Jika Dipaksakan, Partisipasi Pilkada Sumsel Berpotensi Turun

Senin, 08 Juni 2020 - 15:03 WIB
loading...
Jika Dipaksakan, Partisipasi Pilkada Sumsel Berpotensi Turun
Bagindo Togar Butar-Butar, Pengamat Sosial dan Politik Sumatera Selatan. Foto/SINDOnews/DedeFebriansyah
A A A
PALEMBANG - Pengamat Sosial dan Politik Sumatera Selatan (Sumsel), Bagindo Togar Butar-Butar, meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel jangan terlalu percaya diri untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah ( pilkada ) pada tujuh daerah di akhir tahun 2020 mendatang.

Menurutnya, menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi tidak selaras dengan upaya pemerintah dalam upaya menangani dan mencegah penyebaran virus Corona. Apalagi, hingga saat ini kurva kasus positif COVID-19 di Sumsel belum menunjukkan penurunan.

"Masih banyak bidang lain yang bisa dinormalisasikan, bahkan persiapan menuju New Normal itu sendiri tidak sebentar dan bisa memakan waktu tiga sampai enam bulan, sementara pilkada sudah didesak pada bulan Desember ini," ujar Bagindo Togar saat diwawancarai SINDOnews, Senin (08/06/2020).

Bagindo menilai, seharusnya KPU pusat juga memberikan pertimbangan rasional kepada KPU di daerah berdasarkan kajian akademik, bahwa penyelenggaran Pilkada Serentak 2020 belum tepat untuk dilaksanakan. ( Baca: KPK Periksa Panitera Muda Perdata untuk Dalami Kasus Nurhadi )

"Seharusnya tunggu dulu penjelasan dan kepastian dari BNPB dan Kemenkes RI, karena acuannya dari sana. Jadi tidak usah mengacu soal pilkada. Persoalan lain saja semuanya ditunda karena masyarakat menganggap pilkada ini tidak begitu penting di tengah pandemi COVID-19," tuturnya.

Bagindo juga menjelaskan, seharusnya pelaksanaan pilkada harus menunggu hasil riset dan keputusan yang diberikan oleh BNPP dan Kemenkes RI, karena seluruh instansi dan kementrian lainnya masih mengacu dari hasil keputusan tersebut.

"Kalau sampai tidak sukses bagaimana? Karena setelah ada tanda-tanda penyebaran COVID-19 menurun, orang juga tidak langsung mengurusi politik, tapi lebih mengurusi silaturahim dan usaha bisnisnya yang tertunda," katanya.

Ditegaskan juga, jika KPU masih bersikeras untuk menyelenggarakan pilkada serentak akhir tahun 2020 mendatang, maka potensi partisipasi rendah atau golput akan terjadi.

"Kalau dipaksakan dampaknya tingkat partisipasi para pemilih akan cenderung menurun, karena dinilai pilkada tidak begitu penting buat masyarakat," sambungnya.

Dirinya juga menjelaskan, adanya permintaan dana tambahan yang dilakukan KPU kepada pemerintah juga dinilai salah kaprah, karena hampir 90 persen dana anggaran pemerintah dialihkan untuk penanganan COVID-19.

"Ngapain pemerintah melayani ini, karena masih banyak untuk kepentingan yang lain. Seharusnya KPU jangan kejar tayang, karena suskes tidaknya pilkada itu diukur seberapa besar dan tinggi angka capaian untuk mendekati target yang ditetapkan," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua KPU Sumsel Kelly Mariana mengatakan pelaksaaan pilkada Sumsel sendiri direncanakan akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang. "Rencananya memang seperti itu, namun kita masih menunggu informasi dari pusat," katanya.

Untuk tahapannya, kata Kelly, seperti survei maupun pencocokan dan penelitian harus dilakukan dalam waktu dekat ini hingga menjelang pelaksanaan, termasuk perlengkapan APD petugas.

"Kategori petugas kan berbeda-beda, tentu kebutuhan APD-nya juga berbeda. Kita masih hitung dan akan dikoordinasikan juga dengan gugus tugas. Tentunya kami akan menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.

Diketahui, Pilkada Serentak Sumsel 2020 akan berlangsung di tujuh daerah, di antaranya Kabupaten Ogan Ilir (OI), Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Musi Rawas (Mura), Musi Rawas Utara (Muratara), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, dan OKU Timur.
(ihs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0978 seconds (0.1#10.140)