Memilukan, Petani Kopi Ini Lumpuh Setelah Kakinya Diserang Tumor Ganas
loading...
A
A
A
PESISIR BARAT - Yudi (50) petani kopi yang tinggal di Dusun Kayulana, Pekon Pemancar, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Hanya bisa terbaring di rumahnya, setelah kakinya terserang tumor ganas .
Ayah dari tiga anak ini, terpaksa harus merangkak untuk ke kamar mandi , karena kakinya sudah tidak bisa difungsikan untuk berjalan normal. Tendon achilles dan ligamennya tak berfungsi dengan baik. Tulang tarsal, metatarsal dan falang pada kakinya tidak bekerja dengan benar. Semua ini dikarenakan tumor ganas yang menyerang kaki kanannya.
Sudah dua bulan terakhir, sejak tumornya makin membesar, Yudi tak lagi mampu bekerja menafkahi keluarganya . Saat ditemui di rumah papan miliknya, suami dari Ela (41) ini mengaku, sekarang kebingungan.
"Dahulu rumah sakit Liwa menganjurkan kaki saya diamputasi tapi saya tolak. Gimana mau kerja kalau tidak punya kaki? Tapi sekarang tumornya makin besar jadi tetap saja tidak bisa kerja meski punya kaki. Sakitnya bukan main," ujarnya parau seperti mengiba.
Sebagai kepala keluarga penyandang masalah sosial, Yudi mengaku mengantongi KIS PBI (Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran) . "Kalau ke rumah sakit sih gratis. Tapi kesana-kemarinya kan tetap butuh biaya. Saya sangat berharap ada yang mau membantu kami sekeluarga, sekadar meringankan beban kami," imbuhnya.
Tumor telah menyerang kaki kanan Yudi sejak 17 tahun silam. Namun, selama kurun waktu itu Yudi memaksa dirinya tetap bekerja di kebun kopi. Menggunakan tongkat buatan sendiri yang terbuat dari kayu, ia tetap mengerjakan aktivitas di kebun seperti membersihkan gulma, menyemprot pestisida dan insektisida, hingga meranting batang kopi.
Namun memasuki Januari 2021, seiring tumor pada kaki kanannya makin membesar hingga sebesar buah semangka, ia mengaku tak lagi mampu bekerja di kebun. Bukan hanya itu, ia bahkan jadi sulit tidur sebab rasa nyeri yang menyerang. "Sampai kurus badan saya karena kurang tidur. Bahkan pada cuaca sepanas ini, kaki saya ini sangat dingin dan perih ," keluhnya.
Kondisi penyakit Yudi yang terus memburuk mulai berdampak serius pada seluruh anggota keluarganya. Sunoto (17) putra pertamanya, sekarang sudah putus sekolah . Pelajar remaja yang penuh semangat itu ,kini beralih menjadi buruh serabutan . "Kadang saya ngojek. Biar bisa membantu makan keluarga," ucap Sunoto polos.
Ela, istri Yudi bahkan sudah sejak lama bekerja sebagai buruh tani serabutan untuk membantu menafkahi kelurga mereka. Pasalnya, keterbatasan Yudi dalam bekerja menyebabkan pendapatan keluarga ini selalu minus dibanding pengeluaran.
Sebab, selain untuk mengobati Yudi, Ela dan Sunoto juga harus menghidupi Eis Purnama Sari (10) dan Muhammad Jujun (7). Eis sekarang duduk di kelas 4 SD sedangkan Jujun baru masuk SD. Meski ibu dan anak kompak banting tulang , secara kasat mata terlihat jelas keluarga ini masih menyandang masalah sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, keluarga ini tampak kepayahan. Merujuk Permensos, keluarga Yudi tentu masuk kategori FMOTM (Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu).
Di tengah semua kesulitan yang berkecamuk, lelaki penderita tumor ini tetap tertawa lebar di sela obrolan dengan sejumlah tamu yang bertandang ke rumahnya. Semangatnya terus menyala. "Saya masih mau mencari jalan pengobatan. Apapun keputusan medis kalau keluarga setuju saya ikhlas di amputasi," ujarnya.
Ela dan ketiga buah hatinya berharap kesembuhan menghampiri sang ayah. Agar kehidupan kembali seperti sediakala, ketika sang ayah sehat adanya, ketika kerja adalah kegiatan yang gembira, sebab kaki sang ayah mampu berjalan, melompat bahka berlari. Dalam suara yang lirih mereka berdoa, semoga uluran tangan penderma menjadi nyata , meringankan derita mereka.
