Dituntut KPK 7 Tahun Bui, Ini Respons Bupati Bandung Barat Nonaktif Aa Umbara Sutisna
loading...
A
A
A
BANDUNG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Bandung Barat nonaktif, Aa Umbara Sutisna 7 tahun penjara dan uang pengganti Rp2 miliar karena dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat.
Aa Umbara pun memberikan respons atas tuntutan yang disampaikan KPK tersebut melalui kuasa hukumnya, Rizki Dirgantara. Dia menilai bahwa tuntutan yang disampaikan jaksa KPK tidak sesuai fakta di persidangan. Menurutnya, banyak fakta-fakta persidangan yang dikesampingkan oleh jaksa KPK.
"Pada prinsipnya kami menghormati tuntutan versi jaksa. Tapi, kami menilai dan berpandangan banyak fakta persidangan yang lahir dari keterangan saksi, bukti surat, hingga ahli yang dikesampingkan oleh jaksa," ujar Rizki usai sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
Rizki pun menjelaskan beberapa fakta yang dikesampingkan seperti soal fee sebesar 6 persen yang dibantah oleh terdakwa M Totoh Gunawan selaku penyedia paket bansos COVID-19. Dalam tuntutannya, kata Rizki, jaksa KPK menolak bantahan Totoh tersebut. Menurut Rizki, penolakan jaksa KPK itu bertentangan dengan fakta hukum di persidangan.
"Kan jaksa mengandalkan, berpegangan pada hasil sadapan (saksi) Yusuf dan Pak Totoh. Nah, Yusuf sendiri menerangkan dia meluruskan BAP (berita acara pemeriksaan) dia tentang kemungkinan ada fee 6 persen untuk Bupati, dia kan bilang itu hanya akal-akalan Pak Totoh. Bahkan, Pak Totoh juga bilang saat diperiksa sebagai saksi mahkota bahwa itu cara dia, akal-akalan dia," paparnya.
"Kemudian Pak Totoh bilang tidak ada kesepakatan 6 persenp dan tidak ada 3.300 paket, 500 paket yang diserahkan cuma-cuma. Bahkan, ada bukti pembayaran dari Pak Umbara ke Pak Totoh. Nah, sekarang secara logika saja, Pak Totoh diduga memberikan gratifikasi Rp1,9 miliar ke Pak Umbara, 6 persen dari keuntungan dia. Sedangkan dalam persidangan keuntungan Pak Totoh hanya Rp990 juta, itu gimana?" beber Rizki menambahkan.
Begitu juga soal bon-bon yang dalam persidangan diungkap. Dalam sidang, jaksa KPK menilai, bon pembayaran tersebut tak ada kaitannya dengan perkara itu.
"Nah jaksa tadi menilai bon itu tidak ada hubungannya dengan hukum karena yang tertera di sana capnya itu bukan cap Pak Totoh. Betul Pak Totoh juga sudah memberikan keterangan bahwa bon itu memang dari Pak Totoh, terus kenapa namanya bukan Jagat Dirgantara? karena bon itu toko dimana Pak Totoh ngambil bahan sembako yang kemudian dijual ke Pak Umbara," terangnya.
Rizki menyatakan, fakta-fakta persidangan yang dikesampingkan ini nantinya akan diuraikan dalam nota pembelaan. Sehingga, nantinya bisa menjadi rujukan majelis hakim untuk memberikan putusan.
"Itu makanya fakta yang berlawanan kami akan uraikan dalam nota pembelaan. Sehingga, kami penuh harapan majelis hakim bisa lebih objektif menilai fakta persidangan yang akan dimuat dalam putusan," kata dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Bupati Bandung Barat non-aktif Aa Umbara Sutisna terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu, KPK menuntut Aa Umbara untuk menjalani hukuman penjara selama 7 tahun dan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp2 miliar.
Tuntutan tersebut disampaikan Jaksa KPK, Budi Nugraha dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
Bupati Bandung Barat non-aktif Aa Umbara Sutisna dituntut hukuman 7 tahun penjara. Aa Umbara dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Tuntutan terhadap Aa Umbara dibacakan Jaksa KPK Budi Nugraha dalam sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
"Menjatuhkan pidana selama 7 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," tegas Budi.
Budi menjelaskan, Aa Umbara dinilai telah melanggar dakwaan kumulatif 1 dan 2, yakni Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tindak Pidana Korupsi.
Selain menuntut hukuman 7 tahun bui, Budi juga mengatakan, KPK menuntut Aa Umbara membayar uang pengganti senilai Rp2 miliar. Jika tidak mampu membayar dalam satu bulan, kata Budi, maka harta bendanya akan disita.
"Harta benda akan disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti. Jika tidak tercukupi, akan dipidana selama satu tahun," tegas Budi lagi.
Selain itu, KPK juga menuntut pencabutan hak politik Aa Umbara untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun usai menjalani hukuman.
