Upacara Seren Taun Bentuk Syukur Masyarakat Kuningan di Bidang Pertanian
loading...
A
A
A
KUNINGAN - Upacara Seren Taun merupakan salah satu adat tradisi yang hidup di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sejak puluhan tahun silam. Upacara ini adalah bentuk ungkapan syukur masyarakat Sunda atas suka duka yang mereka alami terutama di bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang.
Upacara Seren Taun dilaksanakan setiap 22 Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Dua hari sebelum upacara puncak, diawali dengan ngajayak (menjemput padi), dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi.
Sebagaimana dilansir kuningankab.go.id, dalam upacara tersebut terdapat ritual-ritual sakral, digelar juga kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan simbol hubungan antara manusia dengan Tuhan dan sesama makhluk, lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya.
Dipilihnya tanggal-tanggal tersebut bukan kebetulan, melainkan punya jejak sejarah dan mengandung makna yang dalam bagi masyarakat Kuningan. Angka 18 yang dalam bahasa Sunda dibaca dalapan welas, berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah memberikan kehidupan bagi seluruh makhluk di bumi.
Sedangkan 22 Rayagung memiliki makna tersendiri di mana bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali pada masyarakat, sementara dua kwintal digunakan sebagai benih.
Selain itu bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia. Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebagainya.
Dalam Upacara Seren Taun yang menjadi objek utama adalah padi, lantaran padi dianggap sebagai lambang kemakmuran. Karena daerah Cigugur khususnya, daerah Sunda lain umumnya, merupakan daerah pertanian, dengan berbagai kisah klasik tatar Sunda, seperti Losah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langut yang turun ke bumi.
Upacara Seren Taun juga menuturkan kembali kisah-kisah klasik pantun Sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri.
Pwah Aci atau yang lebih dikenal dengan Dewi Sri merupakan tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar Sunda. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual, yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.
Upacara Seren Taun tidak jarang menampilkan Damar Sewu, gelaran budaya yang mengawali rangkaian upacara adat Seren Taun Cigugur, yang menggambarkan perjalanan manusia dalam proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial.
Kemudian tari buyung, tarian adat Sunda yang mencerminkan masyarakat Sunda dalam mengambil air. Terakhir pesta dadung yang merupakan upacara sakral masyarakat di Mayasih, di mana dalam pesta dadung terdapat upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia.
Dilihat dari sisi budaya, upacara adat Seren Taun yang sudah berjalan sejak puluhan tahun silam di Kabupaten Kuningan ini dapat menjadi salah satu destinasi wisata, karena saat penyelenggaran mampu menarik banyak wisatawan domestik maupun mancanegara. (*CM*)
Upacara Seren Taun dilaksanakan setiap 22 Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Dua hari sebelum upacara puncak, diawali dengan ngajayak (menjemput padi), dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi.
Sebagaimana dilansir kuningankab.go.id, dalam upacara tersebut terdapat ritual-ritual sakral, digelar juga kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan simbol hubungan antara manusia dengan Tuhan dan sesama makhluk, lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya.
Dipilihnya tanggal-tanggal tersebut bukan kebetulan, melainkan punya jejak sejarah dan mengandung makna yang dalam bagi masyarakat Kuningan. Angka 18 yang dalam bahasa Sunda dibaca dalapan welas, berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah memberikan kehidupan bagi seluruh makhluk di bumi.
Sedangkan 22 Rayagung memiliki makna tersendiri di mana bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali pada masyarakat, sementara dua kwintal digunakan sebagai benih.
Selain itu bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia. Sedangkan bilangan 2 mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebagainya.
Dalam Upacara Seren Taun yang menjadi objek utama adalah padi, lantaran padi dianggap sebagai lambang kemakmuran. Karena daerah Cigugur khususnya, daerah Sunda lain umumnya, merupakan daerah pertanian, dengan berbagai kisah klasik tatar Sunda, seperti Losah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan bagi petani sebagai utusan dari Jabaning Langut yang turun ke bumi.
Upacara Seren Taun juga menuturkan kembali kisah-kisah klasik pantun Sunda yang bercerita tentang perjalanan Pwah Aci Sahyang Asri.
Pwah Aci atau yang lebih dikenal dengan Dewi Sri merupakan tokoh yang telah melegenda dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris khususnya tatar Sunda. Tari Pwah Aci merupakan salah satu seni tari spiritual, yang di dalamnya tersirat ungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup melalui gerak dan ekspresi.
Upacara Seren Taun tidak jarang menampilkan Damar Sewu, gelaran budaya yang mengawali rangkaian upacara adat Seren Taun Cigugur, yang menggambarkan perjalanan manusia dalam proses kehidupan baik secara pribadi maupun sosial.
Kemudian tari buyung, tarian adat Sunda yang mencerminkan masyarakat Sunda dalam mengambil air. Terakhir pesta dadung yang merupakan upacara sakral masyarakat di Mayasih, di mana dalam pesta dadung terdapat upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak menggangu kehidupan manusia.
Dilihat dari sisi budaya, upacara adat Seren Taun yang sudah berjalan sejak puluhan tahun silam di Kabupaten Kuningan ini dapat menjadi salah satu destinasi wisata, karena saat penyelenggaran mampu menarik banyak wisatawan domestik maupun mancanegara. (*CM*)
(ars)