Dongkrak Ekonomi Warga Perkampungan, Pemko Surabaya Kembangkan Potensi Kampung Wisata Kue
loading...
A
A
A
Selain pendampingan PIRT, sebelumnya Dinkes juga memberikan pelatihan kepada pengelola dan penjamah makanan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya hygiene sanitasi makanan. Tak lupa, strategi pemasaran melalui aplikasi E-Peken, juga tengah dimaksimalkan pemkot. Ini supaya produk warga Kampung Kue dapat merambah ke pangsa pasar yang lebih luas. "Jadi, kita sama-sama intervensi dari semua dinas," kata Yos.
Nah, ketika pemasaran produk UMKM melalui e-Peken sudah berjalan, Wali Kota Eri Cahyadi menginginkan agar terkait distribusi kirim pesanan juga melibatkan warga atau pemuda sekitar. Menurut Yos, upaya ini diharapkan agar seluruh warga di sana bergerak ekonominya. "Yang diinginkan Pak Wali Kota itu ongkos kirimnya nanti jangan dikasihkan orang lain, bisa dikasihkan warga di sekitar atau misalnya Karang Taruna. Artinya, di situ jadi satu komunitas yang seattle," ujarnya.
Selain Kampung Kue, skema pengembangan destinasi wisata juga tengah dimaksimalkan pemkot pada sektor lain. Salah satunya dengan memaksimalkan manfaat keberadaan bangunan-bangunan monumental di Surabaya. Misalnya, ketika ada kegiatan di Jembatan Suroboyo, maka UMKM di Kecamatan Bulak dan Kenjeran dilibatkan. "Sama juga ketika ada acara di Jembatan Sawunggaling, maka kita melibatkan UMKM Kecamatan Wonokromo," ungkap dia.
Camat Rungkut Kota Surabaya, H Habib menyampaikan, sejak 2009, pelaku UMKM di Kampung Kue sudah melayani pedagang eceran yang tak hanya berasal dari Kota Surabaya. Sebanyak 71 UMKM di Kampung Kue bekerja mulai pukul 03.00 hingga 06.00 WIB dengan omzet rata-rata per hari Rp 300 ribu-Rp 1 juta. "Dari 71 UMKM di Kampung Kue ini, sekitar 40 persen yang sudah memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha)," kata Habib.
Setidaknya, ada lebih dari sekitar 70 jenis variasi kue yang diproduksi di Kampung Wisata Kue. Menurut Habib, seluruh kue yang diproduksi sudah melalui control quality oleh Dinkes Surabaya dan memenuhi standar kelayakan makanan. "Control quality sudah dilakukan Dinas Kesehatan, baik terkait penjamahan, terkait halal dan kebersihan sudah layak dan memenuhi standar kelayakan makanan yang layak dimakan," katanya.
Choirul Mahpuduah adalah Ketua Kelompok Kampung Wisata Kue Rungkut Surabaya. Perempuan kelahiran Kediri ini merupakan sosok penggerak ekonomi ibu rumah tangga di Rungkut Lor. Gerakan itu diawali pemberdayaan ibu rumah tangga dengan menjahit kemudian merambah ke makanan.
"Tahun 2005 awal saya mengajak menjahit, tetapi kemudian sebentar saja berjalan. Nah, masih di tahun 2005 kemudian mulai ke produksi makanan. Lalu tahun 2009 kita mulai memperkenalkan diri ke stakeholder, terkait kampung kue," tuturnya.
Diawali dari satu hingga dua UMKM, lambat laun, jumlah ibu-ibu yang turut memproduksi kue semakin bertambah. Bahkan, kini ada sebanyak 71 pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue yang menggerakan ekonominya di sektor tersebut. "Kalau sampai sekarang lebih dari 70 item kue variannya. Per UMKM itu bisa ada satu, dua hingga tiga varian kue," ujarnya.
Sekarang ini, kata Choirul, jika ada anggota baru, maka produksi kuenya harus berbeda. Sebab, Kampung Kue ini ke depan akan lebih fokus pada produk spesialisasi. Artinya, setiap pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue memiliki produk khas tersendiri. "Misalnya, ada rumah produksi lemper, rumah brownies dan rumah pastel. Jadi kita arahnya nanti spesialisasi," ucapnya.
