Kotoran Sapi Dikembangkan Jadi Energi Listrik Bagi Peternak

Kamis, 25 Juni 2020 - 16:46 WIB
loading...
Kotoran Sapi Dikembangkan...
Kotoran sapi dikembangkan jadi energi listrik bagi peternak
A A A
SURABAYA - Tim peneliti dari Departemen Teknik Instrumentasi ITS berhasil mengembangkan Sistem Pemurnian Biogas Otomatis dengan Teori Kelarutan Gas oleh Air. Penemuan itu akhirnya mendapatkan paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DTKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI.

Arief Abdurrakhman bersama kelima mahasiswa Teknik Instrumentasi ITS memperoleh hak paten untuk produk gagasannya yang bisa bermanfaat bagi masyarakat, terutama para peternak di Indonesia.

Ia menuturkan, produk tersebut berdasarkan keprihatinan bersama dalam melihat pemanfaatan potensi sumber daya alam, utamanya untuk energi terbarukan. Selama ini pemerintah telah berkomitmen dalam merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35 ribu Megawatt (MW). Sejumlah 25 persen dari target tersebut diupayakan berasal dari energi terbarukan (EBT).

“Potensi sumber daya alam Indonesia sungguh luar biasa, tetapi baru 15 persen saja yang terpenuhi menjadi energi terbarukan,” kata Arief, Kamis (25/6/2020). (Baca juga: Tingkat Kesembuhan Pasien Covid-19 di Jatim Capai 31,47 Persen )

Ia pun berupaya mengoptimalkan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi terbarukan. Analisis timnya menunjukkan bahwa wilayah Jawa Timur sendiri yang meliputi Malang, Pasuruan, dan kota lainnya yang berfokus pada sektor peternakan belum memanfaatkan limbah kotoran sapi sebagai bahan baku primer biogas secara maksimal.

“Padahal dari sekitar 20.000 reaktor biogas yang ada di Indonesia, sekitar 7.000 - 8.000 di antaranya ada di wilayah Jawa Timur,” ujar Kepala Subdirektorat Pengembangan Kewirausahaan dan Karir ITS ini. (Baca juga: Pak Camat dan Jejak Perjuangan Tracing Data Covid-19 yang ‘Gaib’ )

Arief menambahkan, minimnya optimalisasi pemanfaatan biogas tersebut bukanlah tanpa alasan. Biogas langsung dikeluarkan dari reaktor ke alam bebas dapat menimbulkan bahaya. Hal ini diakibatkan tidak hanya metana yang ada dalam kandungan biogas, tetapi terdapat juga kandungan pengotornya.

“Seperti hidrogen sulfida dan karbondioksida yang berpengaruh pada efek rumah kaca dan menjadi sebab timbulnya pemanasan global,” jelasnya.

Dosen kelahiran 12 Juli 1987 tersebut menambahkan, pada reaktor biogas yang belum dilengkapi dengan alat pemurnian, kandungan pengotornya dapat mencapai 40 - 50 persen. Akibatnya, surplus biogas yang dihasilkan industri rumah tangga tersebut tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Hal ini dikarenakan biogas dengan kandungan pengotor tinggi yang langsung dialirkan ke genset akan menimbulkan kerusakan pada mesin generator,” ucapnya.

Arief dan tim pun akhirnya menggagas sebuah sistem pemurnian biogas dengan mengandalkan bahan-bahan yang relatif mudah didapat. Mengingat sistem pemurnian biogas yang banyak ada di luar negeri biasanya berskala industri, dirinya mengupayakan pembuatan untuk skala rumah tangga.

“Khususnya untuk membantu para peternak sapi untuk bisa mengkonversi biogas dari kotoran sapi menjadi energi listrik,” tegasnya.

Dengan produk sistem pemurnian biogas yang dibuatnya, Arief mengungkapkan bahwa komposisi biogas yang dihasilkan bisa mengandung 80 - 90 persen metana. Semakin banyak kandungan metana dalam biogas, maka semakin layak pula untuk dialirkan ke genset karena tidak banyak polutan yang terkandung di dalamnya. “Oleh karena itu, pada ruang pembakaran dalam genset akan lebih banyak memanfaatkan suplai metana,” jelasnya.

Sistem yang dibuat pada produk pemurnian biogas ini bersifat berkelanjutan, karena suplai untuk generator tidak bisa terputus-putus. Produksi biogas yang fluktuatif menjadikannya ditampung dalam sebuah penampungan, kemudian dimurnikan dan ditampung kembali dalam tabung pemurnian biogas. Setelahnya, biogas hasil pemurnian dialirkan langsung ke genset.

“Produk ini sudah diuji di wilayah desa Nongkojajar, Kabupaten Malang dan Superdepo Sampah Surabaya,” katanya.

Dengan adanya paten produk purifikasi biogas ini, Arief dan tim berencana untuk membuat packaging yang lebih compact dan memproduksi secara massal, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh peternak yang memiliki reaktor biogas.

Dengan demikian, dapat dihasilkan biogas yang digunakan sebagai sumber energi listrik dan dapat menghidupkan piranti elektronik di pedesaan. “Kami berharap akan hadir Desa Mandiri Energi yang dapat mencukupi energi listrik secara mandiri,” ujarnya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2535 seconds (0.1#10.140)