Pekalongan Tetapkan Tanggap Darurat Banjir Rob 14 Hari
loading...
A
A
A
PEKALONGAN - Wali Kota Pekalongan Saelany Machfudz menetapkan status tanggap darurat bencana banjir rob selama 14 hari, yakni sejak 4-17 Juni 2020. (Baca juga: Puncak Banjir Rob di Pekalongan, Puluhan Lansia dan Anak Dievakuasi)
Banjir rob yang disebabkan naiknya permukaan air laut terjadi di Kota Pekalongan sejak Senin, 1 Juni 2020 lalu yang mengakibatkan sekitar 7.000 warga terdampak dan 250 orang mengungsi. (Baca juga: Banjir Rob Merendam Kantor Koramil, Polsek dan Camat Pekalongan Utara)
"Ada beberapa hal yang menyebabkan rob semakin tinggi seperti jebolnya tanggul di Meduri, gelombang tinggi yang menyebabkan air laut di pantai Utara limpas ke jalan-jalan di Kota Pekalongan, dan Sungai Gabus dan Kalibanger yang airnya limpas ke perumahan di daerah Slumprit, dan Degayu meskipun sebelumnya jalan sudah ditinggikan," terang Saelany.
Warga terdampak banjir rob mengungsi di berbagai tempat seperti di Slamaran. "Pemerintah Kota Pekalongan telah meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat untuk mengkaji kembali. Penanganan ke depannya kami inginkan pembangunan permanen atau tetap," jelasnya.
Saelany mengapresiasi kepada seluruh instansi yang telah berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai komunitas seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Pekalongan Tanggap, Pekalongan Peduli, dan Pekalongan Rescue yang telah membantu mengevakuasi warga terdampak rob. "Juga kepada jajaran Brimob, TNI, dan Polri TNI yang membangun dapur umum untuk menyiapkan makanan bagi para pengungsi dan warga terdampak rob," katanya.
Menurut Saelany penetapan status tanggap darurat rob ini dilakukan untuk memudahkan penganggaran penanganan rob dan untuk menyiapkan sarana dan prasarana penanggulangan rob. Langkah dari Pemerintah Kota Pekalongan saat ini yakni berkoordinasi dengan gubernur agar penanganan pembangunan dilakukan secara permanen serta membantu mengintervensi pemerintah pusat untuk pembangunan di Kota Pekalongan.
Banjir rob yang disebabkan naiknya permukaan air laut terjadi di Kota Pekalongan sejak Senin, 1 Juni 2020 lalu yang mengakibatkan sekitar 7.000 warga terdampak dan 250 orang mengungsi. (Baca juga: Banjir Rob Merendam Kantor Koramil, Polsek dan Camat Pekalongan Utara)
"Ada beberapa hal yang menyebabkan rob semakin tinggi seperti jebolnya tanggul di Meduri, gelombang tinggi yang menyebabkan air laut di pantai Utara limpas ke jalan-jalan di Kota Pekalongan, dan Sungai Gabus dan Kalibanger yang airnya limpas ke perumahan di daerah Slumprit, dan Degayu meskipun sebelumnya jalan sudah ditinggikan," terang Saelany.
Warga terdampak banjir rob mengungsi di berbagai tempat seperti di Slamaran. "Pemerintah Kota Pekalongan telah meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat untuk mengkaji kembali. Penanganan ke depannya kami inginkan pembangunan permanen atau tetap," jelasnya.
Saelany mengapresiasi kepada seluruh instansi yang telah berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai komunitas seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Pekalongan Tanggap, Pekalongan Peduli, dan Pekalongan Rescue yang telah membantu mengevakuasi warga terdampak rob. "Juga kepada jajaran Brimob, TNI, dan Polri TNI yang membangun dapur umum untuk menyiapkan makanan bagi para pengungsi dan warga terdampak rob," katanya.
Menurut Saelany penetapan status tanggap darurat rob ini dilakukan untuk memudahkan penganggaran penanganan rob dan untuk menyiapkan sarana dan prasarana penanggulangan rob. Langkah dari Pemerintah Kota Pekalongan saat ini yakni berkoordinasi dengan gubernur agar penanganan pembangunan dilakukan secara permanen serta membantu mengintervensi pemerintah pusat untuk pembangunan di Kota Pekalongan.
(shf)