Miris! Masih Ada Kabupaten Kota di Jabar Andalkan Transaksi Tradisional
loading...
A
A
A
BANDUNG - Belum semua kabupaten kota di Jawa Barat menerapkan transaksi secara digital . Bahkan, masih ada daerah yang mayoritas masih mengandalkan transaksi secara manual untuk mencatat pendapatan dan pengeluaran pendapatan daerah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengakui, untuk pengeluaran, hampir mayoritas kabupaten kota telah mencatat transaksi secara digital dengan angka di atas 90%. Akan tetapi, untuk penerimaan masih sangat rendah.
Baca juga: Momen Bahagia Jadi Bencana Viral, Tamu Undangan Pernikahan Disuguhi Nasi Kotak
"Untuk penerimaan, belum semua. Bahkan ada daerah yang baru mencapai 50 persen, bahkan ada yang diatas 10 persen. ini PR kita bersama. Karena kesehatan keuangan itu salah satunya didukung oleh keuangan digital ini," kata Herawanto.
Menurut dia, secara infrastruktur sarana dan prasarana, Jabar sangat maju, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum paham tentang keuangan digital. Kondisi ini, kata dia, cukup ironis.
Namun, dia menaruh harapan besar terhadap terbentuknya Tim Percepatan Penerapan Digitalisasi Daerah (TP2DD). TP2DD ini untuk memastikan agar digitakaisi ini berjalan. Serta menyiapkan seluruh ekosistem keuangan daerah.
Baca juga: Tabrakan Kapal di Indramayu, Pencarian 14 ABK Terkendala Cuaca Buruk
"TP2DD ini bisa menggodok beberapa kebijakan untuk memberi masukan kepada pemerintah daerah. Karena disini ada berbagai institusi dan lembaga. Harapannya, digitalisasi bisa cepat terealisasi," imbuh dia.
Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Jawa Barat Benny Bachtiar mengatakan, untuk menekan kebocoran PAD pihaknya sepakat digitalisasi bisa diterapkan lebih memaksa dengan aturan khusus.
"Dalam prosesnya mesti ada sedikit paksaan. Nanti tinggal regulasinya seperti apa. Memang mesti bertahap, tapi bertarget sampai kapan digitalisasi ini bisa diterapkan secara maksimal di Jabar," imbuh dia.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan, digitalisasi keuangan daerah urgen dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah. Karena, walaupun keuangan daerah sudah bertahun tahun disosialisasikan, namun realisasinya masih minim.
"Saat ini kan PAD mayoritas daerah di Jabar hanya sekitar 20 sampai 30 persen, sementara sisanya dari dana perimbangan. Tapi sebenarnya kalau bisa dimaksimalkan akan lebih besar lagi," kata Acuviarta.
Menurut dia, tingkat kebocoran keuangan daerah dinilai masih tinggi. Dia mencontohkan, PAD dari retribusi parkir tercatat terus menurun, sementara jumlah kendaraan terus meningkat. Begitupun dengan iklan reklame yang juga dianggap terus merosot, di tengah menjamurnya media luar ruangan.
"Kalau semua saluran dimaksimalkan, termasuk salah satunya melalui keuangan digital, saya optimistis serapan PAD bisa tembus 30 hingga 40%. Karena, digitalisasi ini mampu menekan kebocoran," imbuh dia.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengakui, untuk pengeluaran, hampir mayoritas kabupaten kota telah mencatat transaksi secara digital dengan angka di atas 90%. Akan tetapi, untuk penerimaan masih sangat rendah.
Baca juga: Momen Bahagia Jadi Bencana Viral, Tamu Undangan Pernikahan Disuguhi Nasi Kotak
"Untuk penerimaan, belum semua. Bahkan ada daerah yang baru mencapai 50 persen, bahkan ada yang diatas 10 persen. ini PR kita bersama. Karena kesehatan keuangan itu salah satunya didukung oleh keuangan digital ini," kata Herawanto.
Menurut dia, secara infrastruktur sarana dan prasarana, Jabar sangat maju, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum paham tentang keuangan digital. Kondisi ini, kata dia, cukup ironis.
Namun, dia menaruh harapan besar terhadap terbentuknya Tim Percepatan Penerapan Digitalisasi Daerah (TP2DD). TP2DD ini untuk memastikan agar digitakaisi ini berjalan. Serta menyiapkan seluruh ekosistem keuangan daerah.
Baca juga: Tabrakan Kapal di Indramayu, Pencarian 14 ABK Terkendala Cuaca Buruk
"TP2DD ini bisa menggodok beberapa kebijakan untuk memberi masukan kepada pemerintah daerah. Karena disini ada berbagai institusi dan lembaga. Harapannya, digitalisasi bisa cepat terealisasi," imbuh dia.
Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Jawa Barat Benny Bachtiar mengatakan, untuk menekan kebocoran PAD pihaknya sepakat digitalisasi bisa diterapkan lebih memaksa dengan aturan khusus.
"Dalam prosesnya mesti ada sedikit paksaan. Nanti tinggal regulasinya seperti apa. Memang mesti bertahap, tapi bertarget sampai kapan digitalisasi ini bisa diterapkan secara maksimal di Jabar," imbuh dia.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan, digitalisasi keuangan daerah urgen dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah. Karena, walaupun keuangan daerah sudah bertahun tahun disosialisasikan, namun realisasinya masih minim.
"Saat ini kan PAD mayoritas daerah di Jabar hanya sekitar 20 sampai 30 persen, sementara sisanya dari dana perimbangan. Tapi sebenarnya kalau bisa dimaksimalkan akan lebih besar lagi," kata Acuviarta.
Menurut dia, tingkat kebocoran keuangan daerah dinilai masih tinggi. Dia mencontohkan, PAD dari retribusi parkir tercatat terus menurun, sementara jumlah kendaraan terus meningkat. Begitupun dengan iklan reklame yang juga dianggap terus merosot, di tengah menjamurnya media luar ruangan.
"Kalau semua saluran dimaksimalkan, termasuk salah satunya melalui keuangan digital, saya optimistis serapan PAD bisa tembus 30 hingga 40%. Karena, digitalisasi ini mampu menekan kebocoran," imbuh dia.
(msd)