MIWF 2022 Hadir dengan Format Hybrid Respons Krisis Iklim
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Festival literasi terbesar di Indonesia Timur, Makassar International Writers Festival (MIWF) 2022, kembali hadir dabln bakal digelar pada 23-26 Juni 2022 mendatang.
Pada kegiatan kali ini MIWF mengangkat temaAwakening, dengan format haybrid sebagai salah satu komitmen terbaru MIWF, dalam ikut aktif merespon krisis iklim sebagai bagian dari mendeklarasikan diri di kegiatan public rendah karbon.
Direktur MIWF Lily Yulianti Farid mengatakan, format yang di usung MIWF ini merupakan penyuaraan terhadap dampak yang ditimbulkan emisi karbon dalam perubahan iklim. Sehingga, kegiatan ini di buat guna memberikan edukasi mengenai emisi karbon yang dapat di kontrol.
"Tahun ini kita naik kelas untuk komitmen lingkungan, yakni mendeklarisikan MIWF sebagai kegiatan yang rendah karbon. Ini artinya semua emisi yang diproduksi, yang dapat dikontrol oleh festival akan kita catat, lalu produksi emisi ini akan kita bayar atau dikenal dengan istilahcarbon offset. Pada tahun 2019 kami sudah juga berkomitmen sebagai festival nirsampah, tahun ini Nirsampah dan Rendah Karbon,” ungkapnya.
Terkait tema,Awakeningyang secara harfiah artinya terbangun atau tersadar, identik dengan hadirnya pemahaman baru, pikiran baru, dan juga tekad dan cara pandang atau cara hidup yang baru setelah kita banyak belajar dari momentum pandemi Covid-19.
“Tentu saja, semua orang punya momentum awakeningnya sendiri-sendiri, prosenya berbeda-beda, dan mari kita saling berbagi dan saling menguatkan saat kita menjalani dan mengalami momentum awakening ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Lily menyebutkan, ada satu tim terlatih, yang memberikan sumbangan ilmu dan pengetahun untuk menghitung emisi, kemudian dari hasil pencatatan itu akan dilakukancarbon offsetmelalui penanaman pohon mangrove.
“Saya kira kita akan menjadi satu dari sedikit festival di Indonesia yang telah memikirkan prinsip-prinsip iklim di dalam produksi keigatan,” jelasnya.
Nantinya, MIWF juga menyiapkan kelas edukasi selama empat hari berturut-turut, metenwi tata cara merancang kegiatan public yang lebih ramah lingkungan. MIWF berharap, ide seperti ini bukan menjadi kegiatan yang hanya dikerjakan oleh segelintir orang. Idealnya, nilai seperti ini menjadi standar untuk kegiatan-kegiatan publik selanjutnya.
Sementara itu, kegiatan yang diadakan di tengah masa transisisi pandemi Covid-19, saat berbagai aspek kehidupan belum sepenuhnya pulih. MIWF juga mencoba berbenah, setelah dihantam pandemi 2,5 tahun. Dengan demikian, keputusan mengadakan festival dengan format hybrid yang jadi pilihan, dengan mengutamakan pertukaran penguatan jejaring.
Selain sponsor utama, Direktorat Kebudayaan, Kemendikbud dan The Bodyshop, MIWF bekerja sama dengan puluhan penerbit dan komunitas, termasuk 19 komunitas literasi yang tersebar di Sulsel dan Sulbar.
MIWF juga menghadirkan penulis dan pembicara dari Korea Selatan, Australia, Singapura, India, Malaysia, and Indonesia. Salah satu pembicara, Bora Chung (Korea Selatan), adalah penulis kumcer berjudulCursed Bunny– karya ini masuk dalam daftar nominasi pendek International Booker Prize 2022, salah satu penghargaan sastra bergengsi dunia.
Dari Indonesia, selain kehadiran emerging writers dari berbagai daerah di Indonesia Timur, hadir pula penulis perjalanan Agustinus Wibowo, peneliti dan jurnalis Makassar Eko Rusdianto, hingga musisi dan pencipta lagu Rara Sekar.
