Sultanah Malikah Nahrasiyah, Ratu Samudera Pasai yang Gentarkan Asia Tenggara
loading...
A
A
A
LHOKSEUMAWE - KERAJAAN Samudera Pasai di Aceh termashyur dan pernah memiliki pengaruh kuat dan menggentarkan di kawasan Asia Tenggara saat dipimpin Sultanah Malikah Nahrasiyah. Sosok Sultanah Malikah Nahrasiyah atau yang sering disebut Ratu Nahrasiyah merupakan sultan perempuan pertama di Kerajaan Samudera Pasai.
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Foto/atjehliterature
Sultanah Malikah Nahrasiyah merupakan keturunan Sultan Malik as-Saleh yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Dalam sejarahnya, Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak 1267 Masehi.
Saat itu, Ratu Nahrasiyah naik tahta menjadi Sultanah Samudera Pasai menggantikan ayahnya, Sulthan Zainal Abidin yang wafat pada 1405 Masehi.
Sejarawan Aceh, T Ibrahim Alfian dalam tulisannya menyebut saat memimpin Samudera Pasai pada 1404 hingga 1428 Masehi, Sultanah Malikah Nahrasiyah memimpin dengan bijaksana, penuh kasih sayang dan menonjolkan sifat keibuan.
Di bawah kepemimpinan Sultanah Malikah Nahrasiyah, Samudera Pasai mengalami kemajuan pesat dan menjadi kerajaan yang mampu mengendalikan ekonomi di wilayah Asia Tenggara. Koin emas menjadi mata uang selain dinar.
Setelah 24 tahun memerintah, Ratu Nahrasiyah wafat pada 128 Masehi. Jasadnya dimakamkan berdampingan dengan makam sang ayah, Sultan Zainal Abidin di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Lokasinya sekitar 18 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Makam Ratu Nahrasiyah berada di kompleks II (Kuta Karang), dan tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh. Konon, kompleks makam Ratu Nahrasiyah terindah disebut-sebut Asia Tenggara.
Di antaranya diketahui dari nisan Ratu Nahrasiyah dengan tulisan aksara Arab berbahasa Arab dan Melayu Kuno dengan khat Kufi atau kaligrafi Arab tertua.
Dalam nisan tersebut tertulis “Inilah kubur wanita yang bercahaya yang suci, Ratu yang terhormat, Almarhumah yang diampunkan dosanya Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin putra Sultan Ahmad putra Sultan Muhammad putra Sultan Malik As-Shaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin 17 Dzulhijah 831 H/ 1428”.
Tak ketinggalan, pada nissan Ratu Nahrasiyah juga ditemukan tulisan ayat Kursi, surah Yasin, kalimat Syahadat, penggalan surah Ali Imran ayat 18-19 dan surah Al Baqarah ayat 285-286.
Sementara dalam bukunya, De Grafsteenen Te Pase En Grissee Verge Liken Met Dergelijke Mo Menten Uit Hindoestan, JP Moquette menulis Sultanah Malikah Nahrasiyah meninggal pada 27 September 1428 M.
Dia menyebut Sultanah Malikah Nahrasiyah merupakan Ratu Pasai keturunan Malik As-Shalih. Selain itu sosok perempuan yang mengendalikan Samudera Pasai ini dikenal sebagai Malikah Muazzamah atau ratu yang dipertuan agung.
Replika nisan makam Sultanah Malikah Nahrasiyah di Gampong Beuringin, desa Meunasah Kuta Krueng, kecamatan Samudera, Aceh Utara. Foto/museumnasional
Dalam epitaf pada makamnya menyebutkan bahwa Sultanah Malikah Nahrasiyah memiliki gelar Ra-Baghsa Khadiyu yang artinya penguasa yang pemurah.
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah hingga saat ini masih utuh dan tidak mengalami kerusakan. Saat ini kompleks makam ini jadi tempat wisata sejarah dan religi di Aceh.
Keindahan makam Ratu Nahrasiyah juga diungkapkan Prof Dr C Snouck Hourgronje dalam pidato pengukuhan guru besar di Rijksuniversiteit Lainden pada 23 Januari 1907. Snouck Hourgronje mengaku kagum melihat sebuah makam peninggalan Kerajaan Samudra Pasai.
Hal itu dia tulis dalam buku Arabie en Oost-Indie yang menyebut makam Sultanah Malikah Nahrasiyah yang terbuat dari pualam itu sebagai makam terindah di Asia Tenggara.
