Banyak Data Konfirmasi Covid-19 Tak Valid Dikembalikan ke Pemprov
loading...
A
A
A
SURABAYA - Banyak data konfirmasi Covid-19 di Kota Surabaya akhirnya dikembalikan lagi ke Pemprov Jatim. Data tak valid diketahui setelah tracing dengan melacak pasien terkonfirmasi ke semua data yang diberikan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Surabaya Rince Pangalila menuturkan, hampir setiap hari selalu ada data yang tidak sinkron yang diterima pemkot. Sebab, setelah ditracing sesuai domisilinya, ternyata banyak yang tidak ditemukan.
Semua data yang tidak ditemukan itu akhirnya dikembalikan lagi ke Pemprov Jatim untuk diverifikasi dengan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur.
Baca juga: Sekdaprov Jatim: Alur Publikasi Data Covid-19 Sesuai SOP Kemenkes
“Hampir setiap hari selalu ada yang seperti itu. Jadi, data yang dikembalikan ke provinsi itu merupakan sisa data yang berhasil ditracing atau data yang tidak ditemukan di Surabaya,” kata Rince ketika ditemui di Balai Kota Surabaya, Jumat (19/6/2020).
Ia melanjutkan, alur data rekap positif Covid-19 itu dimulai dari laboratorium yang dikirimkan ke Balitbang dan Dinkes Provinsi Jatim. Selanjutnya, disebarkan ke Dinkes kabupaten/kota, dan dilanjutkan ke puskesmas-puskesmas untuk melakukan tracing sesuai wilayah masing-masing.
“Hasil tracing dari teman-teman puskesmas itu dimasukkan ke aplikasi kita (Dinkes Surabaya) dan ternyata banyak yang tidak ditemukan, ada yang sudah pindah domisili, ada yang tidak sesuai dengan KTP dan sebagainya. Sehingga pasti ada sisa data yang belum final, dan inilah yang dikirim lagi ke pemprov,” ucapnya.
Ia mencontohkan, pada 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 kasus konfirmasi, namun setelah dicek di lapangan hanya ada 80 orang. Kemudian, pada 15 Juni 2020, data konfirmasi yang diterima 280 orang, dan setelah dicek hanya 100. Lalu pada 16 Juni 2020, pihaknya menerima data 149 kasus terkonfirmasi warga Surabaya dan setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.
Di samping itu, ada pula data luar daerah Surabaya yang masuk dalam data Surabaya. Kadang ada warga KTP luar Surabaya tapi menulis alamat domisili di Surabaya.
(baca juga: Kejari Tanjung Perak Pindahkan 30 Tahanan ke Rutan Medaeng )
"Karena memang kerja dan indekos di Surabaya. Kalau seperti itu sudah pasti enak. Tim tracing tinggal mencari kontak eratnya. Meskipun warga luar Surabaya tetap dicatatkan di data positif Surabaya, karena sesuai epidemiologisnya," katanya.
Ia juga memastikan bahwa petugas tracingnya juga berkali-kali menemukan alamat palsu yang tertera di data itu. Karena setelah dilacak tidak ada pasien di alamat tersebut. "Kalau begini langsung dimasukkan ke data yang tersisa itu tadi dan dikirim lagi ke provinsi," katanya.
Temuan data tidak sesuai di lapangan ini hampir dialami semua daerah, karena ada beberapa pasien itu tidak jujur menerangkan alamatnya saat tes lab. Apalagi, tidak semua lab yang ada di Surabaya menerima data detail alamat pasien, termasuk yang tes mandiri.
"Karena ada data pasien yang tes mandiri itu juga terkirim semua ke pusat, makanya dia meminta warga untuk menerangkan alamat lengkapnya jika melakukan tes, supaya memudahkan tim tracing di lapangan," katanya.
Meski begitu, Rince memastikan data pasien positif yang tertahan itu masih dalam penanganan, baik itu berada di RS, ruang isolasi hotel, RS Darurat maupun isolasi mandiri di rumah. Karena asalnya juga dari hasil tracing.
