Kepala BKKBN Siap Laksanakan Target Jokowi Turunkan Stunting 2024
loading...
A
A
A
BOGOR - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan siap melaksanakan target percepat penurunan stunting nasional.
Sebelumnya bertepatan dengan hari gizi nasional 25 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Kepala BKKBN menjadi pelaksana percepatan penurunan stunting nasional. Presiden Jokowi menargetkan penurunan stunting pada 2024. (Baca juga: Jokowi Tunjuk Hasto Pimpin Program Percepatan Penurunan Stunting )
Hasto menyebut upaya menurunkan angka stunting merupakan tantangan tersendiri. Presiden telah menargetkan pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%. Sementara saat ini, persentase penurunan stunting baru mencapai 2,7%. BKKBN sendiri memprediksi hingga 2024 akan ada 20 juta kelahiran baru. Yang artinya terdapat 20 juta anak yang harus dijaga agar tidak mengalami stunting. (Baca juga: BKKBN Resmi Luncurkan GoLantang )
Upaya-upaya penurunan stunting selama ini telah banyak dilakukan. Presiden juga telah menugaskan Kementrian Koordinator PMK, Bappenas, untuk mewujudkan target penurunan stunting.
Bahkan, Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik pada 23 Desember 2020 kemarin juga diharapkan terus melakukan penanggulangan stunting di tengah kesibukan menangani pandemi COVID-19. Namun, jika langkah-langkah tersebut belum terstruktur dan komprehensif maka pencapaian angka prevalensi stunting 14% pada tahun 2024 akan sulit tercapai.
Belum lagi, situasi pandemi yang saat ini masih sulit dikendalikan, turut berdampak terhadap program kesehatan lainnya, termasuk stunting.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berharap pergantian pejabat dan organisasi penanggung jawab penurunan stunting tidak mengganggu kelangsungan implementasi kebijakan yang telah ada. “Kesinambungan harus dijaga, programyang bagus dan telah berjalan diteruskan, yang belum bagus diperbaiki,” jelas Agus Pambagio, Selasa (26/1/2021).
Dia mengingatkan, persoalan stunting tidak akan selesai bila pemerintah hanya sibuk dengan gonta ganti pejabat struktural tapi melupakan akar dari persoalan stunting itu sendiri.
“Stunting harus ditekan dari hulu ke hilir mulai dari program edukasi hingga intevensi gizi spesifik pada saat anak gagal tumbuh. Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi. Contoh sederhana, edukasi susu untuk anak. Kita tahu susu penting bagi pertumbuhan anak, tapi tidak semua susu baik untuk anak karena kandungan gizinya berbeda," kata dia.
Menurut Agus, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak. Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal selama ini Posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak.
“Sekarang ini Posyandu kurang aktif, harus dicari cara lain agar gizi dan kesehatan anak terpantau. Menkes dan Ka BKKBN harus berani melakukan terobosan agar angka stunting dapat turun sesuai dengan yang diharapkan,” kata Agus.
Sejatinya, kata dia, Kemenkes telah mengeluarkan Juknis Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit. Di dalamnya mengatur tentang pemberian Pangan Olahan Keperluan Medis Khusus (PKMK) terhadap anak berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk.
Melalui Permenkes dan Juknisnya ini diharapkan upaya pencegahan stunting melalui intervensi gizi dapat ditangani lebih baik, dari yang sebelumnya anak hanya diberikan intervensi spesifik berupa PMT (Pemberian Makan Tambahan) menjadi sebuah oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/ml.
“Kita sedang berpacu, sekaligus memantau penerapan kebijakan intervensi gizi ini di 10 wilayah yang dilanjutkan menjadi program nasional. Kita berharap inisiatif ini bisa didukung oleh semua instansi agar terobosan kebijakan ini bisa membawa hasil nyata bagi anak Indonesia,” pungkas Agus Pambagio.
Sebelumnya bertepatan dengan hari gizi nasional 25 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Kepala BKKBN menjadi pelaksana percepatan penurunan stunting nasional. Presiden Jokowi menargetkan penurunan stunting pada 2024. (Baca juga: Jokowi Tunjuk Hasto Pimpin Program Percepatan Penurunan Stunting )
Hasto menyebut upaya menurunkan angka stunting merupakan tantangan tersendiri. Presiden telah menargetkan pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%. Sementara saat ini, persentase penurunan stunting baru mencapai 2,7%. BKKBN sendiri memprediksi hingga 2024 akan ada 20 juta kelahiran baru. Yang artinya terdapat 20 juta anak yang harus dijaga agar tidak mengalami stunting. (Baca juga: BKKBN Resmi Luncurkan GoLantang )
Upaya-upaya penurunan stunting selama ini telah banyak dilakukan. Presiden juga telah menugaskan Kementrian Koordinator PMK, Bappenas, untuk mewujudkan target penurunan stunting.
Bahkan, Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik pada 23 Desember 2020 kemarin juga diharapkan terus melakukan penanggulangan stunting di tengah kesibukan menangani pandemi COVID-19. Namun, jika langkah-langkah tersebut belum terstruktur dan komprehensif maka pencapaian angka prevalensi stunting 14% pada tahun 2024 akan sulit tercapai.
Belum lagi, situasi pandemi yang saat ini masih sulit dikendalikan, turut berdampak terhadap program kesehatan lainnya, termasuk stunting.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berharap pergantian pejabat dan organisasi penanggung jawab penurunan stunting tidak mengganggu kelangsungan implementasi kebijakan yang telah ada. “Kesinambungan harus dijaga, programyang bagus dan telah berjalan diteruskan, yang belum bagus diperbaiki,” jelas Agus Pambagio, Selasa (26/1/2021).
Dia mengingatkan, persoalan stunting tidak akan selesai bila pemerintah hanya sibuk dengan gonta ganti pejabat struktural tapi melupakan akar dari persoalan stunting itu sendiri.
“Stunting harus ditekan dari hulu ke hilir mulai dari program edukasi hingga intevensi gizi spesifik pada saat anak gagal tumbuh. Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi. Contoh sederhana, edukasi susu untuk anak. Kita tahu susu penting bagi pertumbuhan anak, tapi tidak semua susu baik untuk anak karena kandungan gizinya berbeda," kata dia.
Menurut Agus, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak. Pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal selama ini Posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak.
“Sekarang ini Posyandu kurang aktif, harus dicari cara lain agar gizi dan kesehatan anak terpantau. Menkes dan Ka BKKBN harus berani melakukan terobosan agar angka stunting dapat turun sesuai dengan yang diharapkan,” kata Agus.
Sejatinya, kata dia, Kemenkes telah mengeluarkan Juknis Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit. Di dalamnya mengatur tentang pemberian Pangan Olahan Keperluan Medis Khusus (PKMK) terhadap anak berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk.
Melalui Permenkes dan Juknisnya ini diharapkan upaya pencegahan stunting melalui intervensi gizi dapat ditangani lebih baik, dari yang sebelumnya anak hanya diberikan intervensi spesifik berupa PMT (Pemberian Makan Tambahan) menjadi sebuah oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/ml.
“Kita sedang berpacu, sekaligus memantau penerapan kebijakan intervensi gizi ini di 10 wilayah yang dilanjutkan menjadi program nasional. Kita berharap inisiatif ini bisa didukung oleh semua instansi agar terobosan kebijakan ini bisa membawa hasil nyata bagi anak Indonesia,” pungkas Agus Pambagio.
(nth)