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah memiliki jirat yang tinggi dan bersatu dengan bagian nisan yang terbuat dari pualam Gujarat, India. Sedangkan dinding makam dipenuhi pahatan kaligrafi.
Sumber: acehtourism.travel, museumnasional, swararahima
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Foto/atjehliterature
Sultanah Malikah Nahrasiyah merupakan keturunan Sultan Malik as-Saleh yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Dalam sejarahnya, Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak 1267 Masehi.
Baca Juga
Saat itu, Ratu Nahrasiyah naik tahta menjadi Sultanah Samudera Pasai menggantikan ayahnya, Sulthan Zainal Abidin yang wafat pada 1405 Masehi.
Sejarawan Aceh, T Ibrahim Alfian dalam tulisannya menyebut saat memimpin Samudera Pasai pada 1404 hingga 1428 Masehi, Sultanah Malikah Nahrasiyah memimpin dengan bijaksana, penuh kasih sayang dan menonjolkan sifat keibuan.
Di bawah kepemimpinan Sultanah Malikah Nahrasiyah, Samudera Pasai mengalami kemajuan pesat dan menjadi kerajaan yang mampu mengendalikan ekonomi di wilayah Asia Tenggara. Koin emas menjadi mata uang selain dinar.
Setelah 24 tahun memerintah, Ratu Nahrasiyah wafat pada 128 Masehi. Jasadnya dimakamkan berdampingan dengan makam sang ayah, Sultan Zainal Abidin di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Lokasinya sekitar 18 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Makam Ratu Nahrasiyah berada di kompleks II (Kuta Karang), dan tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh. Konon, kompleks makam Ratu Nahrasiyah terindah disebut-sebut Asia Tenggara.
Di antaranya diketahui dari nisan Ratu Nahrasiyah dengan tulisan aksara Arab berbahasa Arab dan Melayu Kuno dengan khat Kufi atau kaligrafi Arab tertua.
Dalam nisan tersebut tertulis “Inilah kubur wanita yang bercahaya yang suci, Ratu yang terhormat, Almarhumah yang diampunkan dosanya Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin putra Sultan Ahmad putra Sultan Muhammad putra Sultan Malik As-Shaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin 17 Dzulhijah 831 H/ 1428”.
Tak ketinggalan, pada nissan Ratu Nahrasiyah juga ditemukan tulisan ayat Kursi, surah Yasin, kalimat Syahadat, penggalan surah Ali Imran ayat 18-19 dan surah Al Baqarah ayat 285-286.
Sementara dalam bukunya, De Grafsteenen Te Pase En Grissee Verge Liken Met Dergelijke Mo Menten Uit Hindoestan, JP Moquette menulis Sultanah Malikah Nahrasiyah meninggal pada 27 September 1428 M.
Dia menyebut Sultanah Malikah Nahrasiyah merupakan Ratu Pasai keturunan Malik As-Shalih. Selain itu sosok perempuan yang mengendalikan Samudera Pasai ini dikenal sebagai Malikah Muazzamah atau ratu yang dipertuan agung.
Replika nisan makam Sultanah Malikah Nahrasiyah di Gampong Beuringin, desa Meunasah Kuta Krueng, kecamatan Samudera, Aceh Utara. Foto/museumnasional
Dalam epitaf pada makamnya menyebutkan bahwa Sultanah Malikah Nahrasiyah memiliki gelar Ra-Baghsa Khadiyu yang artinya penguasa yang pemurah.
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah hingga saat ini masih utuh dan tidak mengalami kerusakan. Saat ini kompleks makam ini jadi tempat wisata sejarah dan religi di Aceh.
Keindahan makam Ratu Nahrasiyah juga diungkapkan Prof Dr C Snouck Hourgronje dalam pidato pengukuhan guru besar di Rijksuniversiteit Lainden pada 23 Januari 1907. Snouck Hourgronje mengaku kagum melihat sebuah makam peninggalan Kerajaan Samudra Pasai.
Hal itu dia tulis dalam buku Arabie en Oost-Indie yang menyebut makam Sultanah Malikah Nahrasiyah yang terbuat dari pualam itu sebagai makam terindah di Asia Tenggara.
Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah memiliki jirat yang tinggi dan bersatu dengan bagian nisan yang terbuat dari pualam Gujarat, India. Sedangkan dinding makam dipenuhi pahatan kaligrafi.
Sumber: acehtourism.travel, museumnasional, swararahima
(shf)