Antisipasi Gempa-Tsunami di Pulau Nias, BNPB: Perlu Mitigasi Konkret

Sabtu, 15 Mei 2021 - 14:00 WIB
loading...
Antisipasi Gempa-Tsunami di Pulau Nias, BNPB: Perlu Mitigasi Konkret
Warga Desa Himbosi, Sitoluori, Nias Utara berhamburan keluar rumah saat gempa bermagnitudo 6,7 mengguncang, Jumat (14/05/2021). Foto/MPI/Liansah Rangkuti
A A A
NIAS - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai, perlu mitigasi konkret untuk mengantisipasi dampak bencana gempa bumi besar dan tsunami di wilayah Gunung Sitoli dan Pulau Nias.

Baca juga: BREAKING NEWS: Gempa Dahsyat Bermagnitudo 7,2 Guncang Sumatera Utara

Diketahui, gempa bumi dengan magnitudo (M) 6,7 sempat mengagetkan masyarakat Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara. Kekuatan gempa mengakibatkan guncangan kuat hingga membuat masyarakat panik dan
berhamburan keluar rumah.

Baca juga: Trik Pemudik Hindari Penyekatan Arus Balik, Pulang Cepat Lewat Jalur Pantura Subang

Gempa yang terjadi Jumat (14/5/2021) pukul 13.33 WIB itu juga dirasakan masyarakat di wilayah administrasi lain di Pulau Nias, yaitu Kabupaten Kabupaten Nias, Nias Barat dan Nias Selatan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis parameter III-IV MMI di wilayah Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Nias Barat dan Nias Selatan.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati menuturkan, merespons potensi dampak bahaya, masyarakat membutuhkan kesiapsiagaan untuk menyelamatkan diri.

"Gempa bumi yang dapat terjadi sewaktu-waktu patut diwaspadai oleh masyarakat. BNPB selalu mengimbau masyarakat untuk waspada dan siap siaga dalam menghadapi tak hanya gempa bumi tetapi juga tsunami," kata Raditya dalam keterangan resminya, Sabtu (15/5/2021).

Menurutnya, masyarakat Pulau Nias dan sekitarnya memang berada di kawasan dengan potensi gempa bumi dan tsunami kelas sedang hingga tinggi, salah satunya Gunung Sitoli. Kota dengan enam kecamatan tersebut berada pada kategori sedang hingga tinggi potensi gempa bumi. Sedangkan 4 kecamatan di kota ini berada pada kategori yang sama untuk potensi bahaya tsunami.

Dia menjelaskan, kesiapsiagaan dalam menghadapi bahaya geologi ini tidak terlepas dari catatan sejarah ratusan tahun lalu. Berdasarkan Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018, sejumlah tsunami terjadi di barat daya Sumatera menunjukkan gempa bumi dan tsunami merupakan suatu keniscayaan.

"Misal pada periode 1800-1899 beberapa gempa besar memicu terjadinya tsunami. Gempa M7,2 pada 1843 mengakibatkan tsunami yang berdampak di Pulau Nias," ungkapnya.

Catatan BMKG, kata Raditya, sekitar pukul 00.30 waktu setempat, sebuah gelombang pasang di Gunung Sitoli datang dari tenggara dengan suara yang mengerikan. Hampir seluruh pantai di Pulau Nias terkena gelombang tersebut. Bahkan, sebuah kampung bernama De Mego yang berjarak 2 km dari Gunung Sitoli tersapu seluruhnya.

"Bahkan, kapal-kapal ikan di sungai digambarkan terbawa ke daratan sejauh 30-50 km dari tempat tambatan," imbuhnya.

Raditya melanjutkan, berselang 9 tahun, tepatnya 11 November 1852, gempa M6,8 memicu terjadinya tsunami. Wilayah pantai di Pulau Nias kembali terdampak gempa waktu itu. Selanjutnya pada 1861, gempa besar M8,5 yang terjadi di barat daya Sumatera memicu terjadinya tsunami.

"Beberapa wilayah terdampak tsunami, seperti Pulau Nias dan sekitarnya. Berdasarkan BMKG, Gunung Sitoli mengalami serangan tsunami parah. Dikutip dari katalog tsunami, awalnya air laut surut sejauh 32 meter, kemudian kembali dengan kecepatan yang sangat tinggi dan menghancurkan sejumlah desa di pantai. Peristiwa itu mengakibatkan banyak penduduk setempat meninggal dunia," bebernya.

Pada 1896, gempa bumi dengan M6,8 kembali mengguncang barat daya Sumatera, khususnya Pulau Nias. Digambarkan pada tahun itu, sekitar satu jam pascagempa, air bah datang dan 6 jam kemudian air bah terjadi lebih dahsyat menerjang Gunung Sitoli.

Menurut Raditya, sejarah berulangnya gempa mendorong kesiapsiagaan nyata dari setiap individu dalam lingkup keluarga. Kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan tsunami perlu dipersiapkan sejak dini oleh keluarga.

"Keluarga harus memiliki rencana kesiapsiagaan karena setiap keluarga memiliki karakteristik berbeda, seperti konstruksi bangunan rumah, kapasitas keluarga dalam kebencanaan, keadaan fisik setiap anggota keluarga atau lokasi rumah, katanya.

Rencana darurat keluarga tersebut dapat disusun dengan panduan orang tua atau orang dewasa di dalam keluarga. Berbagai informasi menjadi diskusi dan panduan bagi setiap anggota keluarga, misalnya potensi bahaya dan risiko yang ada di sekitar rumah, titik kumpul dan jalur evakuasi ke tempat yang lebih tinggi, penempatan perabot, hingga tas siaga bencana.

"Ingat, setiap keluarga memiliki tingkat bahaya dan risiko yang berbeda meskipun keluarga-keluarga dalam komunitas berada pada kawasan dengan potensi bahaya gempa dan tsunami dengan kategori sedang hingga tinggi," tandasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0927 seconds (0.1#10.140)