Menyisik Uang Daring dari Sekotak Kandang Bambu

Senin, 27 April 2020 - 11:04 WIB
loading...
Menyisik Uang Daring...
Sekitar 3,5 tahun, Robin bersama puluhan keluarga di Merden, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, membuat kandang ayam dari bambu. Foto/Dok/Pribadi
A A A
BANDUNG - SEKITAR 3,5 tahun, Robin bersama puluhan keluarga di Merden, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, membuat kandang ayam dari bambu. Kemampuannya mengolah limbah bambu memberi manfaat ekonomi bagi keluarganya. Kandang yang terlihat sederhana itu, jugaberdampak ekonomi bagi banyak sektor sejak e-commerce berkembang pesat di Indonesia.

Pagi itu, Robin kembali memulai aktivitas memilah limbah bambu yang telah tertumpuk di sekitar rumahnya. Bambu yang masih layak dengan panjang lebih dari 80 cm diambilnya untuk dibersihkan menggunakan golok. Disisik kulit tajamnya dan dipotong sesuai ukuran, agar panjang dan lebarnya sesuai.

Setidaknya, dibutuhkan sekitar 110 bilah bambu untuk membuat satu kandang ayam persegi empat ini. Bagi yang sudah ahli, paling cepat membutuhkan waktu 1 hingga 2 jam untuk menyelesaikan sebuah kandang ayam yang bisa dibongkar pasang ini.

"Jadi ini memanfaatkan sisa bambu dari para perajin perabotan rumah tangga berbahan bambu. Daripada dibuang atau menjadi kayu bakar, mereka mengirimnya ke sini. Harganya juga lebih murah, dibandingkan menebang langsung dari kebun," katanya.

Kendati bukan menjadi pekerjaan utama, Robin telah mendapat banyak manfaat dari membuat kandang bambu. Saat pesanan normal, Robin mampu membuat antara tiga hingga lima kandang per hari. Itu setara dengan penghasilannya sekitar Rp40.000.

"Tapi itupun tergantung kondisi pesanan. Kalau lagi normal bisa dapat Rp40.000. Bahkan kalau pesanan lagi banyak, penghasilan kami bisa mencapai Rp80.000. Tetapi, kalau lagi sulit, seperti saat sekarang ada Corona, pesanan bisa sedikit. Produksi pun sedikit, bahkan berhenti," bebernya.

Penghasilan itu baginya cukup besar untuk standar di kampungnya. Apalagi, Desa Merden yang awalnya mengandalkan sektor pertanian sebagai penghasilan utama, tak memberi banyak harapan di tengah disrupsi zaman. Lapangan pekerjaan pun nyaris minim.

"Mungkin ada puluhan warga dari 10 RT dan tiga kelurahan yang terlibat membuat kandang bambu ini. Mereka mengolah sesuai bidangnya masing-masing, sebelum akhirnya dirakit menjadi kandang ayam siap jual," kata kepala rumah tangga dengan dua anak itu.

Robin hanyalah satu dari sekian banyak warga yang terlibat pada produksi kandang ayam ini. Dia mengaku, sejak pesanan kandang ayam dari Jakarta terus meningkat, ekonomi keluarganya pun membaik. Setidaknya kebutuhan pangan, sandang, dan perumahan bisa diatasi.

Berbeda ketika dia dan mayoritas masyarakat di Desa Sikalong, RT 7/RW 7 hanya mengandalkan penghasilan dari membuat gula kelapa. Tidak stabilnya cuaca, terkadang membuat air perasan bunga kelapa, tidak menentu. Kondisi ini terkadang membuat himpitan ekonomi bagi keluarga dan lingkungannya.

Dia mengaku sangat terbantu dengan banyaknya pesanan kandang ayam ini. Selama ini, hasil kerajinan kandang ayam berukuran 70x70 cm persegi ini dikoordinir oleh kakaknya. Dalam satu pekan, kata dia, pesanan kandang ayam dari Jakarta bisa mencapai 1.000 buah.