Choirul mengakui, perekonomian warga di Kampung Kue kian meningkat dibanding dengan sebelumnya. Indikator itu ditandai dengan banyaknya warga yang terlibat. Bahkan, indikator keberhasilan lain ditandai dengan jenjang pendidikan anak-anak pelaku UMKM di sana. “Jadi, warga bisa menyekolahkan anaknya, beli motor, bahkan bisa beli rumah di desa. Kemudian kue yang diproduksi sekarang tidak hanya kue tradisional, tapi juga kue-kue kering yang dijual di pesawat hingga pusat oleh-oleh Surabaya," katanya.
Nah, ketika pemasaran produk UMKM melalui e-Peken sudah berjalan, Wali Kota Eri Cahyadi menginginkan agar terkait distribusi kirim pesanan juga melibatkan warga atau pemuda sekitar. Menurut Yos, upaya ini diharapkan agar seluruh warga di sana bergerak ekonominya. "Yang diinginkan Pak Wali Kota itu ongkos kirimnya nanti jangan dikasihkan orang lain, bisa dikasihkan warga di sekitar atau misalnya Karang Taruna. Artinya, di situ jadi satu komunitas yang seattle," ujarnya.
Selain Kampung Kue, skema pengembangan destinasi wisata juga tengah dimaksimalkan pemkot pada sektor lain. Salah satunya dengan memaksimalkan manfaat keberadaan bangunan-bangunan monumental di Surabaya. Misalnya, ketika ada kegiatan di Jembatan Suroboyo, maka UMKM di Kecamatan Bulak dan Kenjeran dilibatkan. "Sama juga ketika ada acara di Jembatan Sawunggaling, maka kita melibatkan UMKM Kecamatan Wonokromo," ungkap dia.
Camat Rungkut Kota Surabaya, H Habib menyampaikan, sejak 2009, pelaku UMKM di Kampung Kue sudah melayani pedagang eceran yang tak hanya berasal dari Kota Surabaya. Sebanyak 71 UMKM di Kampung Kue bekerja mulai pukul 03.00 hingga 06.00 WIB dengan omzet rata-rata per hari Rp 300 ribu-Rp 1 juta. "Dari 71 UMKM di Kampung Kue ini, sekitar 40 persen yang sudah memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha)," kata Habib.
Setidaknya, ada lebih dari sekitar 70 jenis variasi kue yang diproduksi di Kampung Wisata Kue. Menurut Habib, seluruh kue yang diproduksi sudah melalui control quality oleh Dinkes Surabaya dan memenuhi standar kelayakan makanan. "Control quality sudah dilakukan Dinas Kesehatan, baik terkait penjamahan, terkait halal dan kebersihan sudah layak dan memenuhi standar kelayakan makanan yang layak dimakan," katanya.
Choirul Mahpuduah adalah Ketua Kelompok Kampung Wisata Kue Rungkut Surabaya. Perempuan kelahiran Kediri ini merupakan sosok penggerak ekonomi ibu rumah tangga di Rungkut Lor. Gerakan itu diawali pemberdayaan ibu rumah tangga dengan menjahit kemudian merambah ke makanan.
"Tahun 2005 awal saya mengajak menjahit, tetapi kemudian sebentar saja berjalan. Nah, masih di tahun 2005 kemudian mulai ke produksi makanan. Lalu tahun 2009 kita mulai memperkenalkan diri ke stakeholder, terkait kampung kue," tuturnya.
Diawali dari satu hingga dua UMKM, lambat laun, jumlah ibu-ibu yang turut memproduksi kue semakin bertambah. Bahkan, kini ada sebanyak 71 pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue yang menggerakan ekonominya di sektor tersebut. "Kalau sampai sekarang lebih dari 70 item kue variannya. Per UMKM itu bisa ada satu, dua hingga tiga varian kue," ujarnya.
Sekarang ini, kata Choirul, jika ada anggota baru, maka produksi kuenya harus berbeda. Sebab, Kampung Kue ini ke depan akan lebih fokus pada produk spesialisasi. Artinya, setiap pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue memiliki produk khas tersendiri. "Misalnya, ada rumah produksi lemper, rumah brownies dan rumah pastel. Jadi kita arahnya nanti spesialisasi," ucapnya.
Choirul mengakui, perekonomian warga di Kampung Kue kian meningkat dibanding dengan sebelumnya. Indikator itu ditandai dengan banyaknya warga yang terlibat. Bahkan, indikator keberhasilan lain ditandai dengan jenjang pendidikan anak-anak pelaku UMKM di sana. “Jadi, warga bisa menyekolahkan anaknya, beli motor, bahkan bisa beli rumah di desa. Kemudian kue yang diproduksi sekarang tidak hanya kue tradisional, tapi juga kue-kue kering yang dijual di pesawat hingga pusat oleh-oleh Surabaya," katanya.