Gereja Katedral Santo Petrus, Dibangun 1921 Saksi Perjalanan Keuskupan di Bandung
loading...
A
A
A
BANDUNG - Setiap kali perayaan Natal , warga Bandung selalu tertuju pada sebuah gereja yang berada di Jalan Merdeka. Bangunnya menjulang tinggi di antara Markas Polrestabes Bandung dan Kantor Bank Indonesia Jawa Barat.
Bentuk bangunnya cukup unik dan mencolok, bila dibandingkan dengan gereja lainnya. Terutama posisi kubah salib yang menjulang cukup tinggi, Gereja Katedral Santo Petrus , Gereja yang masih dipakai umat katolik Bandung hingga saat ini.
(Baca juga: Gereja Kepanjen, Rose Window Berpadu Kaca Mozaik, Pernah Hancur saat Battle of Surabaya)
Kendati masih berdiri kokoh, Gereja ini terbilang berusia cukup tua. "Usianya hampir 100 tahun, tepatnya pada tahun 2021 karena pada 1921 mulai dibangun," kata Humas Gereja Katedral Santo Petrus Ceacilia Amanda.
(Baca juga: Cegah Umat Berfoto, Gereja Katedral Denpasar Tak Pasang Pohon Natal)
Dikutip dari laman katedralbandung.org, Gereja Katedral Santo Petrus ternyata menjadi saksi bisu tentang perjalanan panjang perkembangan umat Katolik di (Keuskupan) Bandung. Pada 19 Februari 1922, gereja ini diberkati atas nama Santo Petrus oleh Uskup E.S. Luypen, dnegan pastor P.J.W. Muller, S.J. Gereja diarsiteki C.P. Wolff Schoemaker, dengan M. Kunst, Ahli Bangunan.
Cerita ini dimulai sekitar tahun 1878, di mana saat itu Bandung sebagai ibukota karesidenan Priangan sudah cukup ramai, namun belum memiliki pelayanan umat Katolik sendiri. Untuk melayani umat, pastor didatangkan dari stasi terdekat, yaitu Cirebon yang berada di bawah Vikariat Apostolik Batavia.
Ketika jalur kereta api Batavia - Bandung dibuka pada tahun 1884 dan transportasi menjadi lebih mudah, pelayanan umat secara tetap di Bandung segera dipersiapkan. Maka, dibangunlah gereja pertama yang berukuran hanya 8 x 21 meter persegi dilengkapi sebuah pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka), berdekatan dengan gudang kopi milik Pemerintah Kolonial Belanda. Gereja ini diberi nama St. Franciscus Regis dan diberkati oleh Mgr. W. Staal pada tanggal 16 Juni 1895.
Pada tanggal 1 April 1906, Bandung memperoleh status Gemeente (setingkat kotamadya), sehingga berhak menyelenggarakan pengelolaan kota sendiri. Sejak saat itu, Kota Bandung mulai berbenah, antara lain dengan melaksanakan pengembangan permukiman kota untuk warga Belanda dan pembangunan kawasan pusat pemerintahan kotamadya (civic centre) berupa Gedung Balaikota berikut sebuah taman (kemudian disebut Pieterspark) tepat di lokasi bekas gudang kopi.
Kemudian melengkapi civic centre ini, kelak dibangun berbagai bangunan publik di sekitar balaikota seperti sekolah, bank, kantor polisi, dan gereja, baik untuk umat Katolik maupun Protestan.
Hingga pada tanggal 13 Februari 1907, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memisahkan Priangan, termasuk Kota Bandung, secara administratif dari Distrik Cirebon. Kota Bandung ditentukan sebagai sebuah stasi baru di Jawa Barat yang dipimpin Pastor J. Timmers dari Cirebon yang sudah 4 tahun menetap di Bandung.
Dalam penyelenggaraan gereja selama 4 tahun berikutnya ternyata jumlah jemaat semakin bertambah hingga mencapai 280 orang pada Perayaan Ekaristi. Saat itu, jumlah umat Katolik di Bandung sendiri telah mencapai 1800 orang. Maka Gereja St. Franciscus Regis pun diperluas karena tidak cukup lagi menampung jemaat yang semakin banyak.
