Kasus Korupsi Dana Hibah Pesantren, Gubernur Banten Tepis Tudingan Pengacara Tersangka

Selasa, 25 Mei 2021 - 01:11 WIB
loading...
Kasus Korupsi Dana Hibah Pesantren, Gubernur Banten Tepis Tudingan Pengacara Tersangka
Gubernur Banten Wahidin Halim menepis dirinya terlibat dalam kasus dugaan korupsi hibah bantuan pondok pesantren (ponpes) yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. SINDOnews/Teguh
A A A
SERANG - Gubernur Banten Wahidin Halim menepis dirinya terlibat dalam kasus dugaan korupsi hibah bantuan pondok pesantren (ponpes) yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Hal itu disampaikan Wahidin Halim saat konferensi pers di Rumah Dinas Gubernur Banten, Kota Serang, Senin (24/5/2021).

Diketahui, pada tahun 2018 hibah untuk Ponpes di Banten digelontorkan senilai Rp66,280 miliar dan pada tahun 2020 sebesar Rp117 miliar. Dalam kasus ini Kejati kembali menetapkan dua tersangka dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, yakni mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten, IS dan mantan Kabid di Biro Kesra, TS

Menurut gubernur yang akrab disapa WH tersebut, dalam penganggaran hibah untuk bantuan Ponpes tahun 2020 sudah melalui mekanisme yang panjang. "Ada masukan dari TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) lalu diproses jadi KUA PPAS, (lalu) dibahas bersama DPRD, lalu munculah Raperda dan menjadi Perda di tahun 2020, itu ada proses panjang dan mekanismenya. Dan Kalau di bilang perintah ada Pergubnya, makanya segera laksanakan, mekanismenya begitu," kata WH.

Lebih lanjut, WH juga mengatakan, Pergub dapat ditafsirkan program bantuan ponpes dapat dilaksanakan sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku. "Bahwa NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) yang ditandatangani dinas masing-masing, oleh pejabat terkait sesuai dengan delegasi dari gubernur. Itu berlaku ke semua dinas yang memberikan hibah. Contoh (hibah) untuk KONI itu yang tanda tangan NPHD nya Dispora, kalau urusan partai politik yah Kesbangpol," katanya.

WH menilai, jika konsep hibah tak sesuai dengan peruntukkan maka sebelum program dijalankan akan mendapat evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Tapi ini kan Mendari setuju, (evaluasinya) turun ke kita, baru pelaksanaan. Dan saya juga punya kalender pembangunan, kapan (program) mau dilaksanakan, kapan mau dilelang oleh pihak yang bersangkutan melalui rekening kepada si penerima," katanya.

"Jadi hibah bukan hanya untuk Ponpes tapi banyak (lembaga). Tapi disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Dan dimana-mana mekanismenya begitu," sambungnya.

Mengenai bantuan hibah ponpes, WH mengaku, hal itu merupakan kebijakan dirinya yang telah dipayungi oleh aturan perundang-undangan. "Dan ketika dilaksanakan, itu tanggungjawab pelaksana, yaitu dinas terkait. Berarti secara teknis menjadi tanggungjawab pelaksana. Tinggal mekanismenya diatur. Kaya BPKAD sebagai bendahara tinggal menyalurkan dananya," jelasnya.

Mantan Wali Kota Tangerang itu juga meminta tidak menyamakan mekanisme pemerintah dengan perusahaan swasta. "Beda sama perusahaan, tinggal tunjuk tuh kerjain. Saya (Pemprov Banten) harus sesuai admisnitrasi. Malah kita kalau dilihat lebih bagus, sudah pakai Simral dan sekarang SIPD. Dan (pengajuan hibah) masuk dalam e-Hibah. Ini kita udah jelas transparan," tuturnya.

WH mengaku, sering kali pada setiap kegiatan mengingatkan kepada jajaran pajabat di bawahnya untuk tidak melakukan korupsi. Hal itu menurutnya, sudah menjadi perintah. "Jangan korupsi, itu perintah Gubernur. Masa Gubernur gagah gini motongin duit pesantren?," ujarnya.

Terkait hibah Ponpes pada 2018, WH mengaku, mendapatkan usulan jumlah pesantren dari Biro Kesra. Dimana data ponpes berasal dari Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) selaku wadah yang menaungi ponpes modern dan salafi di Banten.

"Kaitan FSPP itu kan mengkoordinir organisasi ke masyarakat, dimana anggotanya ponpes modern dan salafi. Dan yang data ponpes itu kan mereka (FSPP). Makanya (Biro) Kesra koordinasi, maka dibentuklah tim verifikator hasil kerjasama dengan FSPP dan Kementerian Agama (kemenag). Lalu Kesra mendapatkan data, lalu melakukan uji administratif dan faktual," paparnya. Baca: Diduga Korupsi Dana Hibah Pesantren, Dua Pejabat Banten Ditahan Kejati.

WH menambahkan, secara lembaga, Pemprov Banten mendukung langkah Kejati Banten untuk mengusut tuntas kasus tersebut. "Yang terbukti (korupsi) kan bukan kiai tapi calo. Emang banyak calo-calo itu. Dan saya menghormati hukum, mendukung kejaksaan, dan saya nggak ada punya pikiran intervensi (kasus)," tandasnya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Irfan Santoso, Alloy Ferdinan menyatakan bahwa kliennya adalah korban. “Dalam BAP (Berita Acara Perkara) bahwa memang rekomendasi (pemberian hibah) itu tidak keluar karena melampaui waktu berdasarkan Pergub. Namun ini karena perintah atasannya (Gubernur Banten Wahidin Halim) dana hibah itu tetap dianggarkan,” kata Alloy kepada awak media, Jumat (21/5/2021). Baca Juga: Cemburu Buta, Gadis Cantik di Lubuklinggau Dianiaya Pacar, Ditonjok hingga Digigit.

Untuk 2018 dan tahun 2020 alokasi dana hibah untuk pondok pesantren tersebut, kata Alloy melampaui waktu. Hanya saja karena sebagai bawahan dari Gubernur Banten Wahidin Halim, Irfan mengaku tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah Gubernur Banten Wahidin Halim. “Bahkan dia dianggap mempersulit (penyaluran dana hibah ponpes) akhirnya dia memilih meminimalisir namun akhirnya dana itu tetap keluar,” katanya.
(nag)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1809 seconds (0.1#10.140)