Dugaan Penyelewengan Dana ACT, Ini Jeratan Sanksi Pidananya
loading...
A
A
A
SURABAYA - Dugaan penyelewengan dana masyarakat oleh Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) sebagai salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia membuat banyak pihak mengelus dada. Apalagi fungsi dan tujuan ACT adalah bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Pakar Hukum Universitas Airlangga Dr Prawitra Thalib SH MH menuturkan, dugaan penyelewengan dana itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
“Sebagaimana diketahui ACT berbadan hukum yayasan, maka ACT harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan berdasarkan pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat,” kata Prawitra, Kamis (7/7/2022).
Dia melanjutkan, karena ACT telah berbadan hukum, yayasan ini dilarang mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan, baik oleh pendiri maupun pengurusnya.
Selain itu, Prawitra juga menegaskan lebih lanjut tentang ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dalam PP itu dijelaskan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya adalah sepuluh persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
“Yang artinya operasional dari pengumpulan dana sosial tersebut hanya bisa diambil sebanyak-banyaknya 10 persen dari total pengumpulan sumbangan,” bebernya.
Dalam melihat kejelasan dugaan penyelewengan dana masyarakat ini, Prawitra menjelaskan perlunya melihat kembali anggaran dasar dari ACT yang mengatur tentang gaji dan sarana pengurus berupa keputusan dewan pembina. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada ruang tikungan penyelewengan regulasi yang terdapat dalam anggaran dasar.
Pakar Hukum Universitas Airlangga Dr Prawitra Thalib SH MH menuturkan, dugaan penyelewengan dana itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Baca Juga
“Sebagaimana diketahui ACT berbadan hukum yayasan, maka ACT harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan berdasarkan pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat,” kata Prawitra, Kamis (7/7/2022).
Dia melanjutkan, karena ACT telah berbadan hukum, yayasan ini dilarang mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan, baik oleh pendiri maupun pengurusnya.
Selain itu, Prawitra juga menegaskan lebih lanjut tentang ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dalam PP itu dijelaskan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya adalah sepuluh persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
“Yang artinya operasional dari pengumpulan dana sosial tersebut hanya bisa diambil sebanyak-banyaknya 10 persen dari total pengumpulan sumbangan,” bebernya.
Dalam melihat kejelasan dugaan penyelewengan dana masyarakat ini, Prawitra menjelaskan perlunya melihat kembali anggaran dasar dari ACT yang mengatur tentang gaji dan sarana pengurus berupa keputusan dewan pembina. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada ruang tikungan penyelewengan regulasi yang terdapat dalam anggaran dasar.