Kisah Mpu Tanakung dan Mpu Dusun, 2 Pujangga Majapahit Penyusun Lubadhaka serta Kunjarakarna Dharmakarthana

Senin, 20 Desember 2021 - 07:08 WIB
loading...
Kisah Mpu Tanakung dan Mpu Dusun, 2 Pujangga Majapahit Penyusun Lubadhaka serta Kunjarakarna Dharmakarthana
Candi Jago yang ada di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
Majapahit yang didirikan raden Wijaya, usai menghancurkan Kediri, tumbuh menjadi kerajaan yang sangat maju peradabannya. Tak hanya kekuatan militer, namun juga karya-karya sastra yang dilahirkan para pujangga Majapahit turut melegenda hingga kini.



Siapa yang tak mengenal Mpu Prapanca? Dalam pengasingannya, pujangga ini mampu melahirkan Kitab Negarakertagama yang hingga kini masih menjadi referensi utama dalam mempelajari Majapahit, dan kejayaan Nusantara.



Selain itu ada Mpu Tantular, yang melahirkan Kakawin Sutasoma. Kakawin berbahasa Jawa kuno tersebut sangat termasyhur, karena ada semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.



Namun, siapa sangka di Majapahit juga ada nama pujangga Mpu Tanakung, dan Mpu Dusun, Keduanya telah melahirkan tiga kitab, yakni Kakawin Lubadhaka menjadi kitab yang ditulis oleh Mpu Tanakung pada pertengahan abad 15.

Kala itu, Majapahit dipimpin oleh Sri Adisuraprabhawa atau Dyah Suraprabhawa yang memimpin pada 1466-1474 Masehi. Sebagaimana dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka, Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit, " dari Sri Wintala Achmad.

Keunikan kakawin ini terletak pada tokohnya yang merupakan seorang pemburu. Kakawin ini mengisahkan tentang sorang pemburu yang mencapai surga karena menghormati lingga pada malam Siwa.



Kitab berikutnya yang ditulis Mpu Tanakung adalah Wrttansancana. Kakawin ini ditulis untuk memberikan kaidah-kaidah metrum. Perihal pesan moral yang tersirat dari kisah perpisahan dan pertemuan seorang putri dengan kekasihnya melalui sepasang itik dalam karya tersebut. Tanakung mengisahkan bagaimana perpisahan dan pertemuan manusia juga dialami oleh Mpu Tanakung.

Mpu Tanakung mengisahkan tak ada keabadian di dunia melalui Kakawin Wrttansancana. Setiap pertemuan merupakan ambang perpisahan, dan perpisahan merupakan ambang pertemuan. Karenanya dalam kitab kakawin ini dikisahkan bagaimana larangan bersedih sewaktu berpisah.

Dalam karyanya, Mpu Tanakung juga mengkritisi adanya pendapat bahwa seluruh manusia adalah umat Tuhan yang mulia. Menurut Tanakung, tingkatan nilai manusia ditentukan oleh budi pekertinya.

Kisah Mpu Tanakung dan Mpu Dusun, 2 Pujangga Majapahit Penyusun Lubadhaka serta Kunjarakarna Dharmakarthana


Dia menyatakan, banyak manusia kaya raya yang tidak memiliki nilai tinggi di hadapan Tuhan, karena hidup sebagai penjahat. Namun sebaliknya banyak manusia miskin atau papa, sebagaimana dilukiskan sebagai binatang itik yang bernilai tinggi, karena suka menolong pada seluruh makhluk Tuhan.

Pujangga terakhir yang juga mengarang kakawin di era Kerajaan Majapahit yakni Mpu Dusun. Mpu Dusun merupakan seorang sastrawan yang tinggal di daerah pedalaman Majapahit. Kitab kakawinnya bernama Kakawin Kunjarakarna Dharmakarthana.



Bila dicermati dengan seksama, kakawin tersebut bersifat Buddhistis, namun masih dalam kerangka religius Siwa-Buddha. Terdapat dugaaan yang menyatakan bahwa kakawin tersebut digubah sebelum Kakawin Siwaratrtkalpa.

Kisah dalam kakawin Kunjarakarna Dharmakarthana dapat disaksikan melalui relief-relief di Candi Jago. Versi kisah pada relief-relief tersebut belum dapat ditentukan. Tampaklah bahwa kisah Kunjarakarna Dharmakarthana telah dikenal sebelum dituliskan.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1028 seconds (0.1#10.140)