Pj Wali Kota Kaji Pembatasan Ruang Gerak Warga Keluar Masuk Makasar
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin mengaku, tengah menggodok rencana untuk menekan penularan COVID-19 di Makassar. Salah satu caranya, yakni pembatasan ruang gerak warga keluar masuk di Kota Makassar. Baca : Bertambah 188, Positif COVID-19 di Sulsel Nyaris Tembus 5.000 Kasus
Dia mengaku, cara ini dengan mempersempit ruang gerak COVID-19 yang selama ini bisa saja menular karena pergerakan manusia. "Intinya begini, tujuannya adalah bagaimana untuk menekan, mempersempit ruang gerak COVID. Kalau penyebaran kita tidak batasi, tidak sempitkan, jangan harap ini terkendali," ungkap Rudy kepada SINDOnews, kemarin.
Rudy mengatakan, opsi pembatasan ruang gerak ini dengan mempertimbangkan karena Kota Makassar menjadi episentrum penularan virus corona di Sulsel. Dikhawatirkan, jika pembatasan ruang gerak tidak dilakukan, bisa berdampak luas ke daerah lain di Sulsel.
Dia memaparkan, Kota Makassar selama ini menjadi penyumbamg angka kasus COVID-19 di Sulsel. Makanya, jika Kota Makassar bisa ditangani, maka 80% kasus COVID-19 secara umum di Sulsel bisa ikut terselesaikan. Baca Juga : Kisah Wisatawan COVID-19: Sembuh Setelah 18 Hari Jalani Isolasi di Hotel
Pembatasan ruang gerak warga warga ini dilatakan akan dilakukan dengan syarat tertentu. Warga yang hendak keluar-masuk Makassar, setidaknya harus mengantongi surat keterangan bebas COVID-19. Mereka yang tidak mengantongi ini, tidak diperbolehkan keluar-masuk Kota Makassar.
Namun demikian, Rudy mengaku rencana ini merupakan opsi yang sementara dipertimbangkan. Wacana tersebut masih sementara digodok oleh tim ahli Gugus Tugas COVID-19 Kota Makassar. Dia tak ingin gegabah menerapkan ini yang kemudian hari justru memberatkan warga.
"Yakin dan percaya saja, bahwa yang akan kita lakukan ini sementara dikaji oleh teman-teman di Pemkot Makassar. Kita akan ambil langkah yang paling minimal pengaruhnya kepada masyarakat. Mempertimbngkan resiko yang terkecil dengan pertimbangan hambatan yang terkecil impact-nya kepada masyarakat untuk bisa menerapkan tersebut," urai dia.
Apalagi Rudy mengaku, kebijakan ini rencananya akan diatur dalam peraturan wali kota (perwali) yang baru. Regulasi inipun sementara digodok. Diharapkan, aturan ini bisa mempertegas terkait langkah pegawasan Pemkot Makassar untuk mendorong kepatuhan masyarakat.
Dia mengaku, regulasi baru ini akan melengkapi Perwali Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Kesehatan yang telah diterbitkan Pj Wali Kota Makassar sebelumnya. "Perwali 31 itukan kita evaluasi. Kalau ada yang kurang, nanti, kita lengkapi di regulasi yang baru," sebut dia.
Rudy melanjutkan, dalam perwali baru yang sementara dikaji ini diharapkan sudah ada aturan yang betul-betul mengikat terkait langkah pengawasan yang dilakukan Pemkot Makassar kedepan. Utamanya dalam hal menggalakkan edukasi untuk mendorong tingkat kepatugan masyarakat.
"Pemkot Makassar sekarang sedang menggodok perwali untuk melakukan tindakan langkah-langkah bagaimana edukasi massal dilakukan. Jadi harus edukasinya massal, kita harus sadarkan kembali masyarakat yang bisa melawan provokator-provokator," tambah Rudy yang juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulsel ini.
