Jual Sapi dan Tanah, Kuli Bangunan Berusia 62 Tahun Ini Semringah Bisa Naik Haji
loading...
A
A
A
SURABAYA - Perawakannya kecil, namun gerakannya tetap gesit dan penuh semangat. Begitulah penampilan Mohammad Djaelani, yang kini berusia 62 tahun. Raut bahagia terpancar dari wajah keriputnya, saat berada di koridor Asrama Haji Embarkasi Surabaya siang itu, Rabu (8/6/2022).
Mohammad Djaelani, merupakan salah satu jamaah calon haji yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 7 Embarkasi Surabaya. Bapak dari tiga orang putra asal Saradan, Kabupaten Madiun ini, tak menyangka doanya akhirnya bisa terwujud.
Pria sederhana itu bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan. Ia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah melalui tetesan keringatnya sebagai seorang kuli bangunan, demi mewujudkan harapannya menunaikan rukun Islam ke lima.
"Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan saja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," tutur Djaelani mengawali kisahnya.
Tahun 1980, Djaelani mulai mengais rezeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa ia dapatkan, Djaelani tak lupa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung. "Tahun 2007, uang tabungan saya terkumpul Rp5 juta. Uang itu saya gunakan beli sapi," kenangnya.
Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp8 juta. Uang tersebut lantas ia belikan tanah seharga Rp10 juta, dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya. Di saat itu, keinginannya pergi haji makin membuncah. Ia bernadzar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, maka uangnya akan ia gunakan untuk daftar haji.
"Ketika Allah sudah berkehendak, maka kun fayakun, jadilah maka jadi. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga Rp25 juta. "Tanah saya, yang harganya Rp10 juta, tidak pakai ditawar langsung dibeli seharga Rp25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," ungkap Djaelani terharu.
Setelah itu, keberuntungan berpihak padanya. Seorang nadzir desa menawarinya untuk membantu tugas modin desa dalam mengurus jenazah. Ia lakoni tugas tersebut dengan tetap menjalani pekerjaannya sebagai kuli bangunan. "Jadi modin mengurus jenazah, ya kerja seikhlasnya, bayaran seikhlasnya dari Gusti Allah. Saya juga masih tetap kerja bangunan," tutur ia.
Djaelani kembali menabung untuk membeli sapi lagi. "Alhamdulillah, saya bisa melunasi biaya haji saya dari jualan sapi lagi. Sekarang sapi saya sudah habis," ujar Djaelani semringah.
Lelaki beruban ini menuturkan, hal yang paling utama dalam mendaftar ibadah haji adalah memiliki keinginan yang sangat kuat. "Insya Allah kalau niat kita sudah bulat, Allah akan bukakan jalan dari pintu mana saja, bahkan yang tidak terduga sekalipun," pungkasnya.
Mohammad Djaelani, merupakan salah satu jamaah calon haji yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 7 Embarkasi Surabaya. Bapak dari tiga orang putra asal Saradan, Kabupaten Madiun ini, tak menyangka doanya akhirnya bisa terwujud.
Pria sederhana itu bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan. Ia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah melalui tetesan keringatnya sebagai seorang kuli bangunan, demi mewujudkan harapannya menunaikan rukun Islam ke lima.
Baca Juga
"Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan saja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," tutur Djaelani mengawali kisahnya.
Tahun 1980, Djaelani mulai mengais rezeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa ia dapatkan, Djaelani tak lupa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung. "Tahun 2007, uang tabungan saya terkumpul Rp5 juta. Uang itu saya gunakan beli sapi," kenangnya.
Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp8 juta. Uang tersebut lantas ia belikan tanah seharga Rp10 juta, dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya. Di saat itu, keinginannya pergi haji makin membuncah. Ia bernadzar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, maka uangnya akan ia gunakan untuk daftar haji.
"Ketika Allah sudah berkehendak, maka kun fayakun, jadilah maka jadi. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga Rp25 juta. "Tanah saya, yang harganya Rp10 juta, tidak pakai ditawar langsung dibeli seharga Rp25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," ungkap Djaelani terharu.
Setelah itu, keberuntungan berpihak padanya. Seorang nadzir desa menawarinya untuk membantu tugas modin desa dalam mengurus jenazah. Ia lakoni tugas tersebut dengan tetap menjalani pekerjaannya sebagai kuli bangunan. "Jadi modin mengurus jenazah, ya kerja seikhlasnya, bayaran seikhlasnya dari Gusti Allah. Saya juga masih tetap kerja bangunan," tutur ia.
Baca Juga
Djaelani kembali menabung untuk membeli sapi lagi. "Alhamdulillah, saya bisa melunasi biaya haji saya dari jualan sapi lagi. Sekarang sapi saya sudah habis," ujar Djaelani semringah.
Lelaki beruban ini menuturkan, hal yang paling utama dalam mendaftar ibadah haji adalah memiliki keinginan yang sangat kuat. "Insya Allah kalau niat kita sudah bulat, Allah akan bukakan jalan dari pintu mana saja, bahkan yang tidak terduga sekalipun," pungkasnya.
(eyt)