"Pasiennya tentu dalam penanganan, hanya saja data yang perlu dipastikan ini ikut daerah mana harus dikonfirmasi lagi," ungkapnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Surabaya Rince Pangalila menuturkan, hampir setiap hari selalu ada data yang tidak sinkron yang diterima pemkot. Sebab, setelah ditracing sesuai domisilinya, ternyata banyak yang tidak ditemukan.
Semua data yang tidak ditemukan itu akhirnya dikembalikan lagi ke Pemprov Jatim untuk diverifikasi dengan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur.
Baca juga: Sekdaprov Jatim: Alur Publikasi Data Covid-19 Sesuai SOP Kemenkes
“Hampir setiap hari selalu ada yang seperti itu. Jadi, data yang dikembalikan ke provinsi itu merupakan sisa data yang berhasil ditracing atau data yang tidak ditemukan di Surabaya,” kata Rince ketika ditemui di Balai Kota Surabaya, Jumat (19/6/2020).
Ia melanjutkan, alur data rekap positif Covid-19 itu dimulai dari laboratorium yang dikirimkan ke Balitbang dan Dinkes Provinsi Jatim. Selanjutnya, disebarkan ke Dinkes kabupaten/kota, dan dilanjutkan ke puskesmas-puskesmas untuk melakukan tracing sesuai wilayah masing-masing.
“Hasil tracing dari teman-teman puskesmas itu dimasukkan ke aplikasi kita (Dinkes Surabaya) dan ternyata banyak yang tidak ditemukan, ada yang sudah pindah domisili, ada yang tidak sesuai dengan KTP dan sebagainya. Sehingga pasti ada sisa data yang belum final, dan inilah yang dikirim lagi ke pemprov,” ucapnya.
Ia mencontohkan, pada 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 kasus konfirmasi, namun setelah dicek di lapangan hanya ada 80 orang. Kemudian, pada 15 Juni 2020, data konfirmasi yang diterima 280 orang, dan setelah dicek hanya 100. Lalu pada 16 Juni 2020, pihaknya menerima data 149 kasus terkonfirmasi warga Surabaya dan setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.
Di samping itu, ada pula data luar daerah Surabaya yang masuk dalam data Surabaya. Kadang ada warga KTP luar Surabaya tapi menulis alamat domisili di Surabaya.
(baca juga: Kejari Tanjung Perak Pindahkan 30 Tahanan ke Rutan Medaeng )
"Karena memang kerja dan indekos di Surabaya. Kalau seperti itu sudah pasti enak. Tim tracing tinggal mencari kontak eratnya. Meskipun warga luar Surabaya tetap dicatatkan di data positif Surabaya, karena sesuai epidemiologisnya," katanya.
Ia juga memastikan bahwa petugas tracingnya juga berkali-kali menemukan alamat palsu yang tertera di data itu. Karena setelah dilacak tidak ada pasien di alamat tersebut. "Kalau begini langsung dimasukkan ke data yang tersisa itu tadi dan dikirim lagi ke provinsi," katanya.
Temuan data tidak sesuai di lapangan ini hampir dialami semua daerah, karena ada beberapa pasien itu tidak jujur menerangkan alamatnya saat tes lab. Apalagi, tidak semua lab yang ada di Surabaya menerima data detail alamat pasien, termasuk yang tes mandiri.
"Karena ada data pasien yang tes mandiri itu juga terkirim semua ke pusat, makanya dia meminta warga untuk menerangkan alamat lengkapnya jika melakukan tes, supaya memudahkan tim tracing di lapangan," katanya.
Meski begitu, Rince memastikan data pasien positif yang tertahan itu masih dalam penanganan, baik itu berada di RS, ruang isolasi hotel, RS Darurat maupun isolasi mandiri di rumah. Karena asalnya juga dari hasil tracing.
"Pasiennya tentu dalam penanganan, hanya saja data yang perlu dipastikan ini ikut daerah mana harus dikonfirmasi lagi," ungkapnya.
(msd)