Program Pengentasan Kemiskinan di Pesisir Barat Diduga Tak Tepat Sasaran
loading...
A
A
A
Banyaknya kasus exclusion error dan inclusion error di Pekon Pagar Bukit tentu menjadi sebuah ironi. Pasalnya, Kabupaten Pesisir Barat baru saja melakukan verifikasi dan validasi DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Kegiatan yang didanai APBD ini digelar sekitar awal 2020 dan memiliki tujuan agar penyaluran bansos tepat sasaran.
Melalui tahapan verifikasi, DTKS diperiksa ulang untuk memastikan pendataannya sesuai prosedur dan sesuai fakta di lapangan. Sedangkan melalui tahapan validasi, data yang telah dimutakhirkan itu kemudian mendapat pengesahan. Namun fakta dilapangan masih terjadi penyaluran bansos salah sasaran. Dana negara yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu justru “dirampas” orang kaya.
Hal ini dimungkinkan terjadi akibat buruknya hasil verivali yang kemudian menyebabkan tidak akuratnya DTKS yang ditetapkan Kemensos RI. Padahal, megacu Permensos (Peraturan Menteri Sosial) yang berlaku, DTKS merupakan dasar bagi kementrian/lembaga dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
DTKS yang akurat mutlak dibutuhkan dalam penanganan FMOTM secara terpadu, terarah dan berkelanjutan sebagaimana dikehendaki undang-undang. Buruknya DTKS pasti menyebabkan bansos salah sasaran bahkan sangat mungkin dikorupsi.
Mengacu data yang ditampilkan Kemensos RI, pada Tahun 2020 ada 97.338,064 jiwa FMOTM yang masuk dalam DTKS. Bukan jumlah yang sedikit. Untuk menangani mereka, pemerintah menggelontorkan dana sangat besar dalam berbagai bentuk program atau bansos. Betapa mubazirnya dana bansos jika penyalurannya tidak tepat sasaran, apalagi jika sampai dikorupsi!!.
Melalui tahapan verifikasi, DTKS diperiksa ulang untuk memastikan pendataannya sesuai prosedur dan sesuai fakta di lapangan. Sedangkan melalui tahapan validasi, data yang telah dimutakhirkan itu kemudian mendapat pengesahan. Namun fakta dilapangan masih terjadi penyaluran bansos salah sasaran. Dana negara yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu justru “dirampas” orang kaya.
Hal ini dimungkinkan terjadi akibat buruknya hasil verivali yang kemudian menyebabkan tidak akuratnya DTKS yang ditetapkan Kemensos RI. Padahal, megacu Permensos (Peraturan Menteri Sosial) yang berlaku, DTKS merupakan dasar bagi kementrian/lembaga dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
DTKS yang akurat mutlak dibutuhkan dalam penanganan FMOTM secara terpadu, terarah dan berkelanjutan sebagaimana dikehendaki undang-undang. Buruknya DTKS pasti menyebabkan bansos salah sasaran bahkan sangat mungkin dikorupsi.
Mengacu data yang ditampilkan Kemensos RI, pada Tahun 2020 ada 97.338,064 jiwa FMOTM yang masuk dalam DTKS. Bukan jumlah yang sedikit. Untuk menangani mereka, pemerintah menggelontorkan dana sangat besar dalam berbagai bentuk program atau bansos. Betapa mubazirnya dana bansos jika penyalurannya tidak tepat sasaran, apalagi jika sampai dikorupsi!!.
(msd)