Panasnya Persaingan Dagang di Jalur Strategis Picu Kerajaan Chola Serang Sriwijaya

Selasa, 21 Juni 2022 - 05:05 WIB
loading...
Panasnya Persaingan...
Panasnya persaingan dagang di jalur strategis picu Kerajaan Chola Serang Sriwijaya. Foto ilsutraso
A A A
JAKARTA - Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7. Berdasarkan informasi yang tertera dalam Prasasti Kota Kapur, disebutkan bahwa pendiri sekaligus raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

Awalnya, Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan Belitung, dan Lampung. Kemudian, dengan mengerahkan 20.000 tentara, Sri Jayanasa berhasil menguasai Palembang, Jambi, dan Bengkulu.

Karena letaknya yang strategis, Palembang dijadikan sebagai pusat kerajaan dengan istana raja berada di muara Sungai Musi. Setelah semakin kuat, Sri Jayanasa melancarkan ekspedisi militer menyerang dan menguasai Jawa.



Seiring kuatnya armada laut dan penguasaan jalur ekonomi, Sriwijaya mulai melakukan ekspansi keluar pulau-pulau nusantara hingga menguasai Semenanjung Malaya sampai Filipin. Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa (856 M).

Pada masa pemerintahan raja dari keturunan Dinasti Syilendra di Jawa Tengah ini, kehidupan rakyat di kerajaan ini sangat makmur. Hal ini karena kerajaan mendapatkan banyak pemasukan dari pajak kapal-kapal dagang yang melintasi Selat Malaka.

Kejayaan Sriwijaya terukir secara simbolik dengan sebuah gerbang istana yang megah. Gerbang kokoh ini terbuat dari perhiasan benda mewah yang disebut Vidhyadara Torana. Para tamu kerajaan yang masuk lewat pintu ini akan merasakan kejayaan yang dicapai Sriwijaya.

Selain membangun kekuatan militer, Sriwijaya juga membangun hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan Chola di India. Misalnya, pada tahun 1006, saat Chola diperintah oleh Rajaraja, raja Maravijayattungavarman dari Sriwijaya membangun Vihara Chudamani di Nagapattinam.

Sayangnya, hubungan baik tidak berlangsung langgeng. Ternyata, Chola juga teropsesi untuk menjadi kerajaan yang menguasa jalur perdagangan yang sudah sekian lama dinikmati Sriwijaya. Hubungan itu semakin runyam saat Rajendra naik tahta menggantikan ayahnya. Rajendra mulai invasinya ke Asia Tenggara terutama daerah-daerah strategis yang dilintasi jalur perdagangan.

Menurut beberapa sumber, ambisi Chola untuk menghabisi Sriwijaya juga dipicu konflik antara kerajaan Khmer dan kerajaan Tambralinga. Raja Khmer, Suryavarman I meminta dukungan Rajendra dalam konfliknya dengan Tambralinga.

Di sisi lain, Tambralinga mendekati raja Sriwijaya, Sangrama Vijayatungavarman untuk meminta dukungannya. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Chola bangkit melawan Sriwijaya.

Alasan lain, seperti disampaikan sejarawan Nilakanta Sastri, dipicu oleh langkah Sriwijaya yang membatasi perdagangan Kerajaan Chola dengan Kekaisaran Cina. Jadi, ambisi Rajendra, konflik kerajaan sahabat dan persaingan perdagangan menjadi pemicu penyerangan terhadap Sriwijaya.

Pada 1025 M, Chola melancarkan serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Dikisahkan, Angkatan Laut Kerajaan Chola berlayar menuju ke timur, berlabuh di Pelabuhan Lamuri atau Kedah di Semenanjung Melayu. Dari situ, armada Chola melanjutkan pelayaran ke Selat Malaka.

Armada Kerajaan Chola mengambil rute singkat dengan menyuuri pantai barat Sumatra dan berlabuh di Barus, sebuah pelabuhan di pantai barat Sumatra yang, pada waktu itu, dikendalikan oleh para pedagang Tamil.

Di pelabuhan ini , Angkatan Laut Chola mengisi kembali stok makanan mereka dan kemudian berlayar ke selatan di sepanjang pantai barat Sumatra.

Rajendra Chola menyerang dari selatan Kerajaan Sriwijaya dan di Selat Malaka. Pusat kerajaan di Palembang dikepung armada Chola. Disebutkan bahwa serangan ini benar-benar tidak pernah diduga oleh Raja Sangrama Vijayatungavarman.

Dengan pertahanan yang tidak terorganisir dengan baik, pasukan Chola berhasil mematahkan perlawanan armada Sriwijaya dan istana dikuasai.

Dalam serangan itu, Raja Sangrama Vijayatungavarman ditangkap. Gerbang Vidhyadara Torana dan segala perhiasan permata diambil sebagai hadiah untuk kemenangan Rajendra. Untuk memastikan Sriwijaya lemah, Chola juga melumpuhkan berbagai pelabuhan Sriwijaya lainnya.

Pasukan Chola menaklukkan pasukan Sriwijaya di Pannai, Malaya, Mapappala, Takuapa di Thailand, Nakkavaram di Kepulauan Nicobar dan Kedah.

Dengan meraih kemenangan atas Sriwijaya, Chola menguasai jalur perdagangan. Kemenangan Rajendra Chola sekaligus mengakhiri mengakhiri dinasti Sailendra atas Sriwijaya. Kemenangan Chola juga memberi peluang bagi pedagang -pedagang Tamil mendapatkan akses yang besar di sektor bisnis di wilayah Sumatera dan Semenanjung Malaya.

Meski sudah menaklukan Sriwijaya, Rajendra Cholan memilih tidak mengambil alih kerajaan Sriwijaya. Dalam situasi pasca penaklukkan, muncul perselisihan di wilayah-wilayah bekas kekuasaan Sriwijaya. Sejumlah kerajaan kecil di Sriwijaya memilih untuk melepaskan diri kekuasaan Sriwijaya.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2406 seconds (0.1#10.140)