Soal Penolakan Jenazah Corona, Masyarakat Butuh Edukasi yang Benar
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Kasus penolakan pemakaman jenazah positif Covid-19 mengundang keprihatinan sejumlah pihak. Masyarakat perlu diberikan edukasi yang benar.
Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suyatna menyebut kejadian selama ini karena informasi yang diterima masyarakat sepotong potong. Masyarakat perlu edukasi tentang covid yang benar.
Menurutnya buku panduan secara singkat dan komprehensif perlu dibuat dan dipahami masyarakat. Sosialisasi melalui berbagai media juga sangat penting dilakukan.
Selain itu perlu dlperkuat kembali nilai-nilai guyub rukun dan solidaritas sosial. Perasaan senasib sepenanggungan harus dimunculkan, agar menjadi kekuatan-kekuatan modal sosial
“Slogan-slogan berbasis lokal perlu diwujudkan sehingga modal sosial tetep kuat. Nilai-nilai kearifan lokal komunitas inilah yang saya kira harus terus dipupuk. Saat ini bnyak kearifan2 lokal justru terpingirkan karena arus modernisasi,” terangnya.
Hempri menambahkan saat ini perlu juga dilakukan kampanye-kampanye bisa berupa spanduk, media sosial untuk menggugah solidarotas sosial tersebut.
Misal saat gempa bumi melanda Yogya pada 2006 silam kmpanye-kampanye membangun solidaritas dan membangkitkan semangat itu bermunculan. “Contohnya ‘senajan hancur,mental kudu teteg; musibah jogja adalah musibah kita semua’ dan sebagainya banyak bermunculan,” pungkasnya.
Rektor UGM Prof Panut Mulyono menghimbau masyarakat jangan melakukan diskriminasi terhad korban Covid-19, misalnya menolak pemakaman jenazah korban Covid-19 di pemakaman umum.
Menurutnya jenazah korban Covid-19 sudah ditangani denga standar yang aman dari kemungkinan penularan dan dimakamkan oleh petugas khusus yang sudah dilatih. Jika ada para takziah harus menjaga jarak aman dan jangan lupa mengenakan masker dan alat pelindung diri secukupnya.
“Dengan memahami apa itu Covid-19 dan bagaimana cara penularannya saya percaya masyarakat tidak begitu saja menolak korban Covid-19.Kita harus saling menghargai dan jangan sampai membuat lebih sedih dan lebih susah keluarga yg ditinggal korban yang sedang dalam kesedihan dan kesusahan,” terangnya.
Prof Panut juga menyebut peran tokoh masyarakat dan agama sagat penting untuk turut serta memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Senada, cucu pendiri Muhammadiyah, Afnan Hadikusumo menyebut bahwa harus lebih banyak lagi dilkukan sosialisasi melalui berbagai media dan platform. Salah satunya adalah sosialisasi bahwa orang yang meninggal tersebut setelah dimakamkan tidak akan menularkan virus Corona.
“Kemudian juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa di tengah musibah ini harus meningkatkan semangat kegotongroyongan agar cepat pulih kondisinya,” terang Afnan yang juga ketua Umum Ketua Umum Tapak Suci Putera Muhammadiyah ini.
Kasus penolakan pemakaman jenazah terbaru terjadi di Kabupaten Semarang. Janazah perawat RSUP dr Kariadi Semarang berinisial NK (38) ditolak oleh sekelompok warga saat hendak dimakanan.Perawat itu mengembuskan napas terakhir setelah berjuang merawat pasien yang terpapar Covid-19.
Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suyatna menyebut kejadian selama ini karena informasi yang diterima masyarakat sepotong potong. Masyarakat perlu edukasi tentang covid yang benar.
Menurutnya buku panduan secara singkat dan komprehensif perlu dibuat dan dipahami masyarakat. Sosialisasi melalui berbagai media juga sangat penting dilakukan.
Selain itu perlu dlperkuat kembali nilai-nilai guyub rukun dan solidaritas sosial. Perasaan senasib sepenanggungan harus dimunculkan, agar menjadi kekuatan-kekuatan modal sosial
“Slogan-slogan berbasis lokal perlu diwujudkan sehingga modal sosial tetep kuat. Nilai-nilai kearifan lokal komunitas inilah yang saya kira harus terus dipupuk. Saat ini bnyak kearifan2 lokal justru terpingirkan karena arus modernisasi,” terangnya.
Hempri menambahkan saat ini perlu juga dilakukan kampanye-kampanye bisa berupa spanduk, media sosial untuk menggugah solidarotas sosial tersebut.
Misal saat gempa bumi melanda Yogya pada 2006 silam kmpanye-kampanye membangun solidaritas dan membangkitkan semangat itu bermunculan. “Contohnya ‘senajan hancur,mental kudu teteg; musibah jogja adalah musibah kita semua’ dan sebagainya banyak bermunculan,” pungkasnya.
Rektor UGM Prof Panut Mulyono menghimbau masyarakat jangan melakukan diskriminasi terhad korban Covid-19, misalnya menolak pemakaman jenazah korban Covid-19 di pemakaman umum.
Menurutnya jenazah korban Covid-19 sudah ditangani denga standar yang aman dari kemungkinan penularan dan dimakamkan oleh petugas khusus yang sudah dilatih. Jika ada para takziah harus menjaga jarak aman dan jangan lupa mengenakan masker dan alat pelindung diri secukupnya.
“Dengan memahami apa itu Covid-19 dan bagaimana cara penularannya saya percaya masyarakat tidak begitu saja menolak korban Covid-19.Kita harus saling menghargai dan jangan sampai membuat lebih sedih dan lebih susah keluarga yg ditinggal korban yang sedang dalam kesedihan dan kesusahan,” terangnya.
Prof Panut juga menyebut peran tokoh masyarakat dan agama sagat penting untuk turut serta memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Senada, cucu pendiri Muhammadiyah, Afnan Hadikusumo menyebut bahwa harus lebih banyak lagi dilkukan sosialisasi melalui berbagai media dan platform. Salah satunya adalah sosialisasi bahwa orang yang meninggal tersebut setelah dimakamkan tidak akan menularkan virus Corona.
“Kemudian juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa di tengah musibah ini harus meningkatkan semangat kegotongroyongan agar cepat pulih kondisinya,” terang Afnan yang juga ketua Umum Ketua Umum Tapak Suci Putera Muhammadiyah ini.
Kasus penolakan pemakaman jenazah terbaru terjadi di Kabupaten Semarang. Janazah perawat RSUP dr Kariadi Semarang berinisial NK (38) ditolak oleh sekelompok warga saat hendak dimakanan.Perawat itu mengembuskan napas terakhir setelah berjuang merawat pasien yang terpapar Covid-19.
(nun)