Dia tidak tahu, kenapa kota besar seperti Jakarta membutuhkan kandang ayam sebanyak itu. Namun informasi yang diperoleh, kandang ayam itu dijual ke sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan, jangkauan bisa ke seluruh nusantara mengandalkan penjualan melalui marketplace.

Benar saja, kendati hanya sebuah kandang ayam, produk ini terpampang di Tokopedia, Bukalapak, dan marketplace besar lainnya. Beberapa mitra pedagang di Tokopedia misalnya mencatat penjualan hingga ratusan unit. Bahkan, produk ini pun banyak dijual dropshipper lainnya.

Robin sendiri tidak mengerti bagaimana sistem penjualan online. Jangankan mencoba menjual sendiri melalui marketplace, menyentuh smartphone pun jarang. Walaupun, dia tahu bahwa berdagang secara online akan diakses oleh banyak orang dari semua wilayah di Indonesia, bahkan luar negeri.

Untuk mayoritas masyarakat di kampungnya, membeli kuota internet akan sangat menyedot keuangan keluarga. Uang yang didapat dari hasil bekerja dan bertani, lebih banyak dipakai untuk kebutuhan makan dan hidup sehari hari.

Kendati begitu, dia bersyukur perkembangan teknologi komunikasi yang diikuti munculnya marketplace membuat ekonomi di kampungnya berdenyut. Dia meyakini, bila kandang ini tak dijual secara online, pesanan kandang ayam akan minim, karena terbatasnya pemasaran.

Bahkan, bagi sebagian orang, kandang ayam bukan barang bernilai. Tetapi karena bentuknya yang ramping, mudah dirakit, murah, dan ramah lingkungan, kandang ini banyak diburu. Kandang ini pun cocok untuk hewan peliharaan lainnya seperti kelinci, kucing, anjing, dan lainnya.

Apalagi, pamor kandang ayam ini cukup dikenal masyarakat setelah digunakan di salah satu sinetron "Pangkalan Ojek". Sinetron ini tayang di RCTI setiap sore, dan menjadi sinetron yang banyak ditunggu tinggi masyarakat Indonesia.

Salah satu konsumen kandang ayam, Yanti mengaku, tidak menyangka bila kandang ayam yang terkesan sederhana itu dibuat oleh puluhan tangan-tangan terampil dari perkampungan kecil di pinggiran Jawa Tengah. Bahkan produk kandang itu telah mampu menggerakan ekonomi masyarakat di kawasan itu.

Menurut dia, kegemarannya memelihara hewan seperti kucing dan kelinci membuatnya harus mencari kandang yang cocok, murah, dan ramah lingkungan. Namun tempat tinggalnya di kota besar seperti Bandung, cukup sulit mendapatkan kandang yang sesuai keinginannya.

Namun perkembangan teknologi komunikasi memberinya kemudahan. Awalnya, Yanti hanya iseng mencari kandang untuk hewan peliharaannya di beberapa platform digital seperti Tokopedia dan Bukalapak. "Ternyata di situ ada yang jual kandang ayam dari bambu. Bahkan harganya relatif terjangkau, di bawah Rp100.000-an," katanya.

Menurut dia, platform digital belanja online mempermudah dia mencari barang kebutuhan rumah tangga. Apalagi, posisinya sebagai ibu rumah tangga terkadang sulit bila harus belanja keluar rumah. Harga jual di market place pun cenderung lebih terjangkau, dibandingkan beli langsung secara offline.

"Semua jenis barang dari berbagai daerah di Indonesia bisa saya dapatkan lewat handphone. Bahkan ada produk yang harganya lebih murah daripada beli offline. Mungkin karena penjualnya adalah produsennya langsung, jadi lebih murah," kata dia.

Walaupun, diakuinya, ongkos kirim barang di Indonesia cenderung masih cukup mahal dan lama. Terkadang, ongkos kirim produk hampir setengahnya dari harga barang. Padahal, bila ongkos kirim bisa ditekan, dia yakin belanja online di Indonesia semakin menggeliat.

