Badan hukum bentuk pengakuan keraton

Jum'at, 13 Juli 2012 - 08:44 WIB
Badan hukum bentuk pengakuan keraton
Badan hukum bentuk pengakuan keraton
A A A
Sindonews.com - Keraton Yogyakarta menilai status hukum yang disebutkan dalam Undang- Undang Keistimewaan adalah bentuk pengakuan keberadaan Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman oleh pemerintah.

Keraton semenjak zaman penjajahan telah memiliki peraturan perundangan- undangan yang diakui oleh pemerintahan Belanda. Salah satunya adalah peraturan tentang peralihan hak milik atas tanah kepada masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan keberadaan tanah-tanah yang saat ini bisa dikuasai masyarakat dengan terbitnya sertifikat.

"Pemberian hak atas tanah itu membuktikan bahwa keraton itu diakui sebagai badan hukum oleh Belanda waktu itu.Namun kenapa saat ini pihak yang memberikan hak (Keraton) malah tidak diakui keberadaannya sehingga tidak bisa membuat sertifikat," ujar Penghageng Wahana Sarta Kriyo Keraton Yogyakarta, KGPH Hadiwinoto, Kamis 12 Juli 2012.

Menurut Hadiwinoto, pengalaman munculnya UU Pokok Agraria tentang keberadaan tanah adat di Yogyakarta menjadi catatan penting dalam penataan aset milik keraton. UU tersebut menjadi tidak dapat berfungsi optimal karena tidak diikuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Hal inilah yang menjadikan keraton a menginginkan agar UU Keistimewaan langsung mengatur keberadaan status hukum Keraton Yogyakarta.

Dengan diatur secara tegas keberadaan Keraton dan Pura Pakualaman, diharapkan penataan aset dalam hal ini tanah tersebut dapat langsung dilakukan setelah UU Keistimewaan disahkan. ’’Kalau harus menunggu PP, ya kalau dibuat,kalau tidak seperti UU PA tahun 69 itu akhirnya tidak berfungsi undang-undangnya,’’ tegasnya.

Termuatnya status hukum Keraton dan Pura Pakualaman menurutnya menjadi dasar adanya pengakuan pemerintah terhadap keberadaan kedua lembaga adat tersebut.

"Tidak berbicara masalah hak atas tanah. Tapi yang paling penting Keraton itu di-uwongke (diakui keberadaannya)," tandasnya.

Pengakuan sebagai badan hukum ditegaskannya tidak akan mempengaruhi kondisi penggunaan tanah seperti yang terjadi saat ini. Setiap masyarakat yang memanfaatkan tanah adat tetap bisa memanfaatkan. Pemerintah juga tetap mendapatkan haknya berupa pajak karena para pemegang hak magersari ataupun hak guna atas tanah tersebut tetap membayar pajak seperti PBB.

Terpisah Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengatakan, secara substansi pengakuan sebagai badan hukum tidak menjadi persoalan. Yang terpenting menurutnya adalah, pengaturan mengenai hak dan kewajiban keraton dan Pura Pakualaman sebagai badan hukum.

Sementara mengenai numenklatur penyebutan status hukum saat ini sedang dibahas dengan meminta masukan dari pakar hukum.

"Ya kalau saya setengah privat setengah publik. Artinya untuk tanah yang memang penggunaannya secara ekonomi tetap kena pajak. Tetapi untuk yang statusnya adat tidak boleh beralih," jelasnya.

Terpisah Anggota Tim Asistensi RUUK DIY Achiel Suyanto mengatakan, persoalan badan hukum hingga kini memang belum menemukan kata sepakat. "Ditunggu saja hasil pertemuan kita (Tim Asistensi RUUK dengan Tim RUUK Kemendagri) minggu depan," pungkasnya.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.9006 seconds (0.1#10.140)