Seks bebas di Papua sangat mengerikan
A
A
A
Sindonews.com - Aktivitas seks bebas di Papua dinilai sudah sangat mengerikan ketimbang sejumlah kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Berdasarkan data yang dimiliki Pemerhati Perempuan Sri Durjati Boedihardjo, Papua merupakan kota tertinggi yang memiliki kasus HIV/AIDS. Bahkan, tak sedikit di antaranya meninggal dunia.
"Seks bebas di Papua lebih mengerikan dibandingkan kota-kota besar lainnya. Di sana, kaum perempuan mendominasi kematian karena HIV/AIDS," jelas Sri Durjati Boedihardjo saat berbincang-bincang di Solo, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2014).
Menurut Sri Durjati, tingginya seks bebas di Papua timbul karena adat istiadatnya. Di mana seorang kepala suku di sana berhak seenak hati dan leluasa menyalurkan harsat biologisnya terhadap siapa saja perempuan di sukunya.
"Di Papua memang banyak orang asing di sana. Tapi bukan disebabkan adanya orang asing di Papua. Tapi karena sikap dari kepala suku di sana. Kalau kepala suku sudah menginginkan perempuan di sukunya, tidak ada yang berani menolaknya. Sehingga AIDS di Papua sudah sangat mengerikan," paparnya.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya pendidikan di tanah Papua, terutama di pedalaman. Sehingga banyak dari mereka yang tidak mengetahui seks bebas sangat berbahaya.
Ditambah, perlindungan terhadap kaum perempuan yang tidak ada sama sekali di Papua. Tak pelak stigma perempuan hanya sebatas pemuas nafsu semata pun seolah tak terbantahkan. "Jadi, harus ada tindakan nyata baik dari pihak pemerintah, gereja, dan masyarakat," ungkapnya.
Sebab bila tidak segera diambil langkah pencegahan seks bebas di Papua, Sri Durjati memprediksi anak cucu mereka tidak akan mendengar lagi nama Papua 30 tahun ke depan. "Kalau tidak segera diambil tindakan Papua hanya akan menjadi museum," tutupnya.
Berdasarkan data yang dimiliki Pemerhati Perempuan Sri Durjati Boedihardjo, Papua merupakan kota tertinggi yang memiliki kasus HIV/AIDS. Bahkan, tak sedikit di antaranya meninggal dunia.
"Seks bebas di Papua lebih mengerikan dibandingkan kota-kota besar lainnya. Di sana, kaum perempuan mendominasi kematian karena HIV/AIDS," jelas Sri Durjati Boedihardjo saat berbincang-bincang di Solo, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2014).
Menurut Sri Durjati, tingginya seks bebas di Papua timbul karena adat istiadatnya. Di mana seorang kepala suku di sana berhak seenak hati dan leluasa menyalurkan harsat biologisnya terhadap siapa saja perempuan di sukunya.
"Di Papua memang banyak orang asing di sana. Tapi bukan disebabkan adanya orang asing di Papua. Tapi karena sikap dari kepala suku di sana. Kalau kepala suku sudah menginginkan perempuan di sukunya, tidak ada yang berani menolaknya. Sehingga AIDS di Papua sudah sangat mengerikan," paparnya.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya pendidikan di tanah Papua, terutama di pedalaman. Sehingga banyak dari mereka yang tidak mengetahui seks bebas sangat berbahaya.
Ditambah, perlindungan terhadap kaum perempuan yang tidak ada sama sekali di Papua. Tak pelak stigma perempuan hanya sebatas pemuas nafsu semata pun seolah tak terbantahkan. "Jadi, harus ada tindakan nyata baik dari pihak pemerintah, gereja, dan masyarakat," ungkapnya.
Sebab bila tidak segera diambil langkah pencegahan seks bebas di Papua, Sri Durjati memprediksi anak cucu mereka tidak akan mendengar lagi nama Papua 30 tahun ke depan. "Kalau tidak segera diambil tindakan Papua hanya akan menjadi museum," tutupnya.
(rsa)