Pemerataan ekonomi
Menggeliatnya belanja online di Indonesia sejak lima tahun terakhir, pastinya memberi dampak ekonomi bagi banyak pihak. Produsen yang awalnya memiliki keterbatasan pemasaran, kini lebih terbantu. Tak hanya itu, muncul produsen baru yang menghasilkan beragam produk kreatif.
Menyisik Uang Daring dari Sekotak Kandang Bambu

Salah satu marketplace Tokopedia mencatat, ada lebih dari 6,8 juta masyarakat Indonesia yang menjual produknya di Tokopedia (2018). Mereka menjual lebih dari 200 juta jenis produk. Yang menarik, 86,5% di antara jutaan penjual itu adalah pebisnis baru dan 38,6% lainnya adalah kreator lokal.

Riset Lembaga Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada 2018-2019 mencatat bahwa Tokopedia telah memberikan pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia.

Secara nasional, selama 2018, Gross Merchandise Value Tokopedia telah berhasil menembus angka Rp73 triliun. Nilai ini diperkirakan naik menjadi Rp222 triliun pada 2019 atau setara dengan 1,5% perekonomian Indonesia.

Tokopedia, juga telah berhasil menciptakan 857.000 lapangan kerja baru, dari penjual aktif Tokopedia yang berada di Aceh sampai Papua. Jumlah ini setara dengan 10,3% dari total lapangan pekerjaan baru untuk Indonesia pada tahun 2018. Sebanyak 309.000 di antaranya bahkan menjadikan Tokopedia sebagai sumber penghasilan utama.

Persebaran lapangan kerja tersebut meliputi beberapa wilayah Indonesia, seperti DKI Jakarta (207.117 lapangan kerja), Jawa Barat (172.348 lapangan kerja), Jawa Timur (112.488 lapangan kerja), Sumatera Utara (21.746 lapangan kerja), Bali (25.699 lapangan kerja), Sulawesi Selatan (7.194 lapangan kerja), Nusa Tenggara Barat (3.001 lapangan kerja) dan sebagainya.

Di Jawa Barat, kontribusi Tokopedia terhadap Gross Domestik Bruto (GDP) pada 2019 diperkirakan mencapai Rp32,1 triliun. Diperkirakan naik hampir tiga kali lipat dari tahun 2018. Pada tahun 2018, Tokopedia telah berhasil berkontribusi terhadap GDP Jawa Barat sebesar Rp11,3 triliun.

Tokopedia juga turut berkontribusi terhadap total pendapatan rumah tangga penduduk Jawa Barat pada tahun 2018 sebesar Rp3,6 triliun. Tahun 2019 diprediksi bakal meningkat menjadi Rp10, 3 triliun.

Sementara itu, data yang dilansir East Ventures Digital Competitiveness Index 2020, ekonomi digital di Indonesia diperkirakan akan tumbuh semakin pesat. Sebagaimana kajian Google, Temasek, dan Bain Company bertajuk “e-Conomy SEA 2019”, nilai ekonomi digital diperkirakan mencapai US$ 40 miliar pada 2019. Angka itu diprediksi akan meningkat, mencapai US$ 133 miliar pada 2025. E-commerce diprediksi menjadi sektor yang akan tumbuh paling cepat dalam 5 tahun ke depan.

Potensi yang cukup besar itu diprediksi bakal memberi dampak ekonomi dan terciptanya lapangan kerja di Indonesia. East Ventures - Digital Competitiveness Index 2020 menyebut, Indonesia menjadi pasar potensial untuk pengembangan ekonomi digital. Hal itu bisa dibuktikan tumbuh suburnya berbagai platform digital, seperti e-commerce, ride hailling, financial technology, hingga online travelling.

Kendati begitu, Indonesia akan terus menghadapi disrupsi ekonomi, baik dari sisi peluang ekonomi dan lapangan kerja. Sepanjang tahun 2019 misalnya, ratusan gerai toko modern tutup, memaksa efisiensi tenaga kerja. Begitupun di sektor perbankan, maraknya financial technology membuat perlambatan penyaluran kredit.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2821 seconds (0.1#10.140)