Nasib Ribuan Pegawai Honorer di Ujung Tanduk, Ridwan Kamil Bentuk Gugus Tugas
loading...
A
A
A
BANDUNG - Nasib ribuan pegawai honorer di Jawa Barat saat ini berada di ujung tanduk, di tengah persoalan yang dihadapi itu, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil memberikan solusi untuk membantu mengatasinya.
Salah satu solusi yang dihadirkan Ridwan Kamil, yakni membentuk gugus tugas untuk menentukan nasib pegawai honorer, khususnya guru dan pegawai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Jabar yang kini di ujung tanduk.
Pembentukan gugus tugas khusus tersebut juga menjadi jawaban atas aksi unjuk rasa yang dilakukan guru dan pegawai fasyankes, baik tenaga kesehatan (nakes) maupun non-nakes yang menuntut status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di depan Gedung Sate, Kota Bandung, baru-baru ini.
Rencana pembentukan gugus tugas mengemuka seusai pertemuan antara Ridwan Kamil dan perwakilan guru dan pegawai fasyankes honorer di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (9/8/2022).
"Solusi Jabar adalah akan membentuk gugus tugas antara perwakilan mereka dengan tim Jabar untuk secara transparan mencari solusi (aturan)," kata Ridwan Kamil.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengakui, para pegawai honorer kini kebingungan menghadapi kebijakan pemerintah terkait status kepegawaiannya. Oleh karenanya, kata Kang Emil, kehadiran gugus tugas diharapkan memberikan jalan terang dalam penentuan nasib pegawai honorer.
"Kalau itu kewenangan pusat, kita berjuang bersama-sama ke pusat. Kalau kewenangan provinsi, kita cari solusi di provinsi. Kalau kewenangannya di bupati/wali kota, kita bikin edaran dan lain sebagainya," jelasnya.
Kang Emil juga menegaskan bahwa Pemprov Jabar tidak akan tinggal diam menghadapi persoalan pegawai honorer. Semua upaya, kata dia, akan dilakukan untuk menentukan nasib pegawai honorer di Jabar.
"Gubernur memperjuangkan aspirasi mereka, tetapi akan realistis. Kalau belum, kita akan sampaikan secara jujur. Kalau bisa diubah dengan aturan, juga akan kita upayakan sehingga tidak perlu ada misskomunikasi," katanya.
Kang Emil pun mengakui bahwa peran pegawai honorer di Jabar sangat besar. Namun, dia juga merasakan betul jika penghasilan pegawai honorer jauh dari kata layak mengingat pendapatan mereka tak sebanding tanggung jawabnya.
"Di era pandemi Covid-19, tenaga kesehatan dibutuhkan sangat banyak, tapi seringkali tempat mereka bekerja masih perlu meningkatkan pendapatan unit kerjanya," katanya.
Sebelumnya diberitakan, desakan agar pemerintah segera mengangkat ribuan pegawai honorer fasyankes), baik nakes maupun non-nakes di Jabar menjadi PPPK semakin kuat.
Setelah menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/8/2022) lalu, desakan kembali disampaikan ribuan pegawai honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes (FKHF) Jabar itu.
Wakil Ketua FKHF Jabar, Saeful Anwar mengatakan, total pegawai honorer fasyankes di Jabar mencapai sekitar 65.000 orang. Bahkan, nakes yang bekerja di fasyankes Jabar sekitar 70-75 persennya masih berstatus honorer.
"Kami kini kebingungan. Kami ingin memperbaiki nasib, tidak hanya sekadar (jadi) non-ASN atau honorer, tetapi PPPK," tegas Saeful.
Kondisi bingung yang dirasakan pegawai honorer fasyankes diperparah dengan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Bahkan, Saeful pun menilai, hadirnya Peraturan Presiden (PP) Nomor 49 Tahun 2018 telah mengancam nasib seluruh pegawai honorer fasyankes.
Salah satu solusi yang dihadirkan Ridwan Kamil, yakni membentuk gugus tugas untuk menentukan nasib pegawai honorer, khususnya guru dan pegawai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Jabar yang kini di ujung tanduk.
Pembentukan gugus tugas khusus tersebut juga menjadi jawaban atas aksi unjuk rasa yang dilakukan guru dan pegawai fasyankes, baik tenaga kesehatan (nakes) maupun non-nakes yang menuntut status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di depan Gedung Sate, Kota Bandung, baru-baru ini.
Rencana pembentukan gugus tugas mengemuka seusai pertemuan antara Ridwan Kamil dan perwakilan guru dan pegawai fasyankes honorer di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (9/8/2022).
"Solusi Jabar adalah akan membentuk gugus tugas antara perwakilan mereka dengan tim Jabar untuk secara transparan mencari solusi (aturan)," kata Ridwan Kamil.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengakui, para pegawai honorer kini kebingungan menghadapi kebijakan pemerintah terkait status kepegawaiannya. Oleh karenanya, kata Kang Emil, kehadiran gugus tugas diharapkan memberikan jalan terang dalam penentuan nasib pegawai honorer.
"Kalau itu kewenangan pusat, kita berjuang bersama-sama ke pusat. Kalau kewenangan provinsi, kita cari solusi di provinsi. Kalau kewenangannya di bupati/wali kota, kita bikin edaran dan lain sebagainya," jelasnya.
Kang Emil juga menegaskan bahwa Pemprov Jabar tidak akan tinggal diam menghadapi persoalan pegawai honorer. Semua upaya, kata dia, akan dilakukan untuk menentukan nasib pegawai honorer di Jabar.
"Gubernur memperjuangkan aspirasi mereka, tetapi akan realistis. Kalau belum, kita akan sampaikan secara jujur. Kalau bisa diubah dengan aturan, juga akan kita upayakan sehingga tidak perlu ada misskomunikasi," katanya.
Kang Emil pun mengakui bahwa peran pegawai honorer di Jabar sangat besar. Namun, dia juga merasakan betul jika penghasilan pegawai honorer jauh dari kata layak mengingat pendapatan mereka tak sebanding tanggung jawabnya.
"Di era pandemi Covid-19, tenaga kesehatan dibutuhkan sangat banyak, tapi seringkali tempat mereka bekerja masih perlu meningkatkan pendapatan unit kerjanya," katanya.
Sebelumnya diberitakan, desakan agar pemerintah segera mengangkat ribuan pegawai honorer fasyankes), baik nakes maupun non-nakes di Jabar menjadi PPPK semakin kuat.
Setelah menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/8/2022) lalu, desakan kembali disampaikan ribuan pegawai honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes (FKHF) Jabar itu.
Wakil Ketua FKHF Jabar, Saeful Anwar mengatakan, total pegawai honorer fasyankes di Jabar mencapai sekitar 65.000 orang. Bahkan, nakes yang bekerja di fasyankes Jabar sekitar 70-75 persennya masih berstatus honorer.
"Kami kini kebingungan. Kami ingin memperbaiki nasib, tidak hanya sekadar (jadi) non-ASN atau honorer, tetapi PPPK," tegas Saeful.
Kondisi bingung yang dirasakan pegawai honorer fasyankes diperparah dengan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Bahkan, Saeful pun menilai, hadirnya Peraturan Presiden (PP) Nomor 49 Tahun 2018 telah mengancam nasib seluruh pegawai honorer fasyankes.
(nic)