Ketua Gugus Tugas COVID-19 Kota Makassar ini mengatakan, setidaknya ada kunci penanganan COVID-19. Diantaranya, kepatuhan, kejujuran, dan kebersamaan. Unsur RT/RW akan dijadikan garda terdepan dalam pelaksanaannya. "Jadi kita harus tumbuhkan ke masyarakat bahwa kita harus bersama, bahwa COVID-19 ini musuh bersama," jelas Rudy.
Sementara Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin mengatakan, penanganan COVID-19 di Sulsel melalui program trisula. Atau yang disebut tiga upaya pengendalian pengendalian COVID-19, yakni massive tracking, intensive testing, dan public health education.
Namun demikian dia mengaku, ketiga langkah ini masih perlu dimaksimalkan lagi. Utamanya pada pelaksanaan testing yang dikatakan masih perlu digalakkan, karena capaiannya masih setengah dari target yang dicanangkan.
"Poinnya adalah aksekerasi program trisula, yakni edukasi covid secara intensif, massif tracking dan dan agressif testing. Untuk agressive testing capaiannya baru 50% dari 1% jumlah penduduk Sulsel. Ini yang digenjot," ucap Ridwan.
Dia mengaku, testing massif ini difokuskan ke daerah episentrum. Utamanya pada daerah yanb mengalami ekskalasi peningkatan kasus COVID-19. Diantaranya berfokus pada Kota Makassar, Gowa, Maros, dan Takalar.
Data Gugus Tugas COVID-19 Sulsel per tanggal 29 Juni 2020, ada penambahan 197 kasus bari terkonfirmasi positif COVID-19 di Sulsel. Demgan rincian, 143 diantaranya berada di Kota Makassar, Bulukumba 36, Jeneponto 7, Gowa 4, Takalar 4, dan Maros 3 kasus baru.
Dengan demikian total kasus positif COVID-19 hingga saat ini tercatat 4.996. Namun 1.771 diantaranya dinyatakan telah sembuh, dan 164 orang dinyatakan meninggal dunia. Baca Lagi : COVID-19 Bisa Selesai dengan Disiplin dan Kepatuhan, Bukan Anggaran Besar
Dia mengaku, cara ini dengan mempersempit ruang gerak COVID-19 yang selama ini bisa saja menular karena pergerakan manusia. "Intinya begini, tujuannya adalah bagaimana untuk menekan, mempersempit ruang gerak COVID. Kalau penyebaran kita tidak batasi, tidak sempitkan, jangan harap ini terkendali," ungkap Rudy kepada SINDOnews, kemarin.
Rudy mengatakan, opsi pembatasan ruang gerak ini dengan mempertimbangkan karena Kota Makassar menjadi episentrum penularan virus corona di Sulsel. Dikhawatirkan, jika pembatasan ruang gerak tidak dilakukan, bisa berdampak luas ke daerah lain di Sulsel.
Dia memaparkan, Kota Makassar selama ini menjadi penyumbamg angka kasus COVID-19 di Sulsel. Makanya, jika Kota Makassar bisa ditangani, maka 80% kasus COVID-19 secara umum di Sulsel bisa ikut terselesaikan. Baca Juga : Kisah Wisatawan COVID-19: Sembuh Setelah 18 Hari Jalani Isolasi di Hotel
Pembatasan ruang gerak warga warga ini dilatakan akan dilakukan dengan syarat tertentu. Warga yang hendak keluar-masuk Makassar, setidaknya harus mengantongi surat keterangan bebas COVID-19. Mereka yang tidak mengantongi ini, tidak diperbolehkan keluar-masuk Kota Makassar.
Namun demikian, Rudy mengaku rencana ini merupakan opsi yang sementara dipertimbangkan. Wacana tersebut masih sementara digodok oleh tim ahli Gugus Tugas COVID-19 Kota Makassar. Dia tak ingin gegabah menerapkan ini yang kemudian hari justru memberatkan warga.
