Dievaluasi Secara Berkala, Surabaya Berhati-hati Gelar Pembelajaran Tatap Muka
loading...
A
A
A
“Kalau aman, ya aman, tapi harus terus (protokol kesehatan dijaga), Pak Wali Kota bilang jangan euforia. Harus waspada dengan prokes. Kami berharap bisa langsung level 1 atau bahkan level 0,” kata dr Windhu.
Makanya, dr Windhu juga meminta agar PTM di Surabaya tetap memperhatikan disiplin protokol kesehatan. Ia pun meyakini, dengan gotong-royong bersama dalam upaya memerangi virus, maka mata rantai pandemi di Surabaya bisa segera terputus. “Kalau mau kerja sama, semua memerangi virus, ya bisalah kita semua. Melihat Pak Wali Kota begitu semangat, Insya Allah, kita bisa terkendali. Sangat membaik,” ujarnya.
Pada kesempatan lain, Pembina Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur, Estiningtyas Nugraheni menjelaskan, PTM ini tuntutannya adalah beradaptasi dengan situasi yang sedang dihadapi. Artinya, pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah bagaimana memutus mata rantai pandemi.
“Pemutusan mata rantai ini tidak ada keistimewaan di semua tempat. Baik sekolah maupun aktivitas yang lain kan semua sama, harus disiplin prokes,” kata Esti.
Karenanya, pihaknya juga berharap ada peran serta keterlibatan seluruh pihak dalam upaya memutus mata rantai pandemi Covid-19. Tak hanya pemerintah, tapi juga peserta didik, wali murid, pengelolah sekolah maupun masyarakat seluruhnya. Apalagi, selama 24 jam anak-anak ini tidak hanya beraktivitas di lingkungan sekolah.
“Jangan sampai peluang keluar rumah ini kemudian extended, ada hal-hal lain yang terjadi. Sehingga bukan karena PTM yang membuat anak-anak punya risiko. Artinya ini butuh peran serta masyarakat,” pungkasnya. Adv
Makanya, dr Windhu juga meminta agar PTM di Surabaya tetap memperhatikan disiplin protokol kesehatan. Ia pun meyakini, dengan gotong-royong bersama dalam upaya memerangi virus, maka mata rantai pandemi di Surabaya bisa segera terputus. “Kalau mau kerja sama, semua memerangi virus, ya bisalah kita semua. Melihat Pak Wali Kota begitu semangat, Insya Allah, kita bisa terkendali. Sangat membaik,” ujarnya.
Pada kesempatan lain, Pembina Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur, Estiningtyas Nugraheni menjelaskan, PTM ini tuntutannya adalah beradaptasi dengan situasi yang sedang dihadapi. Artinya, pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah bagaimana memutus mata rantai pandemi.
“Pemutusan mata rantai ini tidak ada keistimewaan di semua tempat. Baik sekolah maupun aktivitas yang lain kan semua sama, harus disiplin prokes,” kata Esti.
Karenanya, pihaknya juga berharap ada peran serta keterlibatan seluruh pihak dalam upaya memutus mata rantai pandemi Covid-19. Tak hanya pemerintah, tapi juga peserta didik, wali murid, pengelolah sekolah maupun masyarakat seluruhnya. Apalagi, selama 24 jam anak-anak ini tidak hanya beraktivitas di lingkungan sekolah.
“Jangan sampai peluang keluar rumah ini kemudian extended, ada hal-hal lain yang terjadi. Sehingga bukan karena PTM yang membuat anak-anak punya risiko. Artinya ini butuh peran serta masyarakat,” pungkasnya. Adv
(ars)