Muktamar DDI Ke-22 di Samarinda, BNPT Paparkan Ancaman Terorisme

Kamis, 24 Februari 2022 - 17:07 WIB
loading...
Muktamar DDI Ke-22 di...
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid saat seminar Muktamar ke-22 Darud Dakwah wal Irsyad (DDI), Samarinda, Kalimantan Timur. Foto/Ist
A A A
SAMARINDA - Terorismemerupakankejahatan yang tidak hanya mengancam keamanan masyarakat, tetapisebagai proxy untuk menghancurkan citra Islam dan negara.Dampak yang ditimbulkan oleh aksi terorisme yang mengatasnamakan agama adalah munculnyaislamofobia yang memperburuk citra Islamdan menentang ideologi negara.

"Perlu ditegaskanbahwa memangtidak ada kaitannya antara terorisme dengan agama. Karena tidak ada satupun ajaranagamayang membenarkan terorisme. Tetapi,terorisme berkaitan dengan pemahamanyangmenyimpang dari subtansi agama oleh oknum umat beragama," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhidsaat seminar Muktamar ke-22 Darud Dakwah wal Irsyad(DDI),Samarinda, Kalimantan Timur, dikutipKamis (24/2/2022).


Dia menyebut, tanpa banyak disadari terorisme adalah fitnah terhadap Islam, karena bertentangan dengan ruh ajaran yangrahmatan lil alamin.Aksi dan narasi propaganda yang disebarkan kelompok radikal terorisme sangat jauh dari nilai agama yang mengajarkan perdamaian, persaudaraan dan perdamaian.

"Kelompok radikal justrumelakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama sepertimengadu domba sesama masyarakat, ajakan tidak percaya terhadap negara, bahkan saling mengkafirkan sesama muslim.Tujuan kelompok ini sejatinya ingin membuat kegaduhan untukmenciptakankonflik," paparnya.

Selain sebagai fitnah terhadap Islam, menurut Nurwakhid, radikal terorisme sejatinyamerupakangerakan politik yang mempolitisasi agamadengan tujuanmengganti dasar dan ideologi negara. Mereka memperalat dalil agama untukkepentingan nafsu politiknya dalam menentang perjanjian luhur dan konsensus nasional.

Di dalam sistem demokrasi, semua pihak mendapatkan ruang kebebasan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran yang berbeda. Namun, menurutnya pandangan dan ideologi yang digagas dan diusung tidak boleh bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama sebagai komitmen berbangsa dan bernegara.


"Kita boleh berdebat tentang hal khilafiyah, tetapi hal yang tidak bisa ditawar dan menjadi kewajiban dalam beragama adalah menjaga dan merawat perjanjian. Mereka (radikal terorisme) adalah kelompok pembangkang atau bughat yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan mempolitisasi agama," tegasnya.

Karena itulah, menurutnya, masyarakat harus menyadari terorisme sebagai virus yang lebih berbahaya dari virus COVID-19. Penyebaran virus ini sangat mudah menular melalui mata dan telinga masyarakat yang terhasut narasi radikalisme. Narasi yang dimainkan kelompok radikal selalu membenturkan agama dan budaya, agama dan nasionalisme dan agama dengan ideologi negara.

Perkembangan teknologi dan informasi melalui internet semakin mempercepat proses penyabaean virus narasi radikalisme ini. Masyarakat terutama generasi muda sangat rentan ketika menghabiskan banyak waktu dengan membaca dan menerima informasi yang mengajarkan intoleransi, kebencian, fitnah, dan hoaks yang dimainkan kelompok radikal.

Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3025 seconds (0.1#10.140)