Anak-anak Muda di Thailand Dukung Hong Kong dan Taiwan Merdeka, China Marah
loading...
A
A
A
BANGKOK - Anak-anak muda di aThailand bersatu dalam gerakan "Milk Tea Alliance" yang menyuarakan dukungan kemerdekaan untuk Hong Kong dan Taiwan.
Gerakan online ini telah memicu kemarahan China melalui kedutaannya di Bangkok. Gerakan itu muncul pada saat Beijing berusaha memperbaiki citranya yang terluka oleh krisis virus corona baru, COVID-19.
Gerakan ini "meledak" di mata publik Thailand dalam beberapa hari terakhir, setelah pengguna internet China meluncurkan kampanye melawan aktor muda Thailand yang drama televisinya populer di China dan pacarnya seorang model Thailand. Pasangan itu dituduh menyatakan dukungan untuk kemerdekaan Hong Kong dan Taiwan dengan berbagi komentar secara online.
Di Thailand, dukungan untuk Taiwan dan Hong Kong telah menjadi seruan bagi rakyat Thailand yang menganggap pemerintah mereka sendiri terlalu otoriter dan terlalu dekat dengan Beijing.
Tanda pagar (tagar) #MilkTeaAlliance menjadi salah satu trending topic Twitter di Thailand pada hari Rabu bersama dengan sebuah tagar berbahasa Thailand yang diterjemahkan sebagai #MilkTeaIsThickerThanerThanBlood. Tagar yang panjang itu memiliki hampir satu juta tweet.
Kedutaan Besar China di Bangkok pada Selasa malam mengunggah sebuah posting di Facebook yang berisi kemarahan atas orang-orang yang menyerang China. "Prinsip 'Satu China' Beijing terhadap Hong Kong dan Taiwan adalah tidak terbantahkan dan suara-suara online baru-baru ini mencerminkan bias dan ketidaktahuan," tulis kedutaan tersebut.
Posting itu memicu 17.000 balasan, yang sebagian besar dari orang Thailand yang marah.
“Prinsip 'Satu China' hanyalah China. Jangan memaksakannya pada orang lain," bunyi komentar pengguna Facebook, Duangporn Sangchan.
Kedutaan China tidak segera menanggapi permintaan komentar atas belasan ribu respons tersebut.
"Tendangan balik menunjukkan bahwa narasi resmi yang diulang di antara pemerintah, tentara dan elite tidak diterima secara luas di masyarakat Thailand," kata Wasana Wongsurawat, seorang ahli tentang China di Universitas Chulalongkorn di Bangkok.
Gerakan online ini telah memicu kemarahan China melalui kedutaannya di Bangkok. Gerakan itu muncul pada saat Beijing berusaha memperbaiki citranya yang terluka oleh krisis virus corona baru, COVID-19.
Gerakan ini "meledak" di mata publik Thailand dalam beberapa hari terakhir, setelah pengguna internet China meluncurkan kampanye melawan aktor muda Thailand yang drama televisinya populer di China dan pacarnya seorang model Thailand. Pasangan itu dituduh menyatakan dukungan untuk kemerdekaan Hong Kong dan Taiwan dengan berbagi komentar secara online.
Di Thailand, dukungan untuk Taiwan dan Hong Kong telah menjadi seruan bagi rakyat Thailand yang menganggap pemerintah mereka sendiri terlalu otoriter dan terlalu dekat dengan Beijing.
Tanda pagar (tagar) #MilkTeaAlliance menjadi salah satu trending topic Twitter di Thailand pada hari Rabu bersama dengan sebuah tagar berbahasa Thailand yang diterjemahkan sebagai #MilkTeaIsThickerThanerThanBlood. Tagar yang panjang itu memiliki hampir satu juta tweet.
Kedutaan Besar China di Bangkok pada Selasa malam mengunggah sebuah posting di Facebook yang berisi kemarahan atas orang-orang yang menyerang China. "Prinsip 'Satu China' Beijing terhadap Hong Kong dan Taiwan adalah tidak terbantahkan dan suara-suara online baru-baru ini mencerminkan bias dan ketidaktahuan," tulis kedutaan tersebut.
Posting itu memicu 17.000 balasan, yang sebagian besar dari orang Thailand yang marah.
“Prinsip 'Satu China' hanyalah China. Jangan memaksakannya pada orang lain," bunyi komentar pengguna Facebook, Duangporn Sangchan.
Kedutaan China tidak segera menanggapi permintaan komentar atas belasan ribu respons tersebut.
"Tendangan balik menunjukkan bahwa narasi resmi yang diulang di antara pemerintah, tentara dan elite tidak diterima secara luas di masyarakat Thailand," kata Wasana Wongsurawat, seorang ahli tentang China di Universitas Chulalongkorn di Bangkok.