Pemprov NTB Terbitkan Izin, Berkas Tersangka Wawali Kota Bima Naik di Kejaksaan
loading...
A
A
A
BIMA - Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluarkan izin dermaga wisata milik Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan, pada 4 Januari 2021 lalu.
Baca juga: Tuntut Kasus Wakil Wali Kota Bima Dituntaskan, 3 LSM Gempur Kantor Kejaksaan
Sedangkan Feri Sofiyan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota sejak 9 November 2020 atas pembangunan dermaga wisata yang tak memiliki izin.
Baca juga: Bangun Dermaga Tanpa Izin, Wakil Wali Kota Bima Bakal Diperiksa Sebagai Tersangka
Tahap demi tahap, Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan, telah mengantongi izin demi memenuhi syarat kepemilikan dermaga yang telah dibangun di atas tanah milik negara di kawasan pantai Bonto, Kelurahan Kolo, Kota Bima.
Kepala DPM-PTSP NTB, Muhammad Rum menjelaskan, izin yang dikeluarkan merupakan izin lingkungan. Sementara beberapa izin lainnya seperti izin pembangunan dermaga dan izin operasional dermaga harus dikantongi pula.
Izin lingkungan DPM-PTSP dikeluarkan setelah sebelumnya mengantongi rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB. Termasuk pertimbangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB.
"Izin lingkungan telah diterbitkan berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)," kata Muhammad Rum kepada sejumlah awak media di NTB saat dikonfirmasi.
Meski kasus Wakil Wali Kota Bima telah menghadapi tingkatan serius pada proses hukum, namun hal itu tidak mempengaruhi pihak Pemerintah Provinsi NTB untuk mengeluarkan izin lingkungan.
Terkait izin lingkungan yang diterbitkan dengan kasus Wakil Wali Kota Bima, Rum menjawab tak ada korelasinya kasus pembangunan Jetty dimaksud dengan izin dikeluarkan, karena izin dikeluarkan sesuai waktu pengajuan dilakukan oleh pemohon (Feri Sofiyan).
"Intinya DPM-PTSP hanya menerbitkan izin lingkungan saja dan itu merujuk pada rekomendasi DLHK Provinsi NTB. Kalau izin pembangunan dermaga dan izin operasional dermaga itu menjadi kewenangan pusat," jelasnya.
Dari rangkaian pengembangan kasus penyelidikan serta penyidikan hingga ditetapkannya sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota, diketahui bahwa bangunan dermaga wisata milik pribadi yang berdiri di atas lahan milik negara di kawasan perairan Bonto, Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima itu bukan saja tak mengantongi izin. Namun berdampak pada kerusakan terumbu karang dan lamon sebagai ekosistem laut yang hidup disekitar.
"Keputusan dikeluarkan oleh DLHK tentang rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yakni sejak 4 Januari 2021,
setelah sebelum ada kesesuaian ruang dari Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) NTB pada 30 Desember 2020," kata Kepala DLHK NTB, Madani Mukarom, saat dikonfirmasi pada Jumat (19/03/2021).
Sebelumnya, Polres Bima telah menetapkan Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan sebagai tersangka pada 9 November 2020 karena diduga melanggar pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw), atas perubahan pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal tersebut menjelaskan pidana terhadap perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan. Pidananya penjara paling singkat satu tahun dan maksimal tiga tahun. Serta pidana denda maksimal Rp3 miliar.
Dari informasi yang berhasil himpun, bahwa berkas tersangka kasus Feri Sofiyan telah tiga kali naik turun ke Kejaksaan Negeri Bima, setelah dilimpahkan oleh penyidik Polres Bima Kota. Kasus ini pun masih menjadi sorotan publik.
Baca juga: Tuntut Kasus Wakil Wali Kota Bima Dituntaskan, 3 LSM Gempur Kantor Kejaksaan
Sedangkan Feri Sofiyan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota sejak 9 November 2020 atas pembangunan dermaga wisata yang tak memiliki izin.
Baca juga: Bangun Dermaga Tanpa Izin, Wakil Wali Kota Bima Bakal Diperiksa Sebagai Tersangka
Tahap demi tahap, Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan, telah mengantongi izin demi memenuhi syarat kepemilikan dermaga yang telah dibangun di atas tanah milik negara di kawasan pantai Bonto, Kelurahan Kolo, Kota Bima.
Kepala DPM-PTSP NTB, Muhammad Rum menjelaskan, izin yang dikeluarkan merupakan izin lingkungan. Sementara beberapa izin lainnya seperti izin pembangunan dermaga dan izin operasional dermaga harus dikantongi pula.
Izin lingkungan DPM-PTSP dikeluarkan setelah sebelumnya mengantongi rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB. Termasuk pertimbangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB.
"Izin lingkungan telah diterbitkan berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)," kata Muhammad Rum kepada sejumlah awak media di NTB saat dikonfirmasi.
Meski kasus Wakil Wali Kota Bima telah menghadapi tingkatan serius pada proses hukum, namun hal itu tidak mempengaruhi pihak Pemerintah Provinsi NTB untuk mengeluarkan izin lingkungan.
Terkait izin lingkungan yang diterbitkan dengan kasus Wakil Wali Kota Bima, Rum menjawab tak ada korelasinya kasus pembangunan Jetty dimaksud dengan izin dikeluarkan, karena izin dikeluarkan sesuai waktu pengajuan dilakukan oleh pemohon (Feri Sofiyan).
"Intinya DPM-PTSP hanya menerbitkan izin lingkungan saja dan itu merujuk pada rekomendasi DLHK Provinsi NTB. Kalau izin pembangunan dermaga dan izin operasional dermaga itu menjadi kewenangan pusat," jelasnya.
Dari rangkaian pengembangan kasus penyelidikan serta penyidikan hingga ditetapkannya sebagai tersangka oleh Polres Bima Kota, diketahui bahwa bangunan dermaga wisata milik pribadi yang berdiri di atas lahan milik negara di kawasan perairan Bonto, Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima itu bukan saja tak mengantongi izin. Namun berdampak pada kerusakan terumbu karang dan lamon sebagai ekosistem laut yang hidup disekitar.
"Keputusan dikeluarkan oleh DLHK tentang rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yakni sejak 4 Januari 2021,
setelah sebelum ada kesesuaian ruang dari Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) NTB pada 30 Desember 2020," kata Kepala DLHK NTB, Madani Mukarom, saat dikonfirmasi pada Jumat (19/03/2021).
Sebelumnya, Polres Bima telah menetapkan Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofyan sebagai tersangka pada 9 November 2020 karena diduga melanggar pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw), atas perubahan pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal tersebut menjelaskan pidana terhadap perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan. Pidananya penjara paling singkat satu tahun dan maksimal tiga tahun. Serta pidana denda maksimal Rp3 miliar.
Dari informasi yang berhasil himpun, bahwa berkas tersangka kasus Feri Sofiyan telah tiga kali naik turun ke Kejaksaan Negeri Bima, setelah dilimpahkan oleh penyidik Polres Bima Kota. Kasus ini pun masih menjadi sorotan publik.
(shf)