Kejati Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi PDAM Kota Makassar
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Sejumlah pegiat anti korupsi di Sulawesi Selatan mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, agar menuntaskan perkara dugaan korupsi jasa produksi dan asuransi pensiun karyawan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Makassar .
Direktur Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi , Kadir Wokanubun menegaskan jajaran penyidik bidang pidana khusus Kejati Sulsel , terkesan mengulur waktu dalam menangani perkara yang bergulir sejak April 2020 silam dan dihentikan sementara ketika Pilkada serentak.
"Tentunya kami menilai penanganan kasus ini penting untuk dituntaskan oleh Kejati Sulsel, harapan kami kejaksaan terbuka ke publik terkait dengan perkembangan penanganan kasus ini mengingat kasusnya sudah bergulir sejak tahun 2020, lalu," tegas Kadir kepada SINDOnews, Kamis (9/9/2021).
Senada, Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar menyatakan pemberhentian kasus tersebut lantaran dengan alasan pilkada serentak, seakan jadi bukti tidak ada keseriusan korps Satya Adhi Wicaksana ini. Dia meminta agar kejaksaan transparan dalam penanganan kasus tersebut.
Ansar menyatakan, harusnya kasus yang diduga melibatkan Pejabat Pemkot Makassar agar di Supervisi Komisi Penanganan Korupsi (KPK). Dia beranggapan Kepala Kejati Sulsel, Raden Febrytrianto seakan tidak punya semangat anti korupsi.
"Apalagi ini kasus yang berhubungan dengan sektor publik. Makanya perlu mendapat perhatian dari Kejati Sulsel. Kami mendesak Jaksa Agung untuk mengevaluasi kinerja Kajati Sulsel terkait dengan dugaan kasus korupsi PDAM Kota Makassar ini," ungkapnya.
"Karena saya lihat Kajati Sulsel tidak serius dalam menangani kasus-kasus korupsi yang ada di Sulsel. Kami mempertanyakan komitmen Kajati Sulsel, karena sudah banyak kasus korupsi yang dilaporkan namun tidak ada kejelasannya, bakal lanjut ke persidangan atau tidak," tegas Ansar.
Sebelumnya Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel, Idil menyebutkan kasus tersebut masih tahap pendalaman. Penyidik masih harus mengumpulkan beberapa keterangan ahli dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terkait. Namun dia tidak menyebut pasti berapa yang sudah diperiksa.
"Tahapannya masih penyelidikan. Kami menunggu auditor dulu termasuk ahli, kita sekarang pendalaman, terkait auditor. Kalau memenuhi syarat untuk ditingkatkan yah ditingkatkan. Kita kasih kesempatan dulu tim untuk mengkaji hasil pengumpulan data dan keterangan, termasuk ahli dan auditor," katanya.
Diketahui kasus dugaan korupsi di lingkup perusahaan daerah ini dilaporkan Lembaga Besar Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Sulawesi Selatan (LB AMP Sulsel) pada April 2020 lalu. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 067/SEK.A2/Pelaporan/LB-AMP SUL-SEL/IV/2020.
Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM tersebut melaporkan kasus itu berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2018, bernomor dengan nomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018. Dimana didalamnya ada lima rekomendasi yang diberikan, dua di antaranya berpotensi masalah hukum.
Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar di periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.
Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar dip eriode itu yakni Danny Pomanto agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.
Atas dua poin rekomendasi BPK itu, LB AMP Sulsel menilai ada masalah hukum karena kelebihan pembayaran dengan total Rp31.448.367.629 miliar. Adapun dua pihak yang diduga bertanggung jawan secara hukum adalah Danny Pomanto dan jajaran Direksi PDAM Makassar periode 2015-2019, Haris Yasin Limpo, Asdar Ali, Irawan Abadi dan Kartia Bado.
Lebih jauh LSM tersebut mengaitkan temuan dan rekomendasi BPK itu melanggar UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.
Dalam kasus itu, Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pihak, mulai Danny Pomanto selaku Wali Kota Periode 2014-2019, jajaran direksi PDAM Makassar periode 2015-2019, pihak Asuransi Bumiputera, Otoritas Jasa Keungan, sampai beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar pada periode 2003-2018.
