Kisah Tan Go Wat, Kakek Raden Patah Saudagar Cina yang Mengislamkan Jawa
loading...
A
A
A
Selain Syekh Bentong, formasi pertama Walisongo diisi oleh Sunan Ampel, Raden Ali Murtadho atau Raden Santri, Abu Hurairah atau Pangeran Majagung, Syekh Maulana Ishak atau Syekh Wali Lanang, Maulana Abdullah atau Syekh Sutamaharaja, Khalif Husain, dan Usman Haji atau Pangeran Ngudung (ayahanda Sunan Kudus).
Pada masa-masa terakhir Majapahit, para anggota Walisongo yang dipimpin Sunan Ampel disebar ke wilayah-wilayah milik kerajaan Hindu yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kebetulan, Majapahit kala itu punya 9 provinsi utama, yaitu Trowulan (ibukota), Daha, Blambangan, Matahun, Tumapel, Kahuripan, Lasem, Wengker, dan Pajang.
Syekh Bentong ditugaskan di Lasem karena banyak orang Tionghoa yang bermukim di situ. Raden Patah kemudian juga dikirim ke wilayah ini sebagai penerus kakeknya. Dia menetap di Bintara yang termasuk wilayah Lasem. Dari situ cikal bakal berdirinya Kesultanan Demak.
Peran Syekh Bentong sebagai salah satu perintis Walisongo sangat penting. Terlebih setelah Raden Patah bertakhta sebagai penguasa Kesultanan Demak. Kala itu, Walisongo bukan hanya mengurusi agama, namun juga kerap memengaruhi politik istana.
Majelis ini bersidang rutin dalam periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak. Syekh Bentong bahkan turut menjadi hakim dalam pengadilan pada 1515 itu, bersama anggota Walisongo lainnya yang mengadili Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat. Keputusannya, Jenar divonis mati.
Bahkan, Syekh Bentong menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di Kesultanan Demak saat itu, terutama selama Raden Patah berkuasa hingga 1518.
Namun, Syekh Bentong di masa tuanya memilih kembali ke Karawang, tempat di mana ia dan ayahnya memulai dakwah di Tanah Sunda serta mendirikan pesantren tertua di sana.
Di Karawang, Syekh Bentong melanjutkan syiar Islam serta mengajarkan agama kepada murid-muridnya. Kegiatan ini dijalaninya hingga wafat dan dimakamkan di Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
(Sumber: Wikipedia, Buku Politik Walisongo dan Visi Kebangkitan Bangsa (2007), Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Walisongo, 1995, Pemikiran Politik Dakwah Kontemporer 2015)
Pada masa-masa terakhir Majapahit, para anggota Walisongo yang dipimpin Sunan Ampel disebar ke wilayah-wilayah milik kerajaan Hindu yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kebetulan, Majapahit kala itu punya 9 provinsi utama, yaitu Trowulan (ibukota), Daha, Blambangan, Matahun, Tumapel, Kahuripan, Lasem, Wengker, dan Pajang.
Syekh Bentong ditugaskan di Lasem karena banyak orang Tionghoa yang bermukim di situ. Raden Patah kemudian juga dikirim ke wilayah ini sebagai penerus kakeknya. Dia menetap di Bintara yang termasuk wilayah Lasem. Dari situ cikal bakal berdirinya Kesultanan Demak.
Baca Juga
Peran Syekh Bentong sebagai salah satu perintis Walisongo sangat penting. Terlebih setelah Raden Patah bertakhta sebagai penguasa Kesultanan Demak. Kala itu, Walisongo bukan hanya mengurusi agama, namun juga kerap memengaruhi politik istana.
Majelis ini bersidang rutin dalam periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak. Syekh Bentong bahkan turut menjadi hakim dalam pengadilan pada 1515 itu, bersama anggota Walisongo lainnya yang mengadili Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat. Keputusannya, Jenar divonis mati.
Bahkan, Syekh Bentong menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di Kesultanan Demak saat itu, terutama selama Raden Patah berkuasa hingga 1518.
Namun, Syekh Bentong di masa tuanya memilih kembali ke Karawang, tempat di mana ia dan ayahnya memulai dakwah di Tanah Sunda serta mendirikan pesantren tertua di sana.
Di Karawang, Syekh Bentong melanjutkan syiar Islam serta mengajarkan agama kepada murid-muridnya. Kegiatan ini dijalaninya hingga wafat dan dimakamkan di Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
(Sumber: Wikipedia, Buku Politik Walisongo dan Visi Kebangkitan Bangsa (2007), Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Walisongo, 1995, Pemikiran Politik Dakwah Kontemporer 2015)