perjuangan Kitab Pararaton menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri. Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, ia menikahi Mahadewi dan Jayendradewi pula.
Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi. Pada saat Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri. Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali.
Pararaton menyebutkan, Raden Wijaya bersekutu dengan bangsa Tatar (Mongol) untuk dapat mengalahkan Jayakatwang. Konon raja Tatar bersedia membantu Majapahit karena Arya Wiraraja menawarkan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah. Kisah tersebut hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena tujuan utama pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese ke Tanah Jawa adalah untuk menaklukkan Kertanagara. Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja berbalik menyerang pasukan Tatar.
Dikisahkan dalam Pararaton bahwa, kedua putri siap untuk diserahkan dengan syarat tentara Tatar harus menyembunyikan senjata masing-masing, karena kedua putri tersebut ngeri melihat senjata dan darah. Maka, ketika pasukan Tatar, tanpa senjata, datang menjemput kedua putri, pasukan Raden Wijaya segera membantai mereka.
Gayatri Sepeninggal Jayanagara Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit sejak tahun 1293. Ia meninggal tahun 1309 dan digantikan putranya, yaitu Jayanagara. Pada tahun 1328 Jayanagara mati dibunuh Ra Tanca tanpa memiliki keturunan.
Menurut Nagarakretagama, sebagai sesepuh keluarga kerajaan yang masih hidup, Gayatri berhak atas tahta. Akan tetapi Gayatri saat itu sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dengan menjadi Bhiksuni (pendeta Buddha). Ia lalu memerintahkan putrinya, Tribhuwanotunggadewi naik tahta mewakilinya pada tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan.
Pada tahun 1350, Tribhuwanotunggadewi turun tahta bersamaan dengan meninggalnya Gayatri, walaupun ini diragukan kebenarannya karena menurut prasasti Singasari, Ratu Tribhuwana masih memerintah sampai tahun 1351.
Nagarakretagama seolah memberitakan kalau takhta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua dan garis keturunan yang masih tersisa adalah dari Gayatri.
Karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka pemerintahannya pun diwakili oleh puterinya, Tribhuwanotunggadewi yang diangkat sebagai Rajaputri (Raja perempuan), sebutan untuk membedakan dengan istilah "Ratu" dalam bahasa Jawa yang berarti "penguasa".
Sementara sejumlah pihak menganggap berita dalam Nagarakretagama tersebut kurang tepat, karena pada tahun 1351 Tribhuwanotunggadewi masih menjadi rajaputri, terbukti dengan ditemukannya prasasti Singasari.
Nagarakretagama dan Pararaton juga memberitakan pada tahun 1362 Hayam Wuruk (raja keempat) mengadakan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Gayatri Rajapatni. Meski tahun kelahiran dan usia Gayatri tidak diketahui secara pasti. Namun dia dipastikan meninggal dalam usia cukup tua berdasarkan tahun wafatnya.
Sumber:
Buku “Gayatri Rajapatni; Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit” karya Earl Drake, Dok/Sindonews
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(nic)