Protes Kartu Prakerja, Emak-emak Desak Pemerintah Coret Pelatihan Online
loading...
A
A
A
KARAWANG - Sejumlah ibu rumah tangga di Desa Majalaya, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, memprotes program Kartu Prakerja yang digulirkan pemerintah. Anggaran sebesar Rp20 triliun untuk 5,6 juta peserta di seluruh Indonesia dinilai kurang tepat.
Mereka melayangkan protes lewat aksi unjuk rasa ala emak-emak. Sambil membentangkan sejumlah poster, mereka mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut. Mereka menggelar aksi teatrikal dengan meneriakkan kekecewaan sambil memukul perkakas dapur.
Ada pula yang berakting dengan telepon genggamnya seperti sedang kebingungan mencari sinyal operator seluler untuk mengakses aplikasi program Kartu Prakerja. Dalam aksinya itu, mereka mendesak pemerintah untuk segera menghapus pelatihan online prakerja.
Mereka menilai, anggaran pelatihan daring tersebut lebih baik dialokasikan untuk menambah kuota peserta program Kartu Pra Kerja. "Ini bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus Kartu Prakerja," tegas perwakilan peserta aksi, Yati kepada SINDOnews, Minggu (19/4/2020).
Yati menegaskan, yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan langsung karena pandemi COVID-19 telah mengakibatkan banyak keluarga yang kehilangan penghasilan. Banyak warga tak bisa berusaha menyusul kebijakan pembatasan sosial hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pihak perusahaan.
"Kami butuh makan bukan pelatihan online, sementara kami yang di-PHK dan dirumahkan tanpa uang pesangon, kami pun tidak ada dalam data program bansos. Harus kemana lagi kami menggantungkan kehidupan selain kepada pemerintah yang punya kebijakan," paparnya.
Lebih lanjut Yati juga mengatakan, anaknya yang terpaksa dirumahkan akibat PHK telah mencoba mengakses program Pra Kerja. Namun, kata dia, program tersebut ternyata sulit diakses. Berkali-kali anaknya mencoba mengakses, namun gagal. (Baca juga; Pemkot Bogor Distribusi Bansos 27 April dan Pemkab Bogor Sebelum Puasa )
Dia pun menyarankan tidak adanya kejelasan kuota yang disiapkan untuk setiap daerah. Padahal, di daerah tempatnya tinggal, banyak warga yang terkena PHK dan kehilangan mata pencaharian. "Cuma buang-buang kuota internet, padahal keuangan kami sudah tertatih-tatih akibat Corona," imbuhnya.
Menurutnya, sistem pendaftaran program Kartu Prakerja secara online malah semakin merepotkan masyarakat, terutama bagi warga yang terkendala keuangan dan teknis dalam mengakses program tersebut. "Mau dapat bantuan aja ribet harus online, belum lagi kuota internet habis. Anak kami dirumahkan, suami ngak bisa jualan, ngak ada penghasilan. Kami butuh kerja, butuh beras, bukan pelatihan," tandasnya.
Mereka melayangkan protes lewat aksi unjuk rasa ala emak-emak. Sambil membentangkan sejumlah poster, mereka mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut. Mereka menggelar aksi teatrikal dengan meneriakkan kekecewaan sambil memukul perkakas dapur.
Ada pula yang berakting dengan telepon genggamnya seperti sedang kebingungan mencari sinyal operator seluler untuk mengakses aplikasi program Kartu Prakerja. Dalam aksinya itu, mereka mendesak pemerintah untuk segera menghapus pelatihan online prakerja.
Mereka menilai, anggaran pelatihan daring tersebut lebih baik dialokasikan untuk menambah kuota peserta program Kartu Pra Kerja. "Ini bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus Kartu Prakerja," tegas perwakilan peserta aksi, Yati kepada SINDOnews, Minggu (19/4/2020).
Yati menegaskan, yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan langsung karena pandemi COVID-19 telah mengakibatkan banyak keluarga yang kehilangan penghasilan. Banyak warga tak bisa berusaha menyusul kebijakan pembatasan sosial hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pihak perusahaan.
"Kami butuh makan bukan pelatihan online, sementara kami yang di-PHK dan dirumahkan tanpa uang pesangon, kami pun tidak ada dalam data program bansos. Harus kemana lagi kami menggantungkan kehidupan selain kepada pemerintah yang punya kebijakan," paparnya.
Lebih lanjut Yati juga mengatakan, anaknya yang terpaksa dirumahkan akibat PHK telah mencoba mengakses program Pra Kerja. Namun, kata dia, program tersebut ternyata sulit diakses. Berkali-kali anaknya mencoba mengakses, namun gagal. (Baca juga; Pemkot Bogor Distribusi Bansos 27 April dan Pemkab Bogor Sebelum Puasa )
Dia pun menyarankan tidak adanya kejelasan kuota yang disiapkan untuk setiap daerah. Padahal, di daerah tempatnya tinggal, banyak warga yang terkena PHK dan kehilangan mata pencaharian. "Cuma buang-buang kuota internet, padahal keuangan kami sudah tertatih-tatih akibat Corona," imbuhnya.
Menurutnya, sistem pendaftaran program Kartu Prakerja secara online malah semakin merepotkan masyarakat, terutama bagi warga yang terkendala keuangan dan teknis dalam mengakses program tersebut. "Mau dapat bantuan aja ribet harus online, belum lagi kuota internet habis. Anak kami dirumahkan, suami ngak bisa jualan, ngak ada penghasilan. Kami butuh kerja, butuh beras, bukan pelatihan," tandasnya.
(wib)