Setelah melalui beberapa alternatif dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan di sebelah Timur Gereja St. Franciscus Regis, di Merpikaweg (kini jalan Merdeka), sebagai lokasi gereja baru. Perancangnya pun telah terpilih, yaitu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.
Pembangunan gedung gereja yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Setelah selesai, gereja yang baru itu diberkati oleh Mgr. Luypen pada tanggal 19 Februari 1922, dan dipersembahkan kepada Santo Petrus, yang merupakan nama permandian dari Pastor P.J.W. Muller, SJ. Pada hari itu juga, Mgr. Luypen meresmikan & memberkati Pastoran Santo Petrus, yang saat itu termasuk Vikariat Batavia.
Gereja dan pastoran yang lama, Gereja St. Franciscus Regis, dijadikan gedung Perkumpulan Sosial Katolik. Dua tahun kemudian, diresmikan pendirian sebuah gedung sekolah Katolik untuk putra dengan nama St. Berchmans di Javastraat (sekarang Jalan Jawa), tepat di sebelah Timur Gereja St. Petrus. Sekarang bangunan sekolah itu digunakan oleh SD St. Yusup II.
Menurut Amanda, gereja ini hingga kini masih menjadi daya tarik bagi banyak pihak. Tak sedikit umat katolik dari berbagai daerah berkunjung untuk melihat kemegahan gereja. "Banyak umat yang menganggap ini rumah sendiri. Mereka datang misalnya untuk mencari ketenangan, berkeluh kesah soal kehidupan," kata dia.
Tidak sedikit juga masyrakat non katolik yang mengagumi kemegahannya. Mereka melakukan penilaian dan riset tentang desain arsitektur dan lainnya. "Ini tidak hanya gereja, tapi gedung sejarah, banyak komunitas sejarah meneliti, anak SD hingga SMA belajar arsitektur dan lainnya," jelas dia.
Tantangan mengurus gereja ini cukup besar. Karena bangun ini masuk kategori cagar Budaya dan dilindungi peraturan daerah. Sehingga tidak bisa sembarangan merombak bangunan.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
Bentuk bangunnya cukup unik dan mencolok, bila dibandingkan dengan gereja lainnya. Terutama posisi kubah salib yang menjulang cukup tinggi, Gereja Katedral Santo Petrus , Gereja yang masih dipakai umat katolik Bandung hingga saat ini.
(Baca juga: Gereja Kepanjen, Rose Window Berpadu Kaca Mozaik, Pernah Hancur saat Battle of Surabaya)
Kendati masih berdiri kokoh, Gereja ini terbilang berusia cukup tua. "Usianya hampir 100 tahun, tepatnya pada tahun 2021 karena pada 1921 mulai dibangun," kata Humas Gereja Katedral Santo Petrus Ceacilia Amanda.
(Baca juga: Cegah Umat Berfoto, Gereja Katedral Denpasar Tak Pasang Pohon Natal)
Dikutip dari laman katedralbandung.org, Gereja Katedral Santo Petrus ternyata menjadi saksi bisu tentang perjalanan panjang perkembangan umat Katolik di (Keuskupan) Bandung. Pada 19 Februari 1922, gereja ini diberkati atas nama Santo Petrus oleh Uskup E.S. Luypen, dnegan pastor P.J.W. Muller, S.J. Gereja diarsiteki C.P. Wolff Schoemaker, dengan M. Kunst, Ahli Bangunan.
Cerita ini dimulai sekitar tahun 1878, di mana saat itu Bandung sebagai ibukota karesidenan Priangan sudah cukup ramai, namun belum memiliki pelayanan umat Katolik sendiri. Untuk melayani umat, pastor didatangkan dari stasi terdekat, yaitu Cirebon yang berada di bawah Vikariat Apostolik Batavia.
