Satu Tungku Tiga Batu Cermin Toleransi Masyarakat Fakfak Papua Barat

Rabu, 24 November 2021 - 21:05 WIB
loading...
Satu Tungku Tiga Batu Cermin Toleransi Masyarakat Fakfak Papua Barat
Masyarakat Kabupaten Fakfak terkenal dengan filosofi Satu Tungku Tiga Batu. Mereka memahami filosofi tersebut sebagai cerminan toleransi antar umat beragama. Foto/Ist
A A A
FAKFAK - Fakfak, Papua Barat diyakini berasal dari kata PakPak yang memiliki arti batu kotak-kotak yang bertumpuk. Bebatuan tersebut dapat dilihat di Pelabuhan Fakfak tempat kapal bersandar.

Nama ini menjadi identitas warga asli yang telah mendiami kawasan ini sejak zaman dulu. Hal itu ditandai dengan nama marga yang menjadi identitas warga.


Etnis Mbaham Matta (WUH) merupakan masyarakat adat tertua yang ada di Fakfak. Masyarakat di Fakfak terkenal dengan filosofi Satu Tungku Tiga Batu. Mereka memahami filosofi tersebut sebagai cerminan toleransi antar umat beragama.

Humas Kemenag Kabupaten Fakfak, Alex Iba menuturkan, berdasarkan sejumlah sumber sejak zaman dahulu warga Suku Mbaham Matta yang mendiami Fakfak, Papua Barat memasak di atas tungku yang terbuat dari tiga batu besar. Ketiga batu ini memiliki ukuran yang sama, kokoh dan kuat serta tahan panas.

Ketiga batu disusun membentuk lingkaran sehingga bisa menopang kuali atau belanga yang akan digunakan untuk memasak. Humas Kemenag Kab Fakfak, Alex Iba menjelaskan, tradisi luhur ini sering disebut Satu Tungku Tiga Batu.

“Bagi masyarakat Kota Pala ini, tungku merupakan simbol dari kehidupan. Sedangkan tiga batu adalah simbol dari kau, saya dan dia yang menghubungkan perbedaan baik agama, suku, dan status sosial dalam satu wadah persaudaraan,” kata Alex Iba dikutip dari laman Kemenag.go.id, Rabu (24/11/2021).

“Dasar itulah yang kemudian dijadikan sebagai simbol kerukunan di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat,” lanjutnya.


Filosofi Satu Tungku Tiga Batu ini, kata Alex, juga merupakan pengejawatan dari filsafat hidup Etnis Mbaham Matta yang disebut “KO, ON, KNO, Mi Mbi Du Qpona”. Artinya, kau, saya, dan dia Bersaudara. Filosofi ini mengarah pada adat, agama, dan pemerintahan.

Filosofi Satu Tungku Tiga Batu menjadi pegangan hidup masyarakat Kabupaten Fakfak. Dulu, filosofi ini diwariskan secara turun temurun di dalam keluarga. Pada tahun 1990-an, dilakukan upaya perumus hingga secara resmi ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai filosofi Kabupaten Fakfak.

Alex menjelaskan, sejak lama, Kabupaten Fakfak dikenal sebagai penghasilan rempah-rempah, di antaranya berupa pala. Sehingga membuat banyak pedagang singgah di Kabupaten Fakfak untuk berniaga.

Dalam perkembangannya, penduduk Kabupaten Fakfak semakin beragam. Ada di antara mereka yang beragama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan.

Mereka hidup secara toleran dan harmonis. Kondisi ini bisa dilihat misalnya dalam acara keagamaan. Saat perayaan Idul Fitri dan Natal, semua umat dilibatkan. “Bahkan, bila ada acara pembangunan masjid atau gereja, semua umat juga ikut terlibat, berpartisipasi dan bergotong royong,” tutur Alex.

Kini, Fakfak menjadi salah satu kabupaten tertua di Provinsi Papua Barat, bahkan di Tanah Papua. Filosofi Satu Tungku Tiga Batu telah mengajarkan mereka bahwa perbedaan justru menjadi sarana untuk menyatukan.

Warga Fakfak tidak pernah membeda-bedakan agama satu dengan agama yang lain. “Filosofi Satu Tungku Tiga Batu merupakan nafas dari kerukunan dan keakraban dalam peradaban masyarakat yang ada di Kabupaten Fakfak,” tandas Alex.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2828 seconds (0.1#10.140)