Gua Selarong, Markas Gaib Tempat Atur Strategi Pangeran Diponegoro Lawan Belanda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perang Diponegoro atau kerap juga disebut Perang Jawa salah satu periode perang yang sangat menguras sumber daya musuh, yaitu penjajah Belanda. Perang ini berlangsung lima tahun, dari 1825 hingga 1830.
Dihimpun dari berbagai sumber, Perang Jawa dipicu oleh keangkuhan kompeni Belanda. Saat itu, Belanda yang hendak membangun jalur kereta api, dengan angkuhnya memasang patok di atas lahan milik Pangeran Diponegoro tanpa ada koordinasi terlebih dulu. Celakanya lagi, tonggak-tonggak itu dipancang tepat di atas makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Tindakan itu memicu kemarahan, hingga sang pemilik makam mencabut patok-patok itu. Akibat keberaniannya itu, kediaman Pangeran Diponegoro yang berada di Tegalrejo didatangi pasukan Belanda pada Juli 1825.
Chevallier, pemimpin pasukan sangat marah saat menemui kediaman pengeran sudah kosong. Pangeran Diponegoro yang sudah mengetahui penyerbuan itu telah pergi bersama istri dan pasukannya. Pangeran dan keluarganya lari ke arah barat hingga menemukan sebuah gua yang dirasa aman, yaitu Gua Selarong.
Chevallier dan pasukannya pun membakar rumah pangeran hingga rata tanah. Tindakan Belanda yang angkuh membuat warga marah dan bersimpati kepada pangeran. Sebagian besar warga pun menyusul ke tempat Pangeran Diponegoro bersembunyi.
Bahkan tidak hanya warga, kaum bangsawan dari keraton juga menyusul ke Gua Selarong. Disebutkan, pasukan Pangeran Diponegoro terus bertambah, bahkan hingga ribuan jumlahnya, termasuk masyarakat yang ada di sekitar gua.
Gua Selarong Markas Gaib
Gua Selarong terletak di Dusun Kembang Putihan, Desa Guwosari Kecamatan Pajangan Bantul, lebih kurang 14 kilometer arah selatan Kota Yogyakarta. Terletak di deretan pegunungan kapur yang ditumbuhi pepohonan rindang, membuat gua ini sejuk.
Diyakini bahwa gua tempat persembunyian pasukan Diponegoro memiliki kekuatan magis. Pada malam tertentu seperti malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon, terkadang dari dalam perut gua Selarong terdengar lantunan gending-gending Jawa yang sedang ditabuh.
Diyakini masyarakat setempat bahwa pada kedua hari tersebut kadang juga tercium aroma seperti dupa dan kemenyan. Rupanya, kekuatan magis yang dimiliki gua ini turut berperan melindungi Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Pangeran Diponegoro dan pasukannya sulit ditangkap, karena tidak terlihat pasukan Belanda.
Selama bermarkas dan menjadikan Gua Selarong tempat menyusun strategi melawan Belanda, laskar Pangeran Diponegoro telah diserang tiga kali oleh Belanda, yaitu pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4 Oktober 1825.
Menurut keyakinan warga sekitar, gua ini memiliki sebuah pintu gaib. Secara kasat mata, gua ini memang buntu, namun Diponegoro dan para pengikutnya bisa masuk menuju ke dalam perut bukit kapur dan bermarkas di dalamnya. Baca juga: Sejak Belia Diponegoro Sudah Muak dengan Tekanan Politik Belanda ke Keraton Jogjakarta
Itulah sebabnya pasukan Belanda sulit menangkap Pangeran Diponegoro dan pasukan setianya. Walaupun pasukan Belanda sudah sampai di kompleks tersebut, namun tidak dapat melihatnya. Pasukan kompeni hanya berputar-putar di lokasi dan hanya bisa melihat gunungan batu cadas yang tak berpenghuni.
Agar bisa menaklukkan pasukan Diponegoro, kompeni Belanda harus memutar otak. Setelah lima tahun perang berlangsung, Belanda kemudian melancarkan strategi licik. Pada 1830, Jendral De Kock mengajak Diponegoro berunding di Magelang.
Inilah cara kompeni untuk memancing pangeran keluar dari markas gaibnya. Saat berada di lokasi perundingan, Diponegoro akhirnya ditangkap dan dibuang ke Makassar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya pada tahun 1855.