Ketika jalur kereta api Batavia - Bandung dibuka pada tahun 1884 dan transportasi menjadi lebih mudah, pelayanan umat secara tetap di Bandung segera dipersiapkan. Maka, dibangunlah gereja pertama yang berukuran hanya 8 x 21 meter persegi dilengkapi sebuah pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka), berdekatan dengan gudang kopi milik Pemerintah Kolonial Belanda. Gereja ini diberi nama St. Franciscus Regis dan diberkati oleh Mgr. W. Staal pada tanggal 16 Juni 1895.
Pada tanggal 1 April 1906, Bandung memperoleh status Gemeente (setingkat kotamadya), sehingga berhak menyelenggarakan pengelolaan kota sendiri. Sejak saat itu, Kota Bandung mulai berbenah, antara lain dengan melaksanakan pengembangan permukiman kota untuk warga Belanda dan pembangunan kawasan pusat pemerintahan kotamadya (civic centre) berupa Gedung Balaikota berikut sebuah taman (kemudian disebut Pieterspark) tepat di lokasi bekas gudang kopi.
Kemudian melengkapi civic centre ini, kelak dibangun berbagai bangunan publik di sekitar balaikota seperti sekolah, bank, kantor polisi, dan gereja, baik untuk umat Katolik maupun Protestan.
Hingga pada tanggal 13 Februari 1907, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memisahkan Priangan, termasuk Kota Bandung, secara administratif dari Distrik Cirebon. Kota Bandung ditentukan sebagai sebuah stasi baru di Jawa Barat yang dipimpin Pastor J. Timmers dari Cirebon yang sudah 4 tahun menetap di Bandung.
Dalam penyelenggaraan gereja selama 4 tahun berikutnya ternyata jumlah jemaat semakin bertambah hingga mencapai 280 orang pada Perayaan Ekaristi. Saat itu, jumlah umat Katolik di Bandung sendiri telah mencapai 1800 orang. Maka Gereja St. Franciscus Regis pun diperluas karena tidak cukup lagi menampung jemaat yang semakin banyak.
Setelah melalui beberapa alternatif dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan di sebelah Timur Gereja St. Franciscus Regis, di Merpikaweg (kini jalan Merdeka), sebagai lokasi gereja baru. Perancangnya pun telah terpilih, yaitu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.
Pembangunan gedung gereja yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Setelah selesai, gereja yang baru itu diberkati oleh Mgr. Luypen pada tanggal 19 Februari 1922, dan dipersembahkan kepada Santo Petrus, yang merupakan nama permandian dari Pastor P.J.W. Muller, SJ. Pada hari itu juga, Mgr. Luypen meresmikan & memberkati Pastoran Santo Petrus, yang saat itu termasuk Vikariat Batavia.
Gereja dan pastoran yang lama, Gereja St. Franciscus Regis, dijadikan gedung Perkumpulan Sosial Katolik. Dua tahun kemudian, diresmikan pendirian sebuah gedung sekolah Katolik untuk putra dengan nama St. Berchmans di Javastraat (sekarang Jalan Jawa), tepat di sebelah Timur Gereja St. Petrus. Sekarang bangunan sekolah itu digunakan oleh SD St. Yusup II.
Menurut Amanda, gereja ini hingga kini masih menjadi daya tarik bagi banyak pihak. Tak sedikit umat katolik dari berbagai daerah berkunjung untuk melihat kemegahan gereja. "Banyak umat yang menganggap ini rumah sendiri. Mereka datang misalnya untuk mencari ketenangan, berkeluh kesah soal kehidupan," kata dia.
Tidak sedikit juga masyrakat non katolik yang mengagumi kemegahannya. Mereka melakukan penilaian dan riset tentang desain arsitektur dan lainnya. "Ini tidak hanya gereja, tapi gedung sejarah, banyak komunitas sejarah meneliti, anak SD hingga SMA belajar arsitektur dan lainnya," jelas dia.
Tantangan mengurus gereja ini cukup besar. Karena bangun ini masuk kategori cagar Budaya dan dilindungi peraturan daerah. Sehingga tidak bisa sembarangan merombak bangunan.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
(shf)