Pembakaran Bendera, Pengamat Sebut PDIP Dewasa Berpolitik
loading...
A
A
A
SURABAYA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto menyebut, sikap PDIP yang melaporkan kasus pembakaran bendera PDIP ke aparat penegak hukum merupakan bentuk kedewasaan dalam berdemokrasi.
”Dengan kekuatannya sebagai partai penguasa, dan partai dengan kekuatan akar rumput yang luar biasa, sikap yang tak terprovokasi dengan membalas aksi kekerasan kepada kelompok yang diduga terafiliasi sebagai pembakar bendera sangat patut diapresiasi,” kata Andri, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Prihatin Pembakaran Bendera PDIP, Ketua Bamusi Ungkap Jasa Bung Karno )
Menurut Andri, ada pergeseran yang luar biasa dalam perjalanan PDIP. Partai ini identik dengan sejarah pembungkaman. Mereka ditindas Orde Baru, markasnya diserbu pada 27 Juli 1996. Tapi sejarah pahit itu tak menjadikan partai berlambang banteng moncong putih ini melakukan aksi politik balas dendam. “Contoh terbarunya ya soal pembakaran bendera itu, mereka tidak menyerbu, tidak balas kekerasan, cukup melaporkan ke penegak hukum,” jelas dia.
Andri menjelaskan, aksi pembakaran bendera partai politik tidak layak dilakukan. Berbagai perbedaan pendapat sebagai bagian dari dinamika berbangsa meski dirangkai dalam debat intelektual, bukan aksi provokatif. ”Kalau provokasi dibalas dengan kekerasan, maka kacau bangsa ini, terpecah belah. Tapi untungnya, PDIP saya lihat cukup dewasa dengan memilih penyelesaian jalur hukum, bukan balas memprovokasi, bukan balas dengan kekerasan,” kata dia.
Menurut Andri, sikap PDIP yang taat pada jalur hukum itu menjadi sumbangsih berharga dalam proses pendewasaan berdemokrasi di tanah air. ”Saya kira sikap PDIP ini menjadi preseden positif tentang bagaimana konflik dikelola. PDIP memberi contoh baik, bahwa konflik harus dikelola dengan pendekatan hukum, bukan adu kuat dan adu provokasi,” pungkas Andri.
”Dengan kekuatannya sebagai partai penguasa, dan partai dengan kekuatan akar rumput yang luar biasa, sikap yang tak terprovokasi dengan membalas aksi kekerasan kepada kelompok yang diduga terafiliasi sebagai pembakar bendera sangat patut diapresiasi,” kata Andri, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Prihatin Pembakaran Bendera PDIP, Ketua Bamusi Ungkap Jasa Bung Karno )
Menurut Andri, ada pergeseran yang luar biasa dalam perjalanan PDIP. Partai ini identik dengan sejarah pembungkaman. Mereka ditindas Orde Baru, markasnya diserbu pada 27 Juli 1996. Tapi sejarah pahit itu tak menjadikan partai berlambang banteng moncong putih ini melakukan aksi politik balas dendam. “Contoh terbarunya ya soal pembakaran bendera itu, mereka tidak menyerbu, tidak balas kekerasan, cukup melaporkan ke penegak hukum,” jelas dia.
Andri menjelaskan, aksi pembakaran bendera partai politik tidak layak dilakukan. Berbagai perbedaan pendapat sebagai bagian dari dinamika berbangsa meski dirangkai dalam debat intelektual, bukan aksi provokatif. ”Kalau provokasi dibalas dengan kekerasan, maka kacau bangsa ini, terpecah belah. Tapi untungnya, PDIP saya lihat cukup dewasa dengan memilih penyelesaian jalur hukum, bukan balas memprovokasi, bukan balas dengan kekerasan,” kata dia.
Menurut Andri, sikap PDIP yang taat pada jalur hukum itu menjadi sumbangsih berharga dalam proses pendewasaan berdemokrasi di tanah air. ”Saya kira sikap PDIP ini menjadi preseden positif tentang bagaimana konflik dikelola. PDIP memberi contoh baik, bahwa konflik harus dikelola dengan pendekatan hukum, bukan adu kuat dan adu provokasi,” pungkas Andri.
(nth)