Dalam sidang tersebut, Budi juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan Aa Umbara. Hal yang meringankan, Aa Umbara tidak pernah dihukum.
"Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya," kata Budi.
Aa Umbara pun memberikan respons atas tuntutan yang disampaikan KPK tersebut melalui kuasa hukumnya, Rizki Dirgantara. Dia menilai bahwa tuntutan yang disampaikan jaksa KPK tidak sesuai fakta di persidangan. Menurutnya, banyak fakta-fakta persidangan yang dikesampingkan oleh jaksa KPK.
"Pada prinsipnya kami menghormati tuntutan versi jaksa. Tapi, kami menilai dan berpandangan banyak fakta persidangan yang lahir dari keterangan saksi, bukti surat, hingga ahli yang dikesampingkan oleh jaksa," ujar Rizki usai sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
Rizki pun menjelaskan beberapa fakta yang dikesampingkan seperti soal fee sebesar 6 persen yang dibantah oleh terdakwa M Totoh Gunawan selaku penyedia paket bansos COVID-19. Dalam tuntutannya, kata Rizki, jaksa KPK menolak bantahan Totoh tersebut. Menurut Rizki, penolakan jaksa KPK itu bertentangan dengan fakta hukum di persidangan.
"Kan jaksa mengandalkan, berpegangan pada hasil sadapan (saksi) Yusuf dan Pak Totoh. Nah, Yusuf sendiri menerangkan dia meluruskan BAP (berita acara pemeriksaan) dia tentang kemungkinan ada fee 6 persen untuk Bupati, dia kan bilang itu hanya akal-akalan Pak Totoh. Bahkan, Pak Totoh juga bilang saat diperiksa sebagai saksi mahkota bahwa itu cara dia, akal-akalan dia," paparnya.
"Kemudian Pak Totoh bilang tidak ada kesepakatan 6 persenp dan tidak ada 3.300 paket, 500 paket yang diserahkan cuma-cuma. Bahkan, ada bukti pembayaran dari Pak Umbara ke Pak Totoh. Nah, sekarang secara logika saja, Pak Totoh diduga memberikan gratifikasi Rp1,9 miliar ke Pak Umbara, 6 persen dari keuntungan dia. Sedangkan dalam persidangan keuntungan Pak Totoh hanya Rp990 juta, itu gimana?" beber Rizki menambahkan.
Begitu juga soal bon-bon yang dalam persidangan diungkap. Dalam sidang, jaksa KPK menilai, bon pembayaran tersebut tak ada kaitannya dengan perkara itu.
"Nah jaksa tadi menilai bon itu tidak ada hubungannya dengan hukum karena yang tertera di sana capnya itu bukan cap Pak Totoh. Betul Pak Totoh juga sudah memberikan keterangan bahwa bon itu memang dari Pak Totoh, terus kenapa namanya bukan Jagat Dirgantara? karena bon itu toko dimana Pak Totoh ngambil bahan sembako yang kemudian dijual ke Pak Umbara," terangnya.
Rizki menyatakan, fakta-fakta persidangan yang dikesampingkan ini nantinya akan diuraikan dalam nota pembelaan. Sehingga, nantinya bisa menjadi rujukan majelis hakim untuk memberikan putusan.
"Itu makanya fakta yang berlawanan kami akan uraikan dalam nota pembelaan. Sehingga, kami penuh harapan majelis hakim bisa lebih objektif menilai fakta persidangan yang akan dimuat dalam putusan," kata dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Bupati Bandung Barat non-aktif Aa Umbara Sutisna terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu, KPK menuntut Aa Umbara untuk menjalani hukuman penjara selama 7 tahun dan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp2 miliar.
Tuntutan tersebut disampaikan Jaksa KPK, Budi Nugraha dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
Bupati Bandung Barat non-aktif Aa Umbara Sutisna dituntut hukuman 7 tahun penjara. Aa Umbara dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Tuntutan terhadap Aa Umbara dibacakan Jaksa KPK Budi Nugraha dalam sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (25/10/2021).
"Menjatuhkan pidana selama 7 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," tegas Budi.
Budi menjelaskan, Aa Umbara dinilai telah melanggar dakwaan kumulatif 1 dan 2, yakni Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tindak Pidana Korupsi.
Selain menuntut hukuman 7 tahun bui, Budi juga mengatakan, KPK menuntut Aa Umbara membayar uang pengganti senilai Rp2 miliar. Jika tidak mampu membayar dalam satu bulan, kata Budi, maka harta bendanya akan disita.
"Harta benda akan disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti. Jika tidak tercukupi, akan dipidana selama satu tahun," tegas Budi lagi.
Selain itu, KPK juga menuntut pencabutan hak politik Aa Umbara untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun usai menjalani hukuman.
Dalam sidang tersebut, Budi juga membacakan hal yang memberatkan dan meringankan Aa Umbara. Hal yang meringankan, Aa Umbara tidak pernah dihukum.
"Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya," kata Budi.
(shf)