Direktur Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi , Kadir Wokanubun menegaskan jajaran penyidik bidang pidana khusus Kejati Sulsel , terkesan mengulur waktu dalam menangani perkara yang bergulir sejak April 2020 silam dan dihentikan sementara ketika Pilkada serentak.
"Tentunya kami menilai penanganan kasus ini penting untuk dituntaskan oleh Kejati Sulsel, harapan kami kejaksaan terbuka ke publik terkait dengan perkembangan penanganan kasus ini mengingat kasusnya sudah bergulir sejak tahun 2020, lalu," tegas Kadir kepada SINDOnews, Kamis (9/9/2021).
Senada, Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar menyatakan pemberhentian kasus tersebut lantaran dengan alasan pilkada serentak, seakan jadi bukti tidak ada keseriusan korps Satya Adhi Wicaksana ini. Dia meminta agar kejaksaan transparan dalam penanganan kasus tersebut.
Ansar menyatakan, harusnya kasus yang diduga melibatkan Pejabat Pemkot Makassar agar di Supervisi Komisi Penanganan Korupsi (KPK). Dia beranggapan Kepala Kejati Sulsel, Raden Febrytrianto seakan tidak punya semangat anti korupsi.
"Apalagi ini kasus yang berhubungan dengan sektor publik. Makanya perlu mendapat perhatian dari Kejati Sulsel. Kami mendesak Jaksa Agung untuk mengevaluasi kinerja Kajati Sulsel terkait dengan dugaan kasus korupsi PDAM Kota Makassar ini," ungkapnya.
"Karena saya lihat Kajati Sulsel tidak serius dalam menangani kasus-kasus korupsi yang ada di Sulsel. Kami mempertanyakan komitmen Kajati Sulsel, karena sudah banyak kasus korupsi yang dilaporkan namun tidak ada kejelasannya, bakal lanjut ke persidangan atau tidak," tegas Ansar.
Sebelumnya Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel, Idil menyebutkan kasus tersebut masih tahap pendalaman. Penyidik masih harus mengumpulkan beberapa keterangan ahli dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terkait. Namun dia tidak menyebut pasti berapa yang sudah diperiksa.
"Tahapannya masih penyelidikan. Kami menunggu auditor dulu termasuk ahli, kita sekarang pendalaman, terkait auditor. Kalau memenuhi syarat untuk ditingkatkan yah ditingkatkan. Kita kasih kesempatan dulu tim untuk mengkaji hasil pengumpulan data dan keterangan, termasuk ahli dan auditor," katanya.
Diketahui kasus dugaan korupsi di lingkup perusahaan daerah ini dilaporkan Lembaga Besar Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Sulawesi Selatan (LB AMP Sulsel) pada April 2020 lalu. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 067/SEK.A2/Pelaporan/LB-AMP SUL-SEL/IV/2020.
Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM tersebut melaporkan kasus itu berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2018, bernomor dengan nomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018. Dimana didalamnya ada lima rekomendasi yang diberikan, dua di antaranya berpotensi masalah hukum.
Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar di periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.
Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar dip eriode itu yakni Danny Pomanto agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.
Atas dua poin rekomendasi BPK itu, LB AMP Sulsel menilai ada masalah hukum karena kelebihan pembayaran dengan total Rp31.448.367.629 miliar. Adapun dua pihak yang diduga bertanggung jawan secara hukum adalah Danny Pomanto dan jajaran Direksi PDAM Makassar periode 2015-2019, Haris Yasin Limpo, Asdar Ali, Irawan Abadi dan Kartia Bado.
Lebih jauh LSM tersebut mengaitkan temuan dan rekomendasi BPK itu melanggar UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.
Dalam kasus itu, Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pihak, mulai Danny Pomanto selaku Wali Kota Periode 2014-2019, jajaran direksi PDAM Makassar periode 2015-2019, pihak Asuransi Bumiputera, Otoritas Jasa Keungan, sampai beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar pada periode 2003-2018.
(agn)