Saat ini, Gua Selarong menjadi tempat wisata edukasi karena mengandung nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa.
Dihimpun dari berbagai sumber, Perang Jawa dipicu oleh keangkuhan kompeni Belanda. Saat itu, Belanda yang hendak membangun jalur kereta api, dengan angkuhnya memasang patok di atas lahan milik Pangeran Diponegoro tanpa ada koordinasi terlebih dulu. Celakanya lagi, tonggak-tonggak itu dipancang tepat di atas makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Tindakan itu memicu kemarahan, hingga sang pemilik makam mencabut patok-patok itu. Akibat keberaniannya itu, kediaman Pangeran Diponegoro yang berada di Tegalrejo didatangi pasukan Belanda pada Juli 1825.
Chevallier, pemimpin pasukan sangat marah saat menemui kediaman pengeran sudah kosong. Pangeran Diponegoro yang sudah mengetahui penyerbuan itu telah pergi bersama istri dan pasukannya. Pangeran dan keluarganya lari ke arah barat hingga menemukan sebuah gua yang dirasa aman, yaitu Gua Selarong.
Chevallier dan pasukannya pun membakar rumah pangeran hingga rata tanah. Tindakan Belanda yang angkuh membuat warga marah dan bersimpati kepada pangeran. Sebagian besar warga pun menyusul ke tempat Pangeran Diponegoro bersembunyi.
Bahkan tidak hanya warga, kaum bangsawan dari keraton juga menyusul ke Gua Selarong. Disebutkan, pasukan Pangeran Diponegoro terus bertambah, bahkan hingga ribuan jumlahnya, termasuk masyarakat yang ada di sekitar gua.
Gua Selarong Markas Gaib
Gua Selarong terletak di Dusun Kembang Putihan, Desa Guwosari Kecamatan Pajangan Bantul, lebih kurang 14 kilometer arah selatan Kota Yogyakarta. Terletak di deretan pegunungan kapur yang ditumbuhi pepohonan rindang, membuat gua ini sejuk.
Diyakini bahwa gua tempat persembunyian pasukan Diponegoro memiliki kekuatan magis. Pada malam tertentu seperti malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon, terkadang dari dalam perut gua Selarong terdengar lantunan gending-gending Jawa yang sedang ditabuh.
Diyakini masyarakat setempat bahwa pada kedua hari tersebut kadang juga tercium aroma seperti dupa dan kemenyan. Rupanya, kekuatan magis yang dimiliki gua ini turut berperan melindungi Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Pangeran Diponegoro dan pasukannya sulit ditangkap, karena tidak terlihat pasukan Belanda.
Selama bermarkas dan menjadikan Gua Selarong tempat menyusun strategi melawan Belanda, laskar Pangeran Diponegoro telah diserang tiga kali oleh Belanda, yaitu pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4 Oktober 1825.
Menurut keyakinan warga sekitar, gua ini memiliki sebuah pintu gaib. Secara kasat mata, gua ini memang buntu, namun Diponegoro dan para pengikutnya bisa masuk menuju ke dalam perut bukit kapur dan bermarkas di dalamnya. Baca juga: Sejak Belia Diponegoro Sudah Muak dengan Tekanan Politik Belanda ke Keraton Jogjakarta
Itulah sebabnya pasukan Belanda sulit menangkap Pangeran Diponegoro dan pasukan setianya. Walaupun pasukan Belanda sudah sampai di kompleks tersebut, namun tidak dapat melihatnya. Pasukan kompeni hanya berputar-putar di lokasi dan hanya bisa melihat gunungan batu cadas yang tak berpenghuni.
Agar bisa menaklukkan pasukan Diponegoro, kompeni Belanda harus memutar otak. Setelah lima tahun perang berlangsung, Belanda kemudian melancarkan strategi licik. Pada 1830, Jendral De Kock mengajak Diponegoro berunding di Magelang.
Inilah cara kompeni untuk memancing pangeran keluar dari markas gaibnya. Saat berada di lokasi perundingan, Diponegoro akhirnya ditangkap dan dibuang ke Makassar, Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya pada tahun 1855.
Saat ini, Gua Selarong menjadi tempat wisata edukasi karena mengandung nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa.
(don)