Lihat Juga: Pj Gubernur Lampung Apresiasi Penanaman 20.000 Bibit Mangrove oleh MNC Peduli di Pesisir Pantai EMP
Ayah dari tiga anak ini, terpaksa harus merangkak untuk ke kamar mandi , karena kakinya sudah tidak bisa difungsikan untuk berjalan normal. Tendon achilles dan ligamennya tak berfungsi dengan baik. Tulang tarsal, metatarsal dan falang pada kakinya tidak bekerja dengan benar. Semua ini dikarenakan tumor ganas yang menyerang kaki kanannya.
Sudah dua bulan terakhir, sejak tumornya makin membesar, Yudi tak lagi mampu bekerja menafkahi keluarganya . Saat ditemui di rumah papan miliknya, suami dari Ela (41) ini mengaku, sekarang kebingungan.
"Dahulu rumah sakit Liwa menganjurkan kaki saya diamputasi tapi saya tolak. Gimana mau kerja kalau tidak punya kaki? Tapi sekarang tumornya makin besar jadi tetap saja tidak bisa kerja meski punya kaki. Sakitnya bukan main," ujarnya parau seperti mengiba.
Sebagai kepala keluarga penyandang masalah sosial, Yudi mengaku mengantongi KIS PBI (Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran) . "Kalau ke rumah sakit sih gratis. Tapi kesana-kemarinya kan tetap butuh biaya. Saya sangat berharap ada yang mau membantu kami sekeluarga, sekadar meringankan beban kami," imbuhnya.
Tumor telah menyerang kaki kanan Yudi sejak 17 tahun silam. Namun, selama kurun waktu itu Yudi memaksa dirinya tetap bekerja di kebun kopi. Menggunakan tongkat buatan sendiri yang terbuat dari kayu, ia tetap mengerjakan aktivitas di kebun seperti membersihkan gulma, menyemprot pestisida dan insektisida, hingga meranting batang kopi.
Namun memasuki Januari 2021, seiring tumor pada kaki kanannya makin membesar hingga sebesar buah semangka, ia mengaku tak lagi mampu bekerja di kebun. Bukan hanya itu, ia bahkan jadi sulit tidur sebab rasa nyeri yang menyerang. "Sampai kurus badan saya karena kurang tidur. Bahkan pada cuaca sepanas ini, kaki saya ini sangat dingin dan perih ," keluhnya.
Kondisi penyakit Yudi yang terus memburuk mulai berdampak serius pada seluruh anggota keluarganya. Sunoto (17) putra pertamanya, sekarang sudah putus sekolah . Pelajar remaja yang penuh semangat itu ,kini beralih menjadi buruh serabutan . "Kadang saya ngojek. Biar bisa membantu makan keluarga," ucap Sunoto polos.
Ela, istri Yudi bahkan sudah sejak lama bekerja sebagai buruh tani serabutan untuk membantu menafkahi kelurga mereka. Pasalnya, keterbatasan Yudi dalam bekerja menyebabkan pendapatan keluarga ini selalu minus dibanding pengeluaran.
Sebab, selain untuk mengobati Yudi, Ela dan Sunoto juga harus menghidupi Eis Purnama Sari (10) dan Muhammad Jujun (7). Eis sekarang duduk di kelas 4 SD sedangkan Jujun baru masuk SD. Meski ibu dan anak kompak banting tulang , secara kasat mata terlihat jelas keluarga ini masih menyandang masalah sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, keluarga ini tampak kepayahan. Merujuk Permensos, keluarga Yudi tentu masuk kategori FMOTM (Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu).
Di tengah semua kesulitan yang berkecamuk, lelaki penderita tumor ini tetap tertawa lebar di sela obrolan dengan sejumlah tamu yang bertandang ke rumahnya. Semangatnya terus menyala. "Saya masih mau mencari jalan pengobatan. Apapun keputusan medis kalau keluarga setuju saya ikhlas di amputasi," ujarnya.
Ela dan ketiga buah hatinya berharap kesembuhan menghampiri sang ayah. Agar kehidupan kembali seperti sediakala, ketika sang ayah sehat adanya, ketika kerja adalah kegiatan yang gembira, sebab kaki sang ayah mampu berjalan, melompat bahka berlari. Dalam suara yang lirih mereka berdoa, semoga uluran tangan penderma menjadi nyata , meringankan derita mereka.
Lihat Juga: Pj Gubernur Lampung Apresiasi Penanaman 20.000 Bibit Mangrove oleh MNC Peduli di Pesisir Pantai EMP
(eyt)