Momentum 1 Muharram, Ketua PB Al-Washliyah: Kita Belajar dan Evaluasi Diri

Kamis, 12 Agustus 2021 - 14:06 WIB
loading...
Momentum 1 Muharram, Ketua PB Al-Washliyah: Kita Belajar dan Evaluasi Diri
Ketua Pengurus Besar Al-Washliyah (PBAW), Mahmudi Affan Rangkuti menyatakan pada momentum 1 Muharram seseorang harus banyak belajar dan mengevaluasi diri. Foto/Ilustrasi/Istimewa
A A A
JAKARTA - Hijrah Nabi mengajarkan kita untuk tidak selalu bersikap konfrontatif, ofensif, dan destruktif di kala konflik, tetapi mencari jalan keluar membangun peradaban yang damai dan mempersatukan.

Baca juga: Sambut Tahun Baru Hijriah, Menag: Perkuat Spirit Hijrah dan Semangat Gotong Royong

Hijrah kebangsaan yang harus segera dilakukan bangsa ini adalah bersama-sama berupaya keluar dari ancaman virus COVID-19, virus politik identitas yang membelah dan virus radikalisme yang menuju kekerasan.

Baca juga: Kondisi Stabil, KH Miftachul Akhyar Dipindah dari RSUD Salatiga ke RSI Surabaya

Ketua Pengurus Besar Al-Washliyah (PBAW), Mahmudi Affan Rangkuti mengatakan bahwa pada momentum 1 Muharram ini tentunya seseorang harus banyak bermuhasabah, dan melakukan intropeksi diri apakah sudah banyak hal-hal penting dan berguna bagi manusia pada umumnya.

"Jadi artinya adalah kita belajar, kita mengevaluasi diri, sudah berapa banyak kita ini melakukan sesuatu yang berguna bagi diri, bagi lingkungan, lalu meningkat bagi masyarakat dan yang lebih besar lagi tentunya bagi bangsa dan negara. Jadi apa yang sudah kita perbuat dan berguna untuk itu semua," ujar Mahmudi Affan Rangkuti dikutip Kamis (12/8/2021).

Pria yang akrab disapa Affan ini pun mengajak, dengan momentum inilah yang juga di tengah-tengah masa berperang melawan wabah COVID-19 ini untuk mengevaluasi diri sejauh apa kegunaan seseorang ini hadir di dalam kehidupan sehari-harinya. Menurutnya, inilah momentum yang terbaik bagi seseorang untuk melakukan evaluasi diri

“Setiap manusia itu memang memiliki daya pikir dan pendapatyangberbeda-beda. Tetapi yang harus disikapi adalah bagaimana menjadikan satu irisan perbedaan pendapat ini menjadi satu persamaan pendapat,” ucap pria yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) itu.

Oleh sebab itu, dia menyebut bahwa tahun baru Islam ini harus bisa menjadi momentum untuk semangat peradaban dengan persaudaraan ke-Islaman dalam menghadapi problematika bangsa dengan melangkah bersama untuk menggapai satu persamaan.

Seluruh komponen bangsa bersama-sama berkomitmen di dalam mencapai tujuan daripada negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undnag Dasar (UUD) 1945.

"Di mana dalam UUD 1945 itu sudah dijelaskan tujuan bernegara itu yangpertamaadalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia."

"Yang kedua adalah membangun kesejahteraan umum, lalu yangketiga,mencerdaskan kehidupan bangsa; dan yangkeempatyakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," lanjutnya Affan.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa para pejuang dan parafounding fathersbangsa ini berasal dari berbagai suku, agama, ras dan kelompok atau golongan yang berbeda-beda. Namun saat ini muncul beberapa pemikiran yang mencoba untuk meluluhlantakkan pemikiran yang sudah ada. Oleh karena itu menurut Affan, sebagai warga bangsa yang mengerti tentang sejarah, mengerti tentang peradaban bangsa maka harus berbicara dan menyampaikan kesejarahan sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan sampai dengan sekarang ini.

"Inilah yang perlu kita gencarkan kepada generasi seterusnya bahwa tidak ada sebenarnya problematika yang harus kita usung sebagai satu persoalan, apalagi dengan mengcover perbedaan-perbedaan antar SARA," ucapnya.

Semangat hijrah inilah yang harus didorong dan dimaknai sebagai evaluasi diri ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Makkah menuju ke Madinah dalam membangun suatu peradaban baru. Di mana Madinah adalah peradaban baru yang mulanya dari Gelap Menuju Terang.

“Bahkan NabiMuhammadSAWsendiri pada saat di Madinah juga membuka "kran" untuk melakukan interaksi sosial kepada siapapun. Tidakhanyakepada sesamaumatIslam, tetapi juga kepada umat lainnya sepertiYahudi Nasrani dan lainnya, baik itu dalam bidang perdagangan,politik,sosialdanbahkan budaya,” terangnya.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah juga bisa berperan untuk membangun suatu paradigmauntukkembali kepada yang baiksesuai dengan UUD1945 yang sudah lama ada. Bahkanpemerintahjuga sudahmembuatrule of lawataukebijakan sebagai tatanan hidup bagi warga negaraselain UUD1945 yang sudah lama ada.

Dirinya mencontohkan tahunini pemerintah menginginkan agar masyarakat bangsa ini bisa menuju suatu peradabanIndonesia yang tangguh dan bertumbuh, maka pemerintah sudahmengeluarkan beberapa kebijakan di antaranyaPeraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2021 tentang Sumber Daya Potensi Pertahanan Negara. Kemudian Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Perpres mengenai Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada TerorismeyaituPerpresNomor 7 Tahun 2021.

"Nah apa yangperlukita lakukandengan adanya peraturan tersebut? Terjemahan daripada peraturan-peraturan pemerintah dalam hal inirule oflawinilah yang menjadi tugas kitabersamauntukmeriilkan dan ikut merancang suaturodmap.Dan siapapunataukelompok-kelompokmanapun harusikut serta di dalam perancangan tersebut," ujarnya

Namundemikiandirinya mengkhawatirkan bahwa peraturan-peraturan pemerintah yang berbentuk hukum ini kurangtersosialisasikandengan baikdi masyarakat. "Misalkankita sudah baca, tetapibelum tentu yang lainsudah baca.Belum tentu juga siAmengerti, atau si Amengertitetapi hanya bacakulitnya saja," ucappria yang juga menjadi anggota Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama BNPT RI ini.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI)ini menyampaikan bahwa sudahtugas warga negara atau seseorang untuk keluar dari ancaman virus politik identitas, virus memecah belah persatuan serta virus radikalisme yang menuju kekerasan dan lain sebagainya. Sebagai jawabannya, kata dia, adalah pelaksanaan dari sosialisasi komunikasi, informasi dan edukasi yang masif, terstruktur dan sistematis

"Mungkin kita bolehmencontohapa yang dilakukandimasa Orde Barudulu.Di mana ketika ada Penataran P4lalu adapelaksanaan daripada litsus,lalu paket untuk wawasan kebangsaandan sebagainya. Ini memang harus digiatkan kembali. Jadi jangan sampai pola-pola edukasi ini hanya sebatas hanya sebagai proses pendukung," katanya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2244 seconds (0.1#10.140)