RUU KIA tentang Cuti 6 Bulan Jangan Sampai Menjadi Beban Bagi Perusahaan

Senin, 27 Juni 2022 - 21:54 WIB
loading...
RUU KIA tentang Cuti 6 Bulan Jangan Sampai Menjadi Beban Bagi Perusahaan
Rinawati Prihatiningsih. Foto: Istimewa
A A A
BANDUNG - Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), menuai banyak reaksi masyarakat. Di antaranya datang dari COO PT Infinitie Berkah Energi, Rinawati Prihatiningsih.

Wanita yang juga menjabat sebagai WKU Bidang Litbang dan Ketenagakerjaan DPP IWAPI ini mengungkapkan, kebijakan cuti 6 bulan bisa menjadi pedang bermata dua bagi perempuan pekerja.

"Di satu sisi untuk melindungi pekerjaan dan hak-hak reproduksi perempuan. Tetapi di sisi lain, menimbulkan anggapan kehamilan sebagai beban organisasi atau perusahaan," katanya, Senin (27/6/2022).



Menurutnya, tidak semua perusahaan mampu menjalankan kebijakan ini. Hal ini bisa mendorong sikap diskriminatif dalam perekrutan, serta promosi perempuan di tempat kerja.

"Lalu, pengusaha akan cenderung merekrut perempuan berdasarkan usia dan status perkawinannya, tidak merekrut perempuan yang memiliki atau berencana untuk memiliki anak dalam waktu dekat," sambungnya.

Dirinya pun khawatir, peran reproduksi wanita dapat mempengaruhi biaya dan kinerja perusahaan.



"Dukungan terhadap RUU KIA ini akan mengalir bila dibuat sepanjang untuk mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan ibu dan anak, serta tidak kontra produktif bagi perempuan," sambungnya.

Menurutnya, perlu kajian yang lebih serius terkait kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dan skema jaminan sosial, di mana beban dari cuti ini tidak hanya ditanggung pemberi kerja saja, tetapi pengusaha, karyawan dan pemerintah.

"RUU KIA seharusnya tidak hanya mengatur cuti hamil, namun juga cuti ayah, cuti orang tua dan keluarga, serta memuat klausul anti-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, kehamilan, atau tanggung jawab keluarga," paparnya.



Pengurus KADIN Indonesia itu menambahkan, RUU KIA sebaiknya fokus pada pengaturan waktu cuti untuk ayah.

"Cuti wajib bagi ayah juga dapat menjadi jalan untuk mengesampingkan norma-norma sosial yang menghambat pengambilan cuti ayah, yang sangat relevan terutama ketika data mengungkapkan bahwa keinginan individu untuk cuti lebih tinggi, daripada cuti efektif karena hambatan yang ditimbulkan oleh norma-norma sosial," sambungnya.

Sementara saat ini, hal paling krusial adalah flexible working hours. Lalu penyediaan tempat penitipan anak yang dekat, terjangkau, bahkan digratiskan oleh negara. Pengambilan cuti oleh ayah dapat mengurangi hukuman sebagai ibu “the motherhood penalty” dengan memungkinkan ibu untuk kembali ke pasar tenaga kerja.

"Berbagai kajian menunjukkan, bahwa cuti ayah untuk mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak memiliki efek positif baik pada tumbuh kembang anak, juga pada pekerjaan penuh waktu ibu," pungkasnya.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2468 seconds (0.1#10.140)