Kisah Raden Patah Pimpin Pasukan Kesultanan Demak Lindungi Klenteng Sam Po Kong saat Menyerang Semarang
loading...
A
A
A
Upaya memperluas daerah kekuasaan dan menyebarkan Islam di tanah Jawa, terus dilakukan Raden Patah, sejak diangkat oleh Wali Songo sebagai Sultan Demak Bintoro. Upaya perluasan wilayah dan pengaruh Islam itu, salah satunya dibuktikan dengan penyerangan ke Semarang.
Anehnya, saat pasukan Kesultanan Demak Bintoro hampir menguasai seluruh Kota Semarang, dengan dipimpin langsung Raden Patah, yang memiliki nama lain yakni Senapati Jimbun. Namun ada satu lokasi yang sengaja tidak diduduki oleh pasukan Demak, yakni Klenteng Sam Po Kong.
Bahkan menariknya, Jimbun atau Raden Patah tidak mengambil tindakan kejam terhadap orang-orang Tionghoa, yang beda keyakinan dengannya yang memeluk Islam. Di sisi lain Senapati Jimbun alias Raden Patah sendiri merupakan keturunan Tionghoa.
Dikutip dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" tulisan Slamet Muljana, Raden Patah bahkan tak melakukan tindakan penganiayaan terhadap mereka yang murtad dan belum memeluk agama Islam.
Mereka semuanya akhirnya dimanfaatkan oleh Raden Patah di beberapa bidang, termasuk bidang pembuatan kapal yang terkenal mahir. Orang-orang Tionghoa di Semarang terkenal sangat mahir melakukan pembuatan kapal.
Kepandaian mereka diperlukan oleh Jimbun untuk memperbesar armada perkapalan di Kota Semarang, yang letaknya sangat strategis. Dengan kapal-kapal buatan orang-orang Tionghoa di Semarang itu, Jimbun akan menguasai lalu lintas kapal di lautan Jawa.
Raden Patah membiarkan kelompok-kelompok itu hidup, namun ia juga mengupayakan agar mereka bisa memeluk agama Islam. Jimbun atau Raden Patah menghendaki simpati para penduduk di wilayah Demak, dan Semarang, untuk memperluas kekuasaannya di kemudian hari. Sikap itu memang sikap yang bijaksana dari seorang pemimpin yang sedang berumur 22 tahun.
Penyerbuan Demak, ke Kota Semarang, oleh Demak pada tahun 1477 menurut Slamet Muljana, memang tidak pernah diberitakan dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Babad Tanah Jawi hanya menceritakan bahwa pada tahun 1477, Prabu Brawijaya memanggil Patih Gajah Mada dan menanyakan apakah Demak akan memberontak.
Tidak dijelaskan, dalam hubungannya apa pertanyaan itu dikemukakan, patih Gajah Mada memberikan keterangan tentang pembukaan hutan Bintara di wilayah Demak oleh pendatang baru. Untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas, Raden Kusen dipanggil. Raden Kusen menceritakan bahwa pendatang baru yang membuka hutan Bintara adalah saudaranya bernama Raden Patah.
Raden Kusen diutus ke Demak untuk membawa Raden Patah ke Majapahit. Perintah ini dilaksanakan oleh Raden Patah ke Majapahit. Perintah ini dilaksanakan oleh Raden Kusen, sampai di Sripenganti, Raden Patah bertemu dengan sang Prabu Brawijaya.
Di Babad Tanah Jawi itu dikisahkan bagaimana Prabu Brawijaya mengaca dan melihat bahwa rupanya mirip dengan Raden Patah. Raden Patah diakui sebagai putranya dan diberi pengukuhan atas daerah baru bernama Bintara, ia pun diangkat menjadi Adipati Bintara.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Baca Juga
Anehnya, saat pasukan Kesultanan Demak Bintoro hampir menguasai seluruh Kota Semarang, dengan dipimpin langsung Raden Patah, yang memiliki nama lain yakni Senapati Jimbun. Namun ada satu lokasi yang sengaja tidak diduduki oleh pasukan Demak, yakni Klenteng Sam Po Kong.
Bahkan menariknya, Jimbun atau Raden Patah tidak mengambil tindakan kejam terhadap orang-orang Tionghoa, yang beda keyakinan dengannya yang memeluk Islam. Di sisi lain Senapati Jimbun alias Raden Patah sendiri merupakan keturunan Tionghoa.
Dikutip dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" tulisan Slamet Muljana, Raden Patah bahkan tak melakukan tindakan penganiayaan terhadap mereka yang murtad dan belum memeluk agama Islam.
Mereka semuanya akhirnya dimanfaatkan oleh Raden Patah di beberapa bidang, termasuk bidang pembuatan kapal yang terkenal mahir. Orang-orang Tionghoa di Semarang terkenal sangat mahir melakukan pembuatan kapal.
Kepandaian mereka diperlukan oleh Jimbun untuk memperbesar armada perkapalan di Kota Semarang, yang letaknya sangat strategis. Dengan kapal-kapal buatan orang-orang Tionghoa di Semarang itu, Jimbun akan menguasai lalu lintas kapal di lautan Jawa.
Baca Juga
Raden Patah membiarkan kelompok-kelompok itu hidup, namun ia juga mengupayakan agar mereka bisa memeluk agama Islam. Jimbun atau Raden Patah menghendaki simpati para penduduk di wilayah Demak, dan Semarang, untuk memperluas kekuasaannya di kemudian hari. Sikap itu memang sikap yang bijaksana dari seorang pemimpin yang sedang berumur 22 tahun.
Penyerbuan Demak, ke Kota Semarang, oleh Demak pada tahun 1477 menurut Slamet Muljana, memang tidak pernah diberitakan dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Babad Tanah Jawi hanya menceritakan bahwa pada tahun 1477, Prabu Brawijaya memanggil Patih Gajah Mada dan menanyakan apakah Demak akan memberontak.
Tidak dijelaskan, dalam hubungannya apa pertanyaan itu dikemukakan, patih Gajah Mada memberikan keterangan tentang pembukaan hutan Bintara di wilayah Demak oleh pendatang baru. Untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas, Raden Kusen dipanggil. Raden Kusen menceritakan bahwa pendatang baru yang membuka hutan Bintara adalah saudaranya bernama Raden Patah.
Raden Kusen diutus ke Demak untuk membawa Raden Patah ke Majapahit. Perintah ini dilaksanakan oleh Raden Patah ke Majapahit. Perintah ini dilaksanakan oleh Raden Kusen, sampai di Sripenganti, Raden Patah bertemu dengan sang Prabu Brawijaya.
Di Babad Tanah Jawi itu dikisahkan bagaimana Prabu Brawijaya mengaca dan melihat bahwa rupanya mirip dengan Raden Patah. Raden Patah diakui sebagai putranya dan diberi pengukuhan atas daerah baru bernama Bintara, ia pun diangkat menjadi Adipati Bintara.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(eyt)