Pakar Prediksi Biaya Haji Naik Lebih Mahal, Ekonomi Arab Saudi Jatuh

Rabu, 13 Mei 2020 - 15:06 WIB
loading...
Pakar Prediksi Biaya...
Kakbah, situs suci umat Islam di Makkah, Arab Saudi, dikosongkan untuk mencegah penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19. Foto/REUTERS/Gannoe Essa
A A A
RIYADH - Negara Arab Saudi memutuskan untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) tiga kali lipat. Menyusul kondisi ekonomi Arab Saudi sedang jatuh karena harga minyak anjlok dan diperparah oleh pandemi Covid-19.

Seorang pakar ekonomi memprediksi pemerintah kerajaan yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu juga akan menaikkan biaya naik haji dan umrah lebih mahal untuk menutupi defisit anggaran negara.

"Ekonomi Saudi telah mengalami kejutan ganda sebagai akibat jatuhnya harga minyak mentah global dan karena langkah-langkah yang diambil untuk mengekang wabah virus corona baru," kata Mohamed Ibrahim, pakar ekonomi yang berbasis di Istanbul, kepada Anadolu Agency, Rabu (13/5/2020). (Baca juga : Libur Idul Fitri, Arab Saudi Akan Terapkan Jam Malam 24 Jam )

Selain menaikkan pajak tiga kali lipat, Arab Saudi menghentikan sementara tunjangan hidup untuk warganya. Ibrahim mengatakan langkah-langkah Saudi kemungkinan juga akan menaikkan tarif barang dan jasa termasuk membuat biaya pelaksanaan umrah dan haji menjadi lebih mahal.

"Otoritas Saudi dapat menaikkan biaya haji dan umrah untuk membantu mengurangi keparahan defisit anggaran negara," katanya.

Menurut data resmi, umrah dan haji menhasilkan pendapatan USD12 miliar bagi Kerajaan Arab Saudi setiap tahun. Ritual agama berkontribusi 20 persen dari PDB non-minyak negara, dan sekitar tujuh persen dari total PDB.

Sebelumnya, mengutip Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan, kantor berita resmi

SPA melaporkan tarif PPN akan meningkat dari 5 persen menjadi 15 persen pada Juli.

"Anggaran Saudi sangat bergantung pada pendapatan minyak, karena jatuhnya harga minyak sangat memengaruhi pendapatan publik dan menyebabkan defisit anggaran yang tinggi," kata Ibrahim.

Dia menambahkan bahwa menurut data kuartal pertama tahun 2020, defisit telah mencapai 34,1 miliar riyal (USD9,1 miliar). Menurutnya, Riyadh telah mencari alternatif untuk mengimbangi penurunan pendapatan minyak.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2193 seconds (0.1#10.140)