Kisah Siasat Raja Mataram Utus Wanita Cantik untuk Taklukkan Madiun
loading...
A
A
A
Adipati Madiun, Rangga Jumena yang merupakan putra bungsu Sultan Trenggana tengah mengumpulkan para bupati untuk mempersiapkan pasukan masing-masing menghadapi gelombang serangan dari Mataram. Bentrokan berdarah tak dapat dihindarkan lagi, Mataram menghadapi serangan besar dari Madiun, dan Ponorogo.
Di tengah keterdesakan itu, Raja Mataram, Danang Sutawijaya yang memiliki gelar Panembahan Senopati sadar jumlah pasukannya kalah. Sebagai komandan perang yang sangat cerdas, Panembahan Senopati menjalankan strategi tipu muslihat dengan pura-pura menyerah kepada Madiun.
Pernyataan menyerah Mataram itu ia tulis di dalam sebuah surat yang diantarkan seorang wanita ke Madiun. Setelah surat diterima oleh Adipati Madiun, maka isi surat itu langsung disebarkan ke seluruh bupati yang awalnya membantu Madiun.
Pengumuman ini membuat para bupati dan pasukannya bubar serta menarik diri untuk pulang. Ketika sekutu Madiun sudah mulai pulang, maka Madiun tinggallah sendirian. Saat itulah, Panembahan Senopati langsung bergerak menuju Madiun, menggerakkan pasukan Mataram dan melakukan penyerangan.
Serangan Panembahan Senopati yang sifatnya mendadak ini, membuat Madiun kalang kabut. Madiun berhasil dikuasai oleh Mataram secara mudah. Kisah ini penakhlukan Madiun oleh Mataram dengan siasat cerdik itu, ditulis Peri Mardiono dalam bukunya yang berjudul "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Sementara dilansir dari madiunkab.go.id, tentang sejarah Madiun, disebutkan pada tahun 1586 dan 1587 Mataram melakukan penyerangan ke Purbaya (sebelum diganti nama menjadi Madiun), namun Mataram menderita kekalahan berat.
Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya, hingga membuat Adipati Rangga Jumena kabur ke Surabaya. Sementara istana Purabaya hanya dipertahankan oleh putri, Adipati Rangga Jumena, Raden Ayu Retno Djumilah dengan sejumlah kecil pengawalnya.
Baca Juga
Di tengah keterdesakan itu, Raja Mataram, Danang Sutawijaya yang memiliki gelar Panembahan Senopati sadar jumlah pasukannya kalah. Sebagai komandan perang yang sangat cerdas, Panembahan Senopati menjalankan strategi tipu muslihat dengan pura-pura menyerah kepada Madiun.
Pernyataan menyerah Mataram itu ia tulis di dalam sebuah surat yang diantarkan seorang wanita ke Madiun. Setelah surat diterima oleh Adipati Madiun, maka isi surat itu langsung disebarkan ke seluruh bupati yang awalnya membantu Madiun.
Pengumuman ini membuat para bupati dan pasukannya bubar serta menarik diri untuk pulang. Ketika sekutu Madiun sudah mulai pulang, maka Madiun tinggallah sendirian. Saat itulah, Panembahan Senopati langsung bergerak menuju Madiun, menggerakkan pasukan Mataram dan melakukan penyerangan.
Serangan Panembahan Senopati yang sifatnya mendadak ini, membuat Madiun kalang kabut. Madiun berhasil dikuasai oleh Mataram secara mudah. Kisah ini penakhlukan Madiun oleh Mataram dengan siasat cerdik itu, ditulis Peri Mardiono dalam bukunya yang berjudul "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Sementara dilansir dari madiunkab.go.id, tentang sejarah Madiun, disebutkan pada tahun 1586 dan 1587 Mataram melakukan penyerangan ke Purbaya (sebelum diganti nama menjadi Madiun), namun Mataram menderita kekalahan berat.
Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya, hingga membuat Adipati Rangga Jumena kabur ke Surabaya. Sementara istana Purabaya hanya dipertahankan oleh putri, Adipati Rangga Jumena, Raden Ayu Retno Djumilah dengan sejumlah kecil pengawalnya.