Viral, Mahasiswi Menjual Ginjal Demi Pembangunan Jembatan di Desanya
loading...
A
A
A
MANADO - Alin Pangalima, mendadak viral di sosial media. Pasalnya gadis asal Desa Goyo, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara, itu nekat ingin menjual ginjalnya untuk pembangunan jembatan di desanya.
"Soalnya dana daerah katanya ndak cukup untuk membiayai pembangunan jembatan yang sudah 16 tahun mangkrak. Mungkin ginjal saya bisa sedikit membantu," tulisnya di akun sosial medianya, dikutip Selasa (10/5/2022).
Dipostingan lain dilaman akun sosial medianya, Alin menulis alasan kenapa dia memperjuangkan pembangunan Jembatan Goyo.
"Pertama, ketika terjadi banjir dan sungai meluap, maka akses penghubung antara Ollot dan Goyo akan seekstrem ini. Bayangkan jika ada orang yang lagi kena sial, terus masuk ke dalam sungai lalu tengelam dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab," ujarnya.
Kedua, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyebrang sungai lewat rakit. Saat sungai normal, biayanya Rp3.000 sekali lewat. Bayangkan masyarakat berapa kali lewat dalam sebulan di tempat ini.
Apalagi, masyarakat Bolangitang dan sekitarnya ada juga yang berkebun di seberang sungai. Maka bisa dipastikan biaya yang mereka keluarkan Rp6.000 per hari, yang jika rutin ke kebun dan dijumlahkan dalam sebulan menelan biaya yang cukup untuk membeli beras untuk dimakan sepekan. Jumlahkan saja berapa totalnya.
"Belum lagi jika sungai sedang banjir dan air meluap bagaikan janji pemda, biayanya jadi berlipat ganda, Rp10.000 sekali lewat, dengan risiko yang cukup tinggi. Bayangkan, jika datang musim penghujan, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan penghasilan masyarakat rata-rata memprihatinkan (soalnya kita rasa sandiri)," tuturnya.
Ketiga, mengingat tiang jembatan yang sudah "tatono" (tertahan) selama kurang lebih 16 tahun lamanya, bahkan sebelum Bolmut menjadi daerah otonom baru di Sulawesi Utara. Sangat disayangkan, jika pemerintah terus mempertontonkan kegagalan di tengah masyarakat, dengan dalih "nanti, nanti, nanti.
"Soalnya dana daerah katanya ndak cukup untuk membiayai pembangunan jembatan yang sudah 16 tahun mangkrak. Mungkin ginjal saya bisa sedikit membantu," tulisnya di akun sosial medianya, dikutip Selasa (10/5/2022).
Dipostingan lain dilaman akun sosial medianya, Alin menulis alasan kenapa dia memperjuangkan pembangunan Jembatan Goyo.
"Pertama, ketika terjadi banjir dan sungai meluap, maka akses penghubung antara Ollot dan Goyo akan seekstrem ini. Bayangkan jika ada orang yang lagi kena sial, terus masuk ke dalam sungai lalu tengelam dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab," ujarnya.
Kedua, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyebrang sungai lewat rakit. Saat sungai normal, biayanya Rp3.000 sekali lewat. Bayangkan masyarakat berapa kali lewat dalam sebulan di tempat ini.
Apalagi, masyarakat Bolangitang dan sekitarnya ada juga yang berkebun di seberang sungai. Maka bisa dipastikan biaya yang mereka keluarkan Rp6.000 per hari, yang jika rutin ke kebun dan dijumlahkan dalam sebulan menelan biaya yang cukup untuk membeli beras untuk dimakan sepekan. Jumlahkan saja berapa totalnya.
"Belum lagi jika sungai sedang banjir dan air meluap bagaikan janji pemda, biayanya jadi berlipat ganda, Rp10.000 sekali lewat, dengan risiko yang cukup tinggi. Bayangkan, jika datang musim penghujan, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan penghasilan masyarakat rata-rata memprihatinkan (soalnya kita rasa sandiri)," tuturnya.
Ketiga, mengingat tiang jembatan yang sudah "tatono" (tertahan) selama kurang lebih 16 tahun lamanya, bahkan sebelum Bolmut menjadi daerah otonom baru di Sulawesi Utara. Sangat disayangkan, jika pemerintah terus mempertontonkan kegagalan di tengah masyarakat, dengan dalih "nanti, nanti, nanti.