"Yakin dan percaya saja, bahwa yang akan kita lakukan ini sementara dikaji oleh teman-teman di Pemkot Makassar. Kita akan ambil langkah yang paling minimal pengaruhnya kepada masyarakat. Mempertimbngkan resiko yang terkecil dengan pertimbangan hambatan yang terkecil impact-nya kepada masyarakat untuk bisa menerapkan tersebut," urai dia.
Apalagi Rudy mengaku, kebijakan ini rencananya akan diatur dalam peraturan wali kota (perwali) yang baru. Regulasi inipun sementara digodok. Diharapkan, aturan ini bisa mempertegas terkait langkah pegawasan Pemkot Makassar untuk mendorong kepatuhan masyarakat.
Dia mengaku, regulasi baru ini akan melengkapi Perwali Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Kesehatan yang telah diterbitkan Pj Wali Kota Makassar sebelumnya. "Perwali 31 itukan kita evaluasi. Kalau ada yang kurang, nanti, kita lengkapi di regulasi yang baru," sebut dia.
Rudy melanjutkan, dalam perwali baru yang sementara dikaji ini diharapkan sudah ada aturan yang betul-betul mengikat terkait langkah pengawasan yang dilakukan Pemkot Makassar kedepan. Utamanya dalam hal menggalakkan edukasi untuk mendorong tingkat kepatugan masyarakat.
"Pemkot Makassar sekarang sedang menggodok perwali untuk melakukan tindakan langkah-langkah bagaimana edukasi massal dilakukan. Jadi harus edukasinya massal, kita harus sadarkan kembali masyarakat yang bisa melawan provokator-provokator," tambah Rudy yang juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulsel ini.
Ketua Gugus Tugas COVID-19 Kota Makassar ini mengatakan, setidaknya ada kunci penanganan COVID-19. Diantaranya, kepatuhan, kejujuran, dan kebersamaan. Unsur RT/RW akan dijadikan garda terdepan dalam pelaksanaannya. "Jadi kita harus tumbuhkan ke masyarakat bahwa kita harus bersama, bahwa COVID-19 ini musuh bersama," jelas Rudy.
Sementara Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin mengatakan, penanganan COVID-19 di Sulsel melalui program trisula. Atau yang disebut tiga upaya pengendalian pengendalian COVID-19, yakni massive tracking, intensive testing, dan public health education.
Namun demikian dia mengaku, ketiga langkah ini masih perlu dimaksimalkan lagi. Utamanya pada pelaksanaan testing yang dikatakan masih perlu digalakkan, karena capaiannya masih setengah dari target yang dicanangkan.
"Poinnya adalah aksekerasi program trisula, yakni edukasi covid secara intensif, massif tracking dan dan agressif testing. Untuk agressive testing capaiannya baru 50% dari 1% jumlah penduduk Sulsel. Ini yang digenjot," ucap Ridwan.
Dia mengaku, testing massif ini difokuskan ke daerah episentrum. Utamanya pada daerah yanb mengalami ekskalasi peningkatan kasus COVID-19. Diantaranya berfokus pada Kota Makassar, Gowa, Maros, dan Takalar.
Data Gugus Tugas COVID-19 Sulsel per tanggal 29 Juni 2020, ada penambahan 197 kasus bari terkonfirmasi positif COVID-19 di Sulsel. Demgan rincian, 143 diantaranya berada di Kota Makassar, Bulukumba 36, Jeneponto 7, Gowa 4, Takalar 4, dan Maros 3 kasus baru.
Dengan demikian total kasus positif COVID-19 hingga saat ini tercatat 4.996. Namun 1.771 diantaranya dinyatakan telah sembuh, dan 164 orang dinyatakan meninggal dunia. Baca Lagi : COVID-19 Bisa Selesai dengan Disiplin dan Kepatuhan, Bukan Anggaran Besar
(sri)