Pada kegiatan kali ini MIWF mengangkat temaAwakening, dengan format haybrid sebagai salah satu komitmen terbaru MIWF, dalam ikut aktif merespon krisis iklim sebagai bagian dari mendeklarasikan diri di kegiatan public rendah karbon.
Direktur MIWF Lily Yulianti Farid mengatakan, format yang di usung MIWF ini merupakan penyuaraan terhadap dampak yang ditimbulkan emisi karbon dalam perubahan iklim. Sehingga, kegiatan ini di buat guna memberikan edukasi mengenai emisi karbon yang dapat di kontrol.
"Tahun ini kita naik kelas untuk komitmen lingkungan, yakni mendeklarisikan MIWF sebagai kegiatan yang rendah karbon. Ini artinya semua emisi yang diproduksi, yang dapat dikontrol oleh festival akan kita catat, lalu produksi emisi ini akan kita bayar atau dikenal dengan istilahcarbon offset. Pada tahun 2019 kami sudah juga berkomitmen sebagai festival nirsampah, tahun ini Nirsampah dan Rendah Karbon,” ungkapnya.
Terkait tema,Awakeningyang secara harfiah artinya terbangun atau tersadar, identik dengan hadirnya pemahaman baru, pikiran baru, dan juga tekad dan cara pandang atau cara hidup yang baru setelah kita banyak belajar dari momentum pandemi Covid-19.
“Tentu saja, semua orang punya momentum awakeningnya sendiri-sendiri, prosenya berbeda-beda, dan mari kita saling berbagi dan saling menguatkan saat kita menjalani dan mengalami momentum awakening ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Lily menyebutkan, ada satu tim terlatih, yang memberikan sumbangan ilmu dan pengetahun untuk menghitung emisi, kemudian dari hasil pencatatan itu akan dilakukancarbon offsetmelalui penanaman pohon mangrove.
“Saya kira kita akan menjadi satu dari sedikit festival di Indonesia yang telah memikirkan prinsip-prinsip iklim di dalam produksi keigatan,” jelasnya.
Nantinya, MIWF juga menyiapkan kelas edukasi selama empat hari berturut-turut, metenwi tata cara merancang kegiatan public yang lebih ramah lingkungan. MIWF berharap, ide seperti ini bukan menjadi kegiatan yang hanya dikerjakan oleh segelintir orang. Idealnya, nilai seperti ini menjadi standar untuk kegiatan-kegiatan publik selanjutnya.
Sementara itu, kegiatan yang diadakan di tengah masa transisisi pandemi Covid-19, saat berbagai aspek kehidupan belum sepenuhnya pulih. MIWF juga mencoba berbenah, setelah dihantam pandemi 2,5 tahun. Dengan demikian, keputusan mengadakan festival dengan format hybrid yang jadi pilihan, dengan mengutamakan pertukaran penguatan jejaring.
Selain sponsor utama, Direktorat Kebudayaan, Kemendikbud dan The Bodyshop, MIWF bekerja sama dengan puluhan penerbit dan komunitas, termasuk 19 komunitas literasi yang tersebar di Sulsel dan Sulbar.
MIWF juga menghadirkan penulis dan pembicara dari Korea Selatan, Australia, Singapura, India, Malaysia, and Indonesia. Salah satu pembicara, Bora Chung (Korea Selatan), adalah penulis kumcer berjudulCursed Bunny– karya ini masuk dalam daftar nominasi pendek International Booker Prize 2022, salah satu penghargaan sastra bergengsi dunia.
Dari Indonesia, selain kehadiran emerging writers dari berbagai daerah di Indonesia Timur, hadir pula penulis perjalanan Agustinus Wibowo, peneliti dan jurnalis Makassar Eko Rusdianto, hingga musisi dan pencipta lagu Rara Sekar.
(agn)