Darah Tertumpah di Bandung Utara, Kisah Kegelisahan Trio Sersan saat Diminta Melucuti Senjata

Minggu, 15 Agustus 2021 - 05:00 WIB
loading...
Darah Tertumpah di Bandung Utara, Kisah Kegelisahan Trio Sersan saat Diminta Melucuti Senjata
Patung salah satu pejuang Bandung Utara di depan pintu masuk Kampus UPI Bandung. Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
Bandung utara seperti kepingan surga yang jatuh ke bumi. Alamnya yang indah, dan udara sejuknya membuat kawasan sepanjang Jalan Setiabudi hingga Lembang, dikenal masyarakat sebagai tempat wisata.



Beragam konsep wisata hadir di sana. Tak heran banyak wisatawan luar daerah seperti Jakarta dagang setiap akhir pekan ke kawasan tersebut. Namun, di balik keindahan dan potensi wisatanya yang luar biasa, ada sejarah kelam yang patut kita ingat.



Sejarah para pejuang Tanah Air, yang penuh keberanian mempertahankan harga dirinya dari para penjajah dan imperialisme bangsa lain. Tak sulit mengembalikan ingatan kita akan jasa para pejuang bangsa. Karena bukti sejarah dan nama para pejuang tertera di Bandung utara.



Dimulai dengan mengingat trio sersan , yang kini dijadikan nama jalan di sekitar Ledeng, atau Villa Isola yang kini menjadi Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Trio sersan itu adalah Sersan Bajuri, Sersan Surip, dan Sersan Sodik.

Tiga nama itu kini tak bisa dipisahkan dari kawasan Ledeng. Begitu juga perjuangan ketiganya yang juga tak bisa dipisahkan dari kawasan Bandung utara. Ketiga sersan itu rela mengorbankan nyawa dan raga mereka demi Indonesia.

Semangat perjuangan yang tidak rela harga diri bangsanya di bawah negara lain. Semangat juang mereka tercurahkan hingga terjadi pertempuran sengit di sekitar Villa Isola atau akrab disebut Bumi Siliwangi.



Dikutip dari situs beritaupi.edu, pertempuran di sekitar Bumi Siliwangi dimulai pada periode pasca Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Di mana saat itu adalah periode yang sangat kritis . Kedatangan tentara Sekutu dengan tentara Gurkha nya yang dipimpin Mc.Donald ke Kota Bandung, menebar ancaman.

Mereka diberi tugas untuk melucuti senjata tawanan perang tentara Jepang. Suasana semakin mencekam, karena tentara Sekutu diboncengi tentara kolonial Belanda yang masih ingin menjajah Indonesia . Pemerintahan NICA ikut membonceng.

Dimotori oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan komandan Sukanda Bratamanggala, warga Kota Bandung melawan. Pertempuran sengit tak terhindarkan. Rangkaian peristiwa ini juga sekarang banyak dikenang sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.



Pada subuh 24 November 1945, tentara sekutu yang diperkuat satuan artileries dan grontroepers (tentara angkatan darat) Belanda, menyerang secara membabi buta. Hingga kontak senjata pun terjadi di basis pertahanan pejuang Bandung utara.

Tentara sekutu sempat menjatuhkan bom di sekitar Villa Isola. Pada 16 Februari 1946 Gedung Isola ditembaki dan dibom pasukan Divisi India Inggris, dan pasukan Belanda, dengan alasan menyelamatkan para tawanan Belanda, dan Inggris.

Pertempuran heroik di sekitar Gedung Isola pun tak terhindarkan. Para pejuang dan anggota TKR secara gagah berani mempertahankan basis pertahanan mereka. Dalam peristiwa heroik tersebut banyak pejuang dan prajurit TKR yang gugur.

Darah Tertumpah di Bandung Utara, Kisah Kegelisahan Trio Sersan saat Diminta Melucuti Senjata


Termasuk trio sersan, yaitu Sersan Surip, Sersan Bajuri, dan Sersan Sodik. Trio sersan yang merupakan sosok pejuang pemberani . Dengan dikomandani oleh Kapten Abdul Hamid, telah membuat tentara sekutu dan satuan artileries Belanda kewalahan. Pengorbanan mereka harus di bayar mahal, mereka gugur.

Tak hanya tiga sersan yang gugur dalam pertempuran itu. Tercatat di Prasati 61 pejuang yang gugur. Senjata dan peralatan tempur yang digunakan pada peristiwa heroik tersebut, kini disimpan rapi sebagai koleksi Museum Pendidikan Nasional UPI.

Bangunan Villa Isola atau Gedung Isola itu, kini beralih fungsi menjadi kantor Rektorat Universitas Pendidikan Bandung. Saat itu pada 1951 dalam keadaan berantakan bekas perang, Villa Isola dinasionalisasi oleh pemerintah RI juga namannya diganti menjadi Bumi Siliwangi.



Dikutip dari situs Wikipedia, Villa Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty. Saat itu banyak urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik, tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam, hal itu bisa dilihat dari ventilasi, jendela dan gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari.

Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati, dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek Belanda yang bekerja di Hindia Belanda Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1835 seconds (0.1#10.140)