Kehebatan Sultan Baabullah Mengusir Portugis dari Maluku Tanpa Pertumpahan Darah

Kamis, 17 Februari 2022 - 05:03 WIB
loading...
Kehebatan Sultan Baabullah...
Dendam kesumat atas terbunuhnya ayah tercinta oleh tentara Portugis tidak membuat Sultan Baabullah gelap mata dan menyerang penjajah membabi buta. Foto Wikipedia
A A A
JAKARTA - Dendam kesumat atas terbunuhnya ayah tercinta oleh tentara Portugis tidak membuat Sultan Baabullah gelap mata dan menyerang penjajah membabi buta. Langkahnya terukur dan perhitungannya cermat. Sehingga pada saatnya, penjajah Portugis yang menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku angkat kaki pergi dari Maluku untuk selamanya, tanpa ada pertumpahan darah.

Kehebatan itu membuat Sultan Baabullah dijuluki ahli perang dan ahli diplomasi. Taktik jitu membuat lawan yang memiliki perlengkapan senjata canggih kala itu tidak berkutik. Karena kehebatan itu pula, Sultan Baabullah diberi gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2020 lalu.

Sultan Baabullah adalah sosok yang gigih mengusir Portugis. Sultan Baabullah yang memiliki sapaan karib Bab itu, lahir pada 10 Februari 1528. Bab adalah putra sulung Sultan Khairun Jamilu, yang memimpin Ternate 1535–1570.


Disebutkan bahwa Sultan Khairun salah satu sosok yang disegani kolonial Portugis di Maluku kala itu. Khairun membuat gerak kaum penjajah di Maluku tidak leluasa. Atas alasan inilah Khairun dibunuh oleh Portugis. Perhitungan Portugis, dengan menghilangkan nyawa Khairun, mereka bisa leluasa menguasai perdagangan rempah.

Namun, perhitungan itu salah total. Sebab, setelah ayahnya gugur pada 1570, Baabullah menjadi Sultan Ternate. Sosok yang sejak remaja telah menunjukkan pribadi berani dan ksatria itu malah bikin repot Portugis. Tekadnya untuk membalas kekejaman Portugis ia kukuhkan saat dia dilantik sebagai Sultan Ternate ke-8. Sumpahnya itu kemudian diwujudkan dengan mengirim enam perahu besar khas Ternate ke Hitu, Ambon.

Masing-masing perahu berisi 100 orang tentara. Pasukan ini bertugas mengadang bantuan ke benteng Portugis. Sebab, pada saat bersamaan, pasukan Baabullah juga mengepung benteng lain Portugis di Benteng Gamlamo di desa Kastela, Ternate.

Dalam serbuan ini, Duarte de Menezez, pemimpin benteng, kabur ke Leitimor, Ambon. Baabullah mendesak agar Diego Lopez de Mesquita, sang gubernur, menyerahkan pelaku pembunuhan ayahnya untuk diadili.

Tuntutan Baabullah sederhana, jika Portugis bersedia bertindak adil, pihaknya berjanji akan memulihkan kembali hubungan baik Ternate dengan Portugis seperti sebelumnya. Namun, Portugis tak mau memenuhi permintaan Baabullah. Alasannya, dalam konvensi Portugis, gubernur tak bisa diadili atas kesalahannya selama menjabat.

Penolakan tersebut tidak menyurutkan langkah multan muda itu. Dengan kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya, sultan yang pernah menjabat Kapita Laut, jabatan militer tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate semakin gigih berjuang mengusir Portugis.

Sultan melancarkan berbagai diplomasi kepada sesama yang menjadi korban persaingan niaga rempah. Misalnya dengan melakukan ekspedisi ke Buton, Tobungku, Banggai, dan Selayar.

Setelah mendapat dukungan secara moral, Baabullah mulai merebut benteng-benteng milik Portugis di Ternate. Benteng Tolucco, Santo Lucia, dan Santo Pedro direbut dalam waktu singkat. Taktik paling jitu diterapkan Sultan Baabullah saat merebut Benteng Sao Paulo.

Secara kuantitas personel pasukan, tentara Portugis jauh lebih sedikit dibanding pasukan Sultan Baabullah. Namun, dari segi peralatan perang, senjata milik Portugis lebih canggih.

Itu sebabnya Sultan Baabullah dan pasukkannya tidak menyerbu benteng. Tambah juga alasan kemanusiaan, karena dalam benteng itu banyak anak-anak dan perempuan yang bisa menjadi korban jika penyerbuan dilakukan.

Atas dasar itu, Sultan Baabullah memilih bertahan di luar benteng. Pasukan mengadang akomodasi sembako yang masuk ke benteng. Taktik mengisolasi lawan ini lambat tapi pasti, membuat lawan tak berdaya. Kelaparan membuat mereka tidak berdaya, moral sebagai prajurit runtuh.

Disebutkan bahwa pasukan Sultan Baabullah mengepung Benteng Sao Paulo selama lima tahun lamanya. Penghuni benteng benar-benar terisolasi dari dunia luar.

Portugis berupaya meluluhkan hati sultan. Misalnya dengan memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Mesquita dituduh telah berbuat salah dan kejam. Dia kemudian ditangkap oleh kawan-kawan sebangsanya, dirantai, dan dikirimkan ke Malaka.

Namun, langkah itu tidak membuat hati sultan luluh. Pada 26 Desember 1575, orang Portugis dalam benteng tak berdaya dan akhirnya menyerah lalu pergi dari Maluku untuk selamanya.

Kehebatan Sultan Baabulah mengusir Portugis tanpa pertumpahan darah membuatnya dikenang sebagai sosok yang sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam melawan penjajah. Meski dendam atas kematian ayahnya oleh Portugis, sultan tidak gegabah menyerang jika serangan itu menimbulkan korban nyawa tidak bersalah.

Kesuksesannya mengusir Portugis menjadi berkah bagi kerajaan dan kesultanan se-nusantara dan para pedagang khususnya. Para pedagang Jawa, Arab, Melayu, Makassar, dan Cina yang kala tersingkir dan selalu dikejar-kejar Portugis ataupun Spanyol, kemudian memperoleh kebebasan untuk bersaing dalam perdagangan. Atas kehebatan itu, Sultan Ternate itu dinilai sebagai sosok terhebat dalam sejarah perjuangan melawan penjajah. Ia kemudian dinilai layak menjadi Pahlawan Nasional.

Diolah dari berbagai sumber
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2789 